Rabu, 23 Juli 2014

Resume CHAPTER 10 : Cultur Typologies and Culture Surveys


Konsep baru menjadi bermanfaat jika mereka (1) membantu untuk memahami dan mengembangkan beberapa jalan keluar atas fenomena yang diamati, (2) membantu untuk menjelaskan apa yang menjadi struktur utama dalam fenomena dengan mengembangkan teori tentang bagaimana sesuatu bekerja, apa, mengatasi, (3) memungkinkan kita untuk memprediksi beberapa kadar bagaimana fenomena lain yang mungkin belum bisa dilihat tersebut dapat dilihat. Namun, dalam proses membangun kategori baru, kita mau tidak mau harus menjadi lebih abstrak. Selama kita mengembangkan abstraksi tersebut, hal itu mungkin menjadi seperti mengembangkan model, typologi, dan teori tentang bagaimana hal tersebut bekerja.
Keuntungan atas suatu typologi dan teori adalah menjadi patokan kita bahwa mereka mencoba menyusun beberapa variasi dari venomena yang berbeda. Kerugian dan bahaya adalah bahwa mereka begitu abstrak dimana mereka tidak cukup merefeksikan kenyataan dan memberikan seperangkat fenomena yang sedang diobservasi.

Typologi dan model yang kita gunakan dapat memberikan gambaran kita dalam melihat realita, dan hal ini dengan mudah seperti memahami sebuah pengalaman hidup. Akan berbahaya adaah ketika kita terbatas pada perhatian kita dalam menjangkau dan akan menjadi tanpa pertimbangan dengan menghormati apa yang sedang kita observasi.

Isu ketiga dalam menggunakan typologi memperikan fokus terhadap pertanyaan tentang bagaimana kita mencapai pada tingkat yang abstrak tersebut. Beberapa model budaya yang akan kita periksa mengumpulkan data dengan menanyakan kepada karyawan bagaimana mereka mempersepsikan organisasi mereka. Persepsi mereka tersebut kemudian dikumpulkan dan digabungkan kedalam lebih banyak konsep yang abstrak. Nilai final tersebut dapat menjadi ukuran yang reliabel atas persepsi karyawan dan indikator yang valid atas derajat tentang apa yang dipercaya karyawan terhadap organisasi mereka mempunyai strategi yang kuat atau lemah.



Problems in use of surveys
        1.            Not knowing what to ask. Jika kita mendefinisikan budaya sebagai mencakup keseluruhan dimensi internal dan internal, maka kita membutuhkan survey yang besar untuk melihat seluruh dimensi yang memungkinkan. Yang dimaksudkan adalah kita kita perlu mengetahui dasar pertanyaan yang akan kita cari tahu kemudian dimasukkan ke dalam survey.
        2.            Employees may not be motivated to be honest. Karyawan selalu mendukung untuk berterus terang dan jujur terhadap jawaban mereka, asalkan dengan jaminan bahwa jawaban mereka akan tetap dijaga dengan aman.
        3.            Employees may not understand the questions or interpret them differently.
        4.            What is measured may be accurate but superficial.
        5.            The sample of employees surveyed may not be representative of the key culture carriers.
        6.            The profile of dimension does not reveal their interaction or patterning into a total system.
        7.            The impact of taking the survey will have unknown consequences some of which may be undesirable or destructive. 

When to use surveys
Melakukan identifikasi pada beberapa permasalahan dengan survey seperti mengukur sebuah budaya dari bagian organisasi, hal tersebut, meskipun, waktu ketika curvey sangat berguna dan tepat.
  • Determining whether particular dimensions of culture are systematically related to some element of performance.
  • Giving a particular organization a profile of itself to stimulate a deeper analysis of the culture of that organization.
  • Comparing organizations to each orther on selected dimensions as preparation for mergers, acquisitions, and joint ventures.
  • Testing whether certain subcultures that we suspect to be present can be objectively differentiated and defined in terms of preselected dimensions that a survey can identify.
  • Educating employees about certain important dimensions that management wants to work on.

