Jumat, 30 Mei 2014

Resume Performance Management Chapter 7 : IMPLEMENTING A PERFORMANCE MANAGEMENT SYSTEM

IMPLEMENTING A PERFORMANCE MANAGEMENT SYSTEM 
ü  Dalam penerapan sistem manajemen kinerja membutuhkan keterlibatan para pelaku. Secara khusus keberhasilan pelaksanaan sistem manajemen ini membutuhkan pemahaman yang jelas tentang bagaimana sistem bekerja dan pemahaman yang jelas tentang manfaat bagi semua pihak yang terlibat. Dengan kata lain, implementasi yang sukses memerlukan adanya dukungan organisasi yang luas.

ü  Beberapa langkah penting perlu diambil sebelum melaksanakan sistem manajemen kinerja. Termasuk menerapkan rencana komunikasi dan proses banding, yang akan membantu penerimaan sistem; program pelatihan bagi raters, akan membantu meminimalkan kesalahan dalam ratersan kinerja; uji coba untuk sistem, yang akan memungkinkan revisi dan perubahan yang dibuat sebelum sistem dilaksanakan. Perhatian terhadap langkah-langkah tersebut sebelum implementasi sistem akan membantu meningkatkan keberhasilan sistem.

Communication Plan

ü  Tujuan utama dari rencana komunikasi adalah menunjang sistem. Sebuah rencana komunikasi yang baik membahas pertanyaan-pertanyaan berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan manajemen kinerja? Dalam menjawab pertanyaan ini melibatkan tentang penyediaan informasi umum tentang manajemen kinerja, bagaimana sistem kinerja manajemen dapat diimplementasikam dalam organisasi lain dan menentukan tujuan umum dari sistem manajemen kinerja.
2.      Apakah manajemen kinerja telah sesuai dengan strategi dalam organisasi tersebut? Untuk menjawab pertanyaan ini maka kita harus memberikan informasi tentang hubungan antara manajemen kinerja dan perencanaan strategis. Secara khusus, informasi yang disediakan tentang bagaimana sistem manajemen kinerja akan membantu dalam pencapaian tujuan strategis.
3.      Apa keuntungan bagi organisasi? Sebuah rencana komunikasi yang baik menggambarkan manfaat dari pelaksanaan manajemen kinerja untuk mereka yang terlibat didalamnya.
4.      Bagaimana cara kerjanya? Menjawab pertanyaan ini memerlukan penjelasan rinci dari proses manajemen kinerja dan tentang garis waktu.
5.      Apa saja tanggung jawab kita? Rencana komunikasi harus mencakup informasi tentang peran dan tanggung jawab setiap orang yang terlibat pada setiap tahapan proses.
6.      Bagaimana dengan kinerja manajemen yang terkait dengan inisiatif lain? Rencana komunikasi harus mencakup informasi tentang hubungan antara manajemen kinerja dan inisiatif lainnya termasuk sisitem yang ada didalam organisasi tersebut.
Jawaban yang rinci, meyakinkan dan jelas untuk setiap pertanyaan tersebut akan membantu mendukung peningkatan sistem.

ü  Orang-orang menggunakan cara yang bias dalam menerima dan memproses informasi. Meskipun rencana komunikasi yang baik telah ada, bias ini dapat mengganggu informasi yang disajikan. Bias untuk memperhitungkan adalah eksposur selektif, persepsi selektif, dan retensi selektif.
-          Eksposur selektif adalah kecenderungan untuk mengungkapkan pikiran kita hanya untuk ide-ide yang sudah kita setuju.
-          Persepsi selektif adalah kecenderungan untuk melihat informasi sebagai makna apa yang kita inginkan dari informasi.
-          Retensi selektif adalah kecenderungan untuk mengingat hanya beberapa informasi yang sudah kita setujui.

