Rabu, 16 Juli 2014

Resume CHAPTER 7: DEEPER CULTURAL ASSUMPTIONS ABOUT REALITY AND TRUTH


Sebagai kelompok dan organisasi berkembang, asumsi mereka mengembangkan tentang adaptasi eksternal, dan integrasi internal mencerminkan asumsi yang lebih dalam tentang isu-isu yang lebih umum yang abstrak di sekitar konsensus dalam rangka untuk memiliki jenis seluruh masyarakat. Kita memiliki banyak kultur yang berbeda di dunia dan kultur yang luas ini mempengaruhi bagaimana grup dan organisasi dalam diri mereka akan berkembang.
Saat sebuah grup baru terbentuk, akan membawa pada asumsi kultural pada level terdalam. Jika anggota grup datang dari etnik yang berbeda, mereka akan memiliki asumsi yang berbeda pada level ini. Perbedaan ini akan menyebabkan kesulitan upaya untuk bekerja dan untuk membuat hidupnya aman.
Shared Assumptions about the Nature of Reality and Truth
Bagian fundamental dari setiap kultur adalah seperangkat asumsi tentang apa yang nyata dan bagaimana seseorang menentukan atau menemukan apa yang benar. Tiap asumsi memberitahu anggota dari organisasi untuk mengetahui informasi relevan, bagaimana menginterpretasikan informasi, dan bagaimana menentukan saat mereka cukup untuk memutuskan apakah beraksi atau tidak, dan tindakan apa yang diambil.
Level of Reality
External physical reality mengacu pada pemikiran bahwa dapat menentukan secara empiris dengan obyektif atau scientific test. Kultur yang berbeda memiliki asumsi yang berbeda mengenai apa external physical reality. Masalah pada konsensus kultural meningkatkan isu “social reality”. Social reality mengacu pada pemikiran bahwa anggota dari sebuah grup memandang sebagai sebuah konsensus yang tidak eksternal dapat diuji secara eksternal.
High Context and Low Context
Pembedaan yang bermanfaat bisa ditemukan di Hall (1977) yang membedakan antara apa yang disebutnya kultur high-context dan low-context, dan Maruyama (1974) kontras antara paradigma kultural kausal yang searah dan mutual. Dalam low-context, budaya searah, peristiwa memiliki makna universal yang jelas, dalam budaya high-context, kausalitas timbal balik, peristiwa dapat dipahami hanya dalam konteks, makna dapat bervariasi, kategori dapat berubah dan kausalitas tidak dapat jelas ditetapkan.
Moralism-Pragmatism
Sebuah dimensi yang berguna untuk membandingkan grup pada pendekatannya untuk pengujian realita adalah adaptasi dari England (1975) mengenai skala  moralis-pragmatism. Studi pada managerial value, England menemukan bahwa manajer pada negara yang berbeda cenderung untuk pragmatis, mencari validasi dalam pengalaman mereka sendiri, moralistik, mencari validasi pada sebuah filosofi umum, sistem moral, atau tradisi.
What is “information”?
Bagaimana sebuah grup menguji realitas dan membuat keputusan juga melibatkan konsensus pada apa data konsensus, apa informasi, dan apa pengetahuannya. Sebuah teknologi informasi telah tumbuh, isu menjadi tajam karena perdebatan mengenai peran komputer dalam menyediakan informasi. Teknologi informasi “profesional” sering berbagi asumsi yang berbeda dalam cara yang substansial dari asumsi manajer senior. Tiap anggota tim percaya bahwa ia mengetahui banyak mengenai pelanggan tim, tapi apa yang diketahui para anggota ternyata sangat berbeda.
·               Engineer tahu persis produk harus menjadi sebesar apa, apa teknik spesifik, dan dimana tenaga kekuatan, dll.
·               Orang-orang manufaktur mengetahui apa volume potensial dan berapa banyak model yang dibutuhkan.
·               Marketer atau perencana bisnis mengetahui secara umum atau tidak mengenai pasar yang ada, ukuran pasar potensial, berapa harga dan volume akan menghasilkan tingkat keuntungan yang sesuai dengan level profit, apa trend pasar, dll.
·               Bidang tenaga penjualan mengetahui untuk apa pelanggan potensial akan menggunakan produk, apa kebutuhan spesifik dari user, dan seberapa penting produk untuk pelanggan relatif terhadap produk pesaing.
Salah satu dari dimensi yang paling penting dari kultur adalah sifat bagaimana realitas, kebenaran, dan informasi didefinisikan. Realitas dapat mewujudkan level fisik, grup, dan individual, dan tes untukapa yang nyataakan berbedasesuai dengan tingkat(over test, konsensus sosial, atau pengalamanpribadi).