ü  Ada beberapa cara untuk meminimalkan dampak negatif dari bias dan, karenanya, membantu mendapatkan dukungan untuk sistem, yaitu :
1.      Melibatkan karyawan. melibatkan karyawan dalam desain sistem. orang mendukung apa yang mereka membantu menciptakan. semakin tinggi tingkat partisipasi ini dalam merancang sistem, semakin besar dukungan bagi sistem akan.
2.      Mengerti kebutuhan karyawan. Mengerti kebutuhan dari karyawan dan mengidentifikasi cara bagaimana kebutuhan tersebut dapat dipenuhi melalui manajemen kinerja.
pada dasarnya, memberikan jawaban personal jelas, dan meyakinkan pertanyaan 'apa untungnya bagi saya? "
3.      Menyerang lebih dulu. Menciptakan sikap positif terhadap sistem kinerja baru sebelum muncul sikap dan isu negative. Buat komunikasi serealistis mungkin dan jangan member harapan yang tidak bisa dipenuhi. Diskusikan beberapa argument yang mungkin bisa digunakan untuk menyerang  sistem dan menyediakan bukti untuk melawannya.
4.      memberikan fakta-fakta dan konsekuensi. karena bias karyawan, fakta tidak selalu berbicara. menjelaskan fakta dengan jelas tentang sistem dan juga menjelaskan apa yang mereka maksudkan dan juga konsekuensinya. Jangan buat user menarik kesimpulan sendiri karena mungkin mereka berbeda.
5.      Tuangkan dalam tulisan. Dalam budaya barat, komunikasi tertulis biasanya lebih berkekuatan dan dipercaya dibandingkan komunikasi yang diucapkan karena mereka dapat lebih teliti dan akurat. Buatlah dokumentasi, yang tersedia secara online, menjelaskan tentang sistem.
6.      Gunakan beberapa saluran komunikasi. Gunakan beberapa metode komunikasi, termasuk meeting, email dan makalah komunikasi. Dengan kata lain, karyawan diekspos berulangkali untuk pesan yang sama namun dengan saluran komunikasi yang berbeda.pastikan bahwa saluran tersebut menyampaikan informasi yang konsisten.
7.      Gunakan komunikator yang dapat dipercaya. Gunakan alat untuk berkomunikasi tentang sistem manajemen kinerja. Di dalam perusahaan dimana anggota HRD dirasakan sebagai ‘HR Cops’ karena mereka terus menekan apa yang tidak dapat dilakukan dibandingkan dengan bagaimana pekerjaan seseorang dapat dilakukan dengan lebih baik, mungkin akan lebih baik jika menggunakan kelompok atau departemen yang berbeda. Sebaliknya, dalam situasi seperti ini , komunikasi harus disampaikan oleh orang yang terpercaya dan dikagumi dalam organisasi. Hal ini juga membantu jika mereka menyampaikan komunikasi tersebut dan mendukung sistem akan dianggap sebagai pemain kunci dalam organisasi.
8.      Katakan dan katakan lagi. Ulangi informasi berkali kali. Karena hanya sedikit orang yang bisa menyerap informasi dalam satu waktu. Informasi harus diulang berkali kali.

Appeals Process
ü  Selain rencana komunikasi, pembentukan proses banding membantu mendapatkan penerimaan sistem. Proses banding memungkinkan karyawan untuk memahami bahwa, jika ada perbedaan pendapat mengenai peringkat kinerja atau keputusan yang dihasilkan, perbedaan pendapat tersebut dapat diselesaikan dengan cara damai.

ü  Proses banding dimulai dengan seorang karyawan mengajukan banding dengan departemen SDM, yang berfungsi sebagai mediator antara karyawan dan atasannya. Ini adalah banding tingkat 1. Jika banding tersebut tidak diselesaikan, maka arbiter luar dan tidak bias membuat resolusi final dan mengikat. Ini adalah banding tingkat 2. Arbiter untuk banding tingkat 2 biasanya sebuah panel yang meliputi rekan-rekan dan manajer.

ü  Dalam peringkat kinerja, raters dapat membuat kesalahan yang disengaja atau tidak disengaja. Kesalahan yang disengaja terjadi ketika raters percaya akan lebih bermanfaat bagi mereka untuk memberikan peringkat yang terdistorsi / tidak akurat. Sebagai contoh, seorang supervisor mungkin tidak ingin memberikan rating rendah untuk menghindari konfrontasi dengan karyawan. Kesalahan yang disengaja termasuk keringanan hukuman (memberi nilai lebih baik), tingkat keparahan (memberikan skor yang lebih buruk) dan tendensi sentral (memberikan skor hanya sekitar titik tengah skala). Motivasi adalah kunci untuk meminimalkan kesalahan yang disengaja. Dalam kata lain, kita harus menunjukkan kepada raters bahwa manfaat dari memberikan peringkat yang akurat. Rencana komunikasi menangani ini dengan mengatasi pertanyaan  'apa untungnya bagi saya?' , termasuk 'apa manfaatnya bagi saya jika saya memberikan rating akurat?' pertanyaan.

Training Programs for The Acquisition of Required Skills

Pelatihan tidak hanya memberikan peserta yang ada didalam sistem manajemen kinerja dengan keahlian yang dibutuhkan dan alat untuk melakukan pekerjaan dengan baik tetapi juga membantu meningkatkan kepuasan dengan sistem. Dalam sub bab ini mencakup isu umum mengenai identifikasi, observasi, mencatat dan mengevaluasi atas kinerja.
ü  Raters Error Training (RET), penilai dihadapkan dengan kesalahan yang sering terjadi dan penyebabnya. RET tidak menjamin tingkat akurasi rating , tetapi sadar tentang jenis kesalahan  apa yang mungkin terjadi dan alasan untuk kesalahan ini merupakan langkah awal yang sangat baik dalam meminimalkan hal tersebut. Meskipun kesalahan yang tidak disengaja telah disadari namun kesalahan tersebut tetap dapat terjadi, kesalahan tersebut mencakup: (1) similar to me : kesamaan mendorong daya tarik sehingga kita cenderung memihak pada orang yang mirip dengan kita, (2) constrast : penilai membandingkan individu dengan lainnya bukan terhadap standar yang telah ditentukan, (3) leniency : penilai memberikan nilai yang terlalu tinggi pada semua karyawan, (4) severity : penilai memberikan nilai yang terlalu rendah pada semua karyawan, (5) central tendency : penilai hanya menggunakan poin rata-rata pada skala rating dan menghindari penilaian extremes, (6) hallo : penilai gagal membedakan antara aspek yang berbeda dari kinerja yang dinilai, (7) primacy : muncul pada saat evaluasi kinerja dipengaruhi terutama dari informasi yang didapat di awal fase dari periode evaluasi, (8) recency : muncul pada saat evaluasi kinerja dipengaruhi terutama dari informasi yang didapat di akhir fase dari periode evaluasi, (9) negativity : dimana penilai menempatkan bobot yang lebih banyak pada informasi negative daripada informasi positif dan netral, (10) first impression error : penilai membuat penilaian baik dan buruk pada kesan awal dan mengabaikan informasi berikutnya yang tidak mendukung kesan awal tersebut, (11) spillover : muncul pada saat hasil dari periode evaluasi sebelumnya mempengaruhi penilaian saat ini, (12) stereotype : dimana supervisor mempunyai pandangan individu berdasarkan pada keanggotaan kelompoknya, (13) attribution : dimana supervisor memberikan atribut kinerja yang buruk pada kecenderungan sifat individu bukan pada situasi yang ada.