CHAPTER 8:DEEPER CULTURAL ASSUMPTIONS: THE NATURE OF TIME AND SPACE
Assumption  About Time
Pada saat orang mempunyai perbedaan waktu dalam pengalaman biasaanya akan muncul masalah komunikasi dan hubungan yang berat. Waktu sebagai peran sentral dalam hubungan manusia, sebagai contoh organisasi modern dan masyarakat agraria memiliki struktur kerja, karer dan siklus hidup yang berbeda yang dipelajari dan dijalani sebagai bagian dari budaya.
Basic Time Orientation
Tiap budaya (dengan waktu yang berbeda) memiliki sifat dari waktu dan memiliki orientasi dasar pada masa lalu, sekarang, dan masa depan. Orientasi waktu berguna untuk membedakan macrocultural national dimana tiap negara memiliki orientasi tentang waktu yang berbeda-beda. Contoh: Jepang memiliki perencanaan jangka panjang yang ekstrem sedangkan Hong Kong rencana jangka pendek yang ekstrem.
Dalam tingkat organisasi, kita dapat membedakan perusahaan yang berorientasi terutama pada (1) Masa lalu, sebagian besar berpikir mengenai pekerjaan yang telah dikerjakan sebelumnya; (2) Saat ini, mengkhawatirkan sebagian besar pada bagaimana menyelesaikan pekerjaan dengan cepat; (3) Dalam waktu dekat, mengkhawatirkan sebagian besar pada hasil triwulanan; (4) Masa depan yang jauh, investasi besar-besaran pada penelitian dan perkembangan atau dalam membentuk pangsa pasar dengan mengorbankan profit langsung.
Monochronic and Polychronic Time
Dalam melihat waktu sebagai monochronic melihat dalam satu waktu hanya dapat dilakukan satu pekerjaan, jika lebih dari satu pekerjaan yang harus dikerjakan sebagai contoh dalam satu jam maka dalam satu jam tersebut dibagi menjadi banyak unit seperti yang dibutuhkan dan melakukan satu pekerjaan dalam satu waktu. Hassard (1999) menyebutkan bahwa konsep ini “linear time” merupakan jantung dari revolusi industri untuk mengukur produktivitas dalam hal waktu yang digunakan untuk memproduksi sesuatu, penyisipan waktu untuk mengukur jumlah kerja yang telah dilakukan, membayar orang sesuai dengan jumlah waktu mereka bekerja, dan menekankan metafora bahwa “time is money".
Secara kontras melihat waktu sebagai polychromic, pendefinisian lebih pada apa yang dicapai dibandingkan dalam satu waktu dan dalam beberapa hal yang dapat dilakukan secara simultan. Menurut Sithi-Amnui (1968, P. 82) Bahkan lebih ekstrim adalah konsep siklus waktu "satu musim mengikuti selanjutnya, satu kehidupan mengarah ke lainnya" seperti yang terlihat di beberapa masyarakat Asia. Namun perbedaan diatas dapat di aplikasi dengan baik oleh Hampden-Turner dan Trompenaars (1993,2000) pada negara dan organisasi dalam hal dimana mereka lebih fokus pada sequential thinking (monochromic clock time) atau synchronization of activities (polychronic).
Subculture Variations: Planning Time and Development Time
Dalam studi perusahaan bioteknologi, Dubinskas (1988) menemukan adanya perbedaan dimana ketika biologis yang menjadi pengusaha bekerja dengan manajer yang datang dari latar belakang ekonomi atau bisnis. Dari segi manajer memandang waktu secara linear, monochronic, dengan target dan tolak ukur yang terkait dengan tujuan realitas eksternal seperti peluang pasar dan pasar saham, Dubinskas melabeli bentuk waktu ini dengan planning time. Secara kontras, biologis lebih beroperasi pada development time, dengan dikarakteristikan sebagai “sesuatu akan mengambil waktu sesuai dengan yang mereka butuhkan”  mengacu pada proses alami biologi yang memiliki siklus waktu internal mereka sendiri.
Discreationary Time Horizons and Degree of Accuracy
Dimensi lain dari waktu dimana anggota kelompok membutuhkan konsensus untuk sehubungan dengan ukuran waktu unit berkaitan dengan tugas yang diberikan (Jaques, 1982, 1989). Lawrence dan Lorsch (1967) salah satu alasan mengapa orang sales dan research and development (R&D) mempunyai masalah komunikasi satu sama lain bahwa mereka bekerja dengan time horizons yang sangat berbeda. Time horizons tidak hanya berbeda pada fungsi atau pekerjaan tapi juga dengan peringkat.