ü  Frame of Reference (FOR),  Training kerangka acuan dapat membantu meningkatkan akurasi penilai dengan cara mengakrabkan penilai tentang berbagai dimensi kinerja yang dinilai. Tujuan training ini adalah memberikan penilai keahlian sehingga mereka dapat menilai secara akurat setiap dimensi kinerja pegawai. Program training kerangka acuan ini meliputi diskusi tentang deskripsi pekerjaan individu yang dinilai dan semua tugas yang dibebankan. Kemudian melakukan review definisi masing-masing dimensi dan mendiskusikan contoh kinerja yang baik, sedang maupun yang buruk. Penilai diminta pelatih training menggunakan lembar penilaian untuk menilai pegawai fiktif sebagai praktek dan menuliskan hasil penilaian yang dilakukan. Selanjutnya pelatih menginformasikan cara penilaian yang benar pada setiap dimensi kinerja dan alasannya serta mendiskusikan perbedaan antara cara penilaian yang benar dan yang dilakukan oleh peserta training.
Program pelatihan FOR meliputi beberapa langkah sebagai berikut.
1.      Penilai diminta mengevaluasi kinerja tiga pegawai dengan tiga dimensi kinerja yang terpisah.
2.      Penilai diberi lembar penilaian dan diinstruksikan untuk membaca definisi setiap dimensi dan skala penilaian
3.      Pelatih mendiskusikan berbagai perilaku pegawai yang mengilustrasikan berbagai tingkat kinerja sesuai dengan skala penilaian yang ada di lembar penilaian.
4.      Partisipan ditunjukkan rekaman latihan tentang perilaku terakait dimensi kinerja yang dinilai dan diminta untuk mengevaluasi kinerja pegawai menggunakan skala yang tersedia
5.      Penilaian yang dilakukan oleh peserta disampaikan pada peserta lainnya dan didiskusikan.
6.      Pelatih memberikan umpan balik bagi peserta, menjelaskan mengapa pegawai seharusnya mendapatkan penilaian tertentu pada masing-masing dimensi, dan menunjukkan diskrepansi antara skor target dengan skor yang diberikan oleh setiap peserta.
Pelatihan  FOR membutuhkan waktu dan usaha untuk perkembangan dan pengenalan, tetapi sepadan dengan hasilnya. Manfaat yang diperoleh antara lain yaitu penilai tidak hanya dapat memberikan penilaian yang konsisten dan akurat,  tetapi mereka juga dapat membantu pegawai mendesain rencana pengembangan yang efektif. Karena dengan adanya diskusi tentang kinerja yang baik, maka supervisor dapat memberikan pedoman  bagi pegawainya untuk meningkatkan kinerja pada tingkat yang lebih baik.
ü  Behavioral Observation (BO), Training observasi perilaku ini merupakan program lain yang diimplementasikan untuk meminimalkan kesalahan penilaian yang tidak disengaja. Training ini berfokus pada bagaimana penilai mengamati, menyimpan, mengingat dan menggunakan informasi kinerja. Sehingga training ini dapat meningkatkan keahlian penilai dalam mengamati kinerja pegawai. Salah satu jenis training BO yaitu menunjukkan penilai bagaimana menggunakan alat penilaian seperti catatan atau diary. Peralatan penialian ini membantu penilai untuk mengingat berbagai perilaku pada setiap dimensi kinerja. Alat bantu penilaian ini membnatu penilai meningkatkan contoh insiden yang diamati dan merekam selama beberapa waktu tertentu. Selain itu, diary merupakan cara efektif untuk menstandardisasi pengamatan perilaku dan merekam insiden penting selama waktu review, sehingga dapat digunakan sebagai memori ketika mengisi lembar penilaian. Tanpa adanya alat bantu penilaian seperti catatan atau diary, maka sering terjadi distorsi karena faktor konteks sosial dan waktu.
ü  Self Leadership (SL) Tujuan training ini adalah meningkatkan kepercayaan diri penilai pada kemampuannya untuk mengelola kinerja. Tekniknya meliputi pembicaraan diri secara positif, citra mental, kepercayaan dan pola pikir positif. Asumsinya adalah jika ada peningkatan pengarahan diri, motivasi diri dan percaya diri, maka akan ada peningkatan akurasi. Sehingga, training ini menekankan pada sumber intrinsik perilaku standar dan menekankan untuk melakukan sesuatu  demi nilai intrinsik mereka.
Program training SL meliputi beberapa langkah sebagai berikut.
1.      Mengamati dan mencatat kepercayaan serta asumsi yang ada, pembicaraan diri, pola citra mental. Misakan, apakah kepercayaan tentang sistem manajemen kinerja? Bagaimana manajer menggunakan perannya di dalam sistem manajemen kinerja? Apakah mereka percaya mereka mempunyai kapasitas untuk mengamati dan mencatat kinerja secara akurat?
2.      Menganalisis fungsionalitas dan yang membangun kepercayaan, pembicaraan diri dan pola citra di tahap 1. Misalnya, apakah kepercayaan tentang sistem mengganggu kesuksesan sistem yang diharapkan?
3.      Mengidentifikasi atau mengembangkan lebih banyak kepercayaan dan asumsi fungsional dan konstruktif, verbalisasi diri dan citra mental untuk menggantikan yang tidak berfungsi. Misalnya, pengembangan citra tentang pegawai yang puas, sebagai lawan dari deensif dan konfrontasi, setelah menerima umpan balik kinerja dari supervisor mereka.
4.      Menggantikan lebih banyak pemikiran fungsional untuk pemikiran disfungsional yang dialami dalam situasi aktual. Misalnya, lebih banyak asumsi konstruktif, cara berbicara pada seseorang dan citra mental terhadap hasil diskusi kinerja dengan seorang pegawai dapat berhasil dan tertulis di atas kertas.
5.      Melanjutkan pemantauan dan menjaga kepercayaan, verbalisasi diri dan citra mental dari waktu ke waktu.
Jenis program training yang terkait diberi label training efikasi diri untuk penilai (Self-Efficacy Training for Raters/ SET-R). Tujuannya adalah untuk menurunkan ketidaknyamanan penilai dengan permintaan interpersonal manajemen kinerja dan untuk menambah kepercayaan manajer bahwa dia mempunyai keahlian untuk mengelola kinerja pegawai. Beberapa tahap training ini sebagai berikut.
1.      Penilai menonton rekaman video tentang pengalaman sukses yang mewakili termasuk kesuksesan seorang manajer dalam memimpin pertemuan review kinerja dengan bawahannya.
2.      Penilai terikat dengan diskusi tindak lanjut tentang perilaku spesifik yang diamati dari rekaman video yang berkontribusi terhadap suksesnya pertemuan. Diskusi tindak lanjut ini mempunyai dua tujuan : (1) memfokuskan perhatian penilai pada teknik yang digunakan manajer untuk menyampaikan feedback yang negatif, dan (2) memberikan kesempatan bagi penilai bahwa mereka juga mampu mengadakan pertemuan yang sukses.
3.      Penilai berpartisipasi dalam latihan peran untuk memberikan feedback pada seorang pegawai. Latihan peran ini diulang sampai penilai menunjukkan tingkat pemahaman yang dibutuhkan.
Kesimpulannya, penilai dapat melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja ketika memberikan informasi kinerja. Kesalahan yang disengaja biasanya dipengaruhi oleh faktor motivasi, sedangkan kesalahan yang tidak disengaja sering dipengaruhi oleh bias kognitif karena tugas menilai kinerja yang cukup kompleks. Melalui kombinasi rencana komunikasi yang baik dan berbagai program training, kesalahan penilaian dapat diminimalkan.