Temporal Symmetry, Pacing, and Entrainment
Dalam studi Barley (1988) pengenalan perlengkapan komputerisasi pada departemen radiologi mengungkapkan bahwa salah satu dampak utama dari teknologi yaitu tingkat kerjasama dari aktivitas teknisi dan radiologi menjadi lebih atau kurang simetris.
Assumptions About the Nature of Space
Asumsi mengenai arti dan penggunaan ruang merupakan salah satu aspek bijak/cerdik dari budaya organisasi karena asumsi mengenai ruang, seperti juga waktu beroperasi diluar kesadaran dan diambil untuk diberikan. Salah satu contohnya yaitu kata “jangan masuk ke ruang saya”. Merupakan salah satu symbol status di organisasi berdasar lokasi dan ukuran dari kantor. Hall (1966) berpendapat bahwa dalam beberapa budaya, jika seseorang berjalan pada arah tertentu, ruang didepannya dirasakan menjadi miliknya sehingga jika seseorang melintasi individu lain, maka orang tersebut “melanggar” ruang orang lain.
Distance and Relative Placement
·         Intimacy distance: diantara mereka menganggap dirinya akrab satu sama lain, kontak dan menyentuh berarti terlalu dekat; menurut sosiologi 6 sampai 18 inci kisaran untuk dikatakan jauh atau dapat dikatakan “ideal sphere”.
·         Personal distance: 18 sampai 30 inci termasuk dekat dan 2 atau 4 kaki termasuk jauh. Ini adalah jarak dimana kita percakapan personal dengan individu lain meskipun jika kita dalam keramaian atau pada pesta. Jarak ini memperkenankan penggunaan normal atau nada lembut dari suara dan biasanya disertai dengan kontak mata yang intens.
·         Social distance: 4 sampai 7 kaki termasuk dekat dan 7 sampai 12 kaki termasuk jauh. Social distance didefinisikan bagaimana kita berbicara pada beberapa orang pada saat bersama, seperti dalam pesta makan malam atau seminar; biasanya melibatkan suara yang lebih tinggi dan kurang fokus dalam personal.
·         Public distance: 12 sampai 14 termasuk dekat dan lebih dari 25 kaki termasuk jauh. Pada jarak ini penonton didefinisikan berbeda-beda, dan kita lebih meningkatkan suara kita atau menggunakan michropone.
The Symbolism of Space
Organisasi mengembangkan perbedaan dalam norma ruang seberapa banyak dan jenis apa dari ruang, mereka juga memegang peran implicit yang berbeda tentang peran penggunaan ruang agar pekerjaan dapat selesai. Dalam kebanyakan organisasi pandangan terbaik dan lokasi diberikan kepada orang dengan status tinggi seperti eksekutif senior atau manajer, alokasi ruang juga dianggap sebagai simbol status langsung.
Body Language
Salah satu penggunaan ruang yang lebih cerdik/bijak adalah bagaiman menggunakan gerakan tubuh, posisi tubuh, dan isyarat tubuh lainnya untuk mengkomunikasikan rasa kita tentang apa yang sedang terjadi  dalam situasi tertentu dan bagaimana kita berhubungan dengan orang lain didalamnya. Pada tingkat yang buruk, kita duduk di sebelah siapa , menghindari fisik, menyentuh, tunduk/membungkuk dan seterusnya menyampaikan persepsi kita tentang status relatif dan keintiman.
Time, Space, and Activity Interaction

Menjadi orientasi pada waktu dan ruang menjadi hal yang mendasar untuk individu dalam situasi baru, saat ini kita menganalisa waktu dan ruang sebagai dimensi yang terpisah tapi dalam realitas keduanya selalu berinteraksi secara kompleks pada aktivitas yang seharusnya terjadi. Pada orang dengan asumsi monochronic lebih membutuhkan ruang cukup terpisah, bilik, atau kantor dengan pintu karena berhubungan dengan efisiensi, sedangkan polychromic memerlukan penataan ruang yang membuatnya mudah untuk terjadi acara secara simultan, di mana privasi dapat dicapai dengan mendekat pada seseorang dan berbisik ketimbang daripada mundur di balik pintu tertutup.

0 komentar:

Posting Komentar