Pilot Testing
ü  Uji coba sistem sebelum dilembagakan sepenuhnya berguna karena memungkinkan ditemukannya masalah dan gangguan dan tindakan korektif yang harus diambil sebelum sistem ini diberlakukan. Uji coba terdiri dari menerapkan seluruh sistem, termasuk semua komponen-komponennya, tetapi hanya dengan kelompok tertentu (pilihan). Hasil tidak dicatat dalam catatan karyawan. Sebaliknya, tujuannya adalah bahwa orang yang berpartisipasi dalam uji coba memberikan umpan balik pada setiap masalah yang mungkin terjadi dan bagaimana memperbaiki sistem.

ü  Kelompok yang berpartisipasi dalam uji coba perlu memahami bahwa tes ini akan memakan waktu dan sumber daya. Sebuah kelompok perwakilan harus dipilih sehingga kesimpulan yang diambil dari kelompok dapat digeneralisasi untuk organisasi secara keseluruhan. Kelompok ini tidak harus dianggap sebagai pengecualian baik dalam cara yang positif atau negatif.




Ongoing Monitoring and Evaluation
ü  Setelah sistem telah diimplementasikan, harus ada sistem pengukuran untuk mengevaluasi sejauh mana itu bekerja dengan cara itu pun harus menghasilkan hasil yang diharapkan. Tindakan tersebut meliputi survei karyawan untuk menilai persepsi dan sikap tentang sistem dan apakah ada tren kenaikan dalam skor kinerja dari waktu ke waktu.
Beberapa langkah-langkah tambahan yang dapat digunakan secara teratur untuk memantau dan mengevaluasi sistem:
-          Number of individuals evaluated. Salah satu langkah yang paling dasar adalah untuk menilai jumlah karyawan yang benar-benar berpartisipasi dalam sistem. Jika evaluasi kinerja belum lengkap untuk beberapa karyawan, kita harus mencari tahu siapa mereka dan kenapa tinjauan kinerja tidak bisa lengkap.
-          Distribution of performance ratings. sebuah indikator kualitas dari ratersan kinerja adalah apakah semua atau kebanyakan nilai terlalu tinggi, terlalu rendah, atau mengelompok di sekitar pusat distribusi. hal ini dapat menunjukkan kesalahan yang disengaja seperti keringanan hukuman, kesederhanaan, dan kecenderungan terpusat.
-          Quality of information. Indikator kualitas yang lain dari ratersan kinerja adalah kualitas informasi yang disediakan pada awal dan akhir seksi pada formnya.
-          Quality of performance discussion meeting. Sebuah survei yang sifatnya rahasia dapat disalurkan kepada semua karyawan secara teratur untuk mengumpulkan informasi bagaimana supervisor dalam mengelola kinerja diskusi pertemuan tersebut.
-          System satisfaction. Sebuah survei rahasia juga dapat di distribusikan untuk menilai persepsi dari pengguna system, kedua ratersan dan rangking. Dalam surve ini termasuk ada pertanyaan tentang kepuasan dengan keadilan, kegunaan, dan akurasi.
-          Overall cost/benefit ratio. Cara yang cukup sederhana untuk mengatasi dampak keseluruhan dari sistem ini adalah meminta peserta untuk menilai keseluruhan biaya / rasio keuntungan dari sistem manajemen kinerja.

-          Unit – level and organization – level performance. Indikator lain bahwa sistem bekerja dengan baik diberikan oleh pengukuran kinerja unit dan tingkat organisasi.

Kamis, 29 Mei 2014

Analisa Stategic Planning dan Performance Management Account Officer di Bank Sahabat Sampoerna

BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Peranan  anggota dalam sebuah organisasi memiliki porsi yang krusial dalam menciptakan  keberhasilan tujuan organisasi, sama halnya dengan keberadaan karyawan dalam sebuah perusahaan yang sangat menentukan arah tujuan perusahaan. Sebuah hasil kerja akan tercapai tentunya dengan keunggulan utama yang dimunculkan dari peranan sumberdaya yang ada dalam perusahaan itu sendiri,  termasuk standar mutu yang telah ditetapkan. Hal ini dapat terlaksana dan berhasil dengan konsekuensi visi dan misi organisasi benar-benar dilakukan secara baik oleh sumberdaya yang kompeten.
Performance Management adalah suatu proses berkesinambungan pada pengidentifikasian, pengukuran dan pengembangan kinerja individu dan tim serta keselarasan kinerja tersebut dengan tujuan strategic perusahaan/organisasi (Aguins,2009). Pada umumnya, masing-masing Perusahaan memiliki setting goals yang berbeda. Arah pencapaian tujuan ini tertuang dalam visi dan misi melalui proses yang disebut strategic planning, Strategic planning memberikan arahan dan batasan mengenai apa yang harus dicapai oleh perusahaan dan bagaimana mencapainya.
Menurut Aguins (2011), bahwa performance management tidak memiliki peranan penting tanpa adanya strategic planning. Hal tersebut dikarenakan karena strategic planning menetapkan arah dan tujuan perusahaan yang mendorong langkah upaya tertentu yang akan berproses dalam performance management. Strategic Planning dapat dijadikan alat pedoman bagi karyawan dalam aktivitas hariannya karena mengidentifikasi perilaku dan hasil di kondisi nyata serta menjadi informasi kritikal dalam performance management system. Dengan adanya Strategic Planning maka keinginan Perusahaan dalam mencapai keberhasilan tujuannya lebih terstruktur dan mudah dalam penerapan visi misinya.
  
1.2  Profil Perusahaan
            PT. Bank Sahabat Sampoerna secara resmi berdiri pada tanggal 9 Mei 2012 serta merupakan bagian dari Sampoerna Financial Group dengan kantor pusat terletak di Gedung Sampoerna Strategic Square Jakarta. Sampoerna Financial Group merupakan salah satu dari lainnya Sampoerna Strategic Subsidiaries, yang terdiri dari ; PT. Sampoerna Agro Tbk, Samko Timber Limited, PT Buana Sakti, PT Sampoerna Padi, PT Sampoerna Bio Energi, PT Sampoerna Telekom,termasuk juga Organisasi Afiliasinya yakni Sampoerna Foundation.
            PT Bank Sahabat Sampoerna hadir dengan pelayanan perbankan seperti pada umumnya, sebagai bagian dari Group Sampoerna ,Bank Sahabat Sampoerna memiliki keuntungan atau kekuatan untuk memanfaatkan bisnis group perusahaan yaitu rantai bisnis group perusahaan. Sejak berdirinya Bank Sahabat Sampoerna, proses manajemen terpusat masih terus dikoordinasi untuk menetapkan beberapa line division sumber daya manusia yang nantinya akan mengisi posisi jabatan sesuai tanggung jawab kerjanya. Selama proses akuisi dan koordinasi Bank, beberapa aktifitas dilakukan diantaranya tim Human Capital mengadakan program rekruitmen karyawan melalui dua jalur,yakni; program recruitment MDP (management development program)yang merekrut fresh graduated untuk dididik values,on the job training selama 9 bulan;kemudian dengan pro hire karyawan dari Bank lain sesuai kebutuhan dan qualified.
            Tahun 2012 sejak diresmikannya Bank Sahabat Sampoerna, telah memiliki 7 cabang di Jakarta dan 2 cabang di Sumatera tepatnya Medan dan Pekanbaru, menginjak akhir tahun 2 cabang dibuka,diantaranya di kota Surabaya dan Palembang. Perusahaan terus bertumbuh dengan asset telah mencapai sekitar Rp1,2 Triliun per awal tahun 2013,hal ini secara langsung membutuhkan sumber daya yang tepat sesuai dengan corporate values untuk mengisi dan mencapai tujuan perusahaan, sesuai dengan pernyataan CEO (Bpk. Indra Supriadi) yang menyatakan “ Penerapan Budaya Kerja yang konsisten dari setiap individu di Sampoerna Financial Group merupakan suatu investasi dan pondasi keberadaan Sampoerna Financial Group jangka panjang. Perusahaan memiliki nilai-nilai Budaya,diantaranya : Iman dan Taqwa, persaudaraan, kerja-keras, kehati-hatian, kualitas, integritas.
Sebagai Bank umum, Bank Sahabat Sampoerna focus kepada segment Small business baik dari sisi asset maupun liabilities . Produk dan jasa perbankan Bank Sahabat Sampoerna pada umumnya sama dengan perbankan lainnya namun memiliki type sendiri,yakni : Produk Pendanaan(Giro,Tabungan,Deposito Berjangka); Produk Jasa(Inkaso,Kiriman Uang, Kliring); Produk Pinjaman(Modal kerja, Investasi, Konsumtif, Bank Garansi)


BAB II
PEMBAHASAN

  1. Jabatan yang akan dianalisa adalah salah satu jabatan dalam fungsi Marketing Credit di Sales and Distribution Department sebagai Account Officer. Area kerjanya adalah mengenal sifat market sesuai segmentasi Bank, melakukan penjualan produk Bank disertai proses kredit, maintenance nasabah sesuai ketentuan yang telah digariskan oleh manajemen.
Business Directorate
PT. BANK SAHABAT SAMPOERNA

 
















  1. Strategic plan (Mission, Vision, Value and Strategies) perusahaan maupun department, dapat diuraikan sebagai berikut.
Strategic Plan Perusahaan
Mission    : Memberdayakan masyarakat dengan memberikan kesempatan dan dukungan      agar berhasil di sektor usaha mikro kecil dan menengah.
Vission     : Menjadi institusi keuangan pilihan masyarakat dengan fokus pada sektor usaha mikro kecil dan menengah yang memberikan pelayanan yang amanah dan profesional.
Values     : Pertumbuhan berkelanjutan sebagai puncak tujuan  dengan didukung oleh 4 pilar value yakni; kerja keras, kehati-hatian, kualitas, integritas. Persaudaraan disertai iman dan taqwa dalam menjalankan aktifitas perusahaan.
                 Penerapan Corporate Values :
·         Meeting Regular
·         Doa Bersama, Ikrar Sahabat dan lagu penyemangat SFG
·         Potluck & Dana Taktis
·         Circle Time (informal sharing)
·         Sahabat Club (olah raga dan kesenian)
·         Serving Day (Kunjungan ke nasabah ikut proses bisnis)
·         Integrity Day (Acara peandatanganan komitmen oleh karyawan untuk melaksanakan integritas secara terus menerus di SFG)
·         Staff Outbound

Untuk dapat mengamalkan nilai-nilai perusahaan dalam keseharian kerja diperlukan perilaku-perilaku yang mampu mengarahkan tindakan kita ,perilaku-perilaku tersebut kemudian dirumuskan kedalam 6 perilaku sahabat diantaranya ; Ramah, Jujur, Selalu bisa, Proaktif, Mampu memberi solusi, Komunikasi Efektif.

GOALS
Goal Umum
            Menjadi lembaga keuangan pilihan masyarakat dengan 1 juta nasabah di tahun 2015 dengan NPL dibawah 2% serta menjadikan asset 10 T Rupiah.
Strategi : Penerapan values di tiap aktifitas Bank
Contoh  : Dalam melakukan penjualan produk Bank khususnya pinjaman kredit harus tetap mengutamakan prinsip kehati-hatian plus edukasi kepada nasabah.

Strategic Plan Department
Department : Sales and Distribution
Mission : Memenuhi target keuntungan perusahaan dengan produk kita yang berkembang
Menyusul akan diterapkannya e-banking dan juga dengan fasilitas yang telah dimiliki sebelumnya diantaranya ATM dll.
Mendapatkan banyak debitur yang menggunakan fasilitas Bank merata diseluruh cabang Bank Sahabat Sampoerna dengan distribusi pencapaian target lending dan funding yang maksimal.
Menjaga NPL , RR, dan LDR tetap pada porsi yang aman dan menguntungkan.
Vission :  Sahabat Sampoerna melayani nasabah dengan value yang tinggi dan dengan brand yang makin bertumbuh kedepannya ,sehingga menjadi pilihan lembaga keuangan masyarakat.
Untuk mencapai itu semua, dalam departemen SnD distribusi pelaporan target, koordinasi  tim marketing , serta evaluasi harus tetap ditingkatkan perkembangannya. Account Officer sebagai pejuang lending tetap melaksanakan beberapa aktifitas dan pelaporan penjualan produk lending Bank sesuai Job description AO(terlampir), termasuk diantaranya;
·         pengisian DSAR ( Daily Sales Activity Report )
·         pengisian BPSL mingguan
·         pengisian Monitoring board
contoh : terlampir