Typologies That Focus on Assumptions About Authority and Intimacy
Organisasi adalah hasil dari apa yang orang-orang lakukan bersama untuk sebuah tujuan bersama. Dasar dari sebuah hubungan antara individu dan apa yang organisasi dapatkan, oleh karena itu, dianggap sebagai dimensi budaya yang sangat mendasar di sekitar yang membuat sebuah typologi karena hal ini akan mengembangkan kategori kritis untuk menganalisis asumsi tentang kewenangan dan keakraban. Salah satu teori besar yaitu Etzioni`s (1975) perbedaan mendasar antara tiga tipe organisasi yang berlaku di setiap masyarakat:
1)      Coercive Organizations: individual pada dasarnya tergantung secara fisik atau alasan ekonomi dan harus, karena itu, mematuhi apapun aturan yang dikenakan oleh otoritas.
2)      Utilitarian Organization: individu menyediakan “a fair day`s work for a fair day`s pay” dan maka, berdiam atas apapun aturan yang perlukan untuk kinerja pada organisasi.
3)      Normative Organization: individu memberikan kontribusi atas komitmen mereka dan menerima otoritas yang berlaku karena tujuan dari organisasi secara mendasar sama dengan tujuan individu.

Typologies of Corporate Character and Culture
Typologies mencoba menangkap essensi budaya dalam organisasi yang pertama diungkapkan oleh Harrison (1979) dengan empat tipe dasar atas fokus utama mereka.
1)      Power oriented: organisasi didominasi oleh pendiri yang charismatic/autocratic
2)      Achievement oriented: organisasi yang didominasi oleh hasil kerja
3)      Role oriented: birokrasi masyarakat
4)      Support oriented: organisasi nonprofit atau organisasi keagamaan

Handy melihat hubungan antara type organisasi dan beberapa dewa utama dari yunani yang diwakili oleh :
  • Zeus: the club culture
  • Athena: the task culture
  • Apollo: the role culture
  • Dionysus: the existensial culture

Goffee dan Jones (1998) melihat karakter setara terhadap budaya dan menciptakan sebuah dasar typologi kedalam dua kunci dimensi: “Solidaritas” sebagai sebuah kecenderungan untuk menjadi rasa/pikiran suka, dan “sociability”-kecenderungan untuk menjadi lebih bersahabat dengan yang lain.
Goffee dan Jones menggunakan dimensi tersebut untuk identifikasi empat tipe atas budaya:
  • Fragmented: Low on both dimensions
  • Mercenary: High on solidarity, low on sociability
  • Communal: High on sociability, low on solidarity
  • Networker: High on both

Cameron dan Quinn (1999,2006) juga mengembangkan empat kategori tipologi dasar atas dua dimensi, namun dalam kasus mereka, dimensi tersebut lebih struktural- bagaimana keteguhan atau fleksibilitas organisasi dan bagaimana fokus secara eksternal dan internal. Dimensi tersebut dipandang secara terus menerus nilai bersaing:
  • Hierarchy: internal focus and stable; structured, well coordinated
  • Clan: internal focus dan flexible; collaborative, friendly, family like
  • Market: external focus and stable; competitive, result oriented
  • Adhocracy: external focus and flexible; innovative, dynamic, entrepreneurial

Selasa, 22 Juli 2014

Resume Singkat Supporting Journal : WHEN SUPPERVISOR FEEL SUPPORTED : RELATIONSHIP WITH SUBORDINATES’ PERCEIVED SUPPERVISOR SUPPORT, PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT AND PERFORMANCE.


ABSTRACT :
Peneliti melakukan survey kepada 248 karyawan di toko elektronik di USA dan supervisornya untuk menginvestigasi hubungan supervisors’ perceived organizational support (POS) dengan subordinates’ perception of supervisor support dari supervisor mereka (perceived supervisor support [PSS]), POS, and in-role dan extra role performance. Peneliti telah menemukan bahwa supervisor POS dihubungkan secara positive dengan persepsi subordinate pada supervisor support. Subordinate’s PSS dihubungkan secara positive dengan subordinate’ POS in role performance dan extra-role performance. Subordinates’ perception of support dari supervisor menghubungkan secara positive hubungan supervisor pos dengan subordinate pos dan performance.
Oval: Subordinate POS 

 









Hypothesis 1 : Supervisor POS akan dihubungkan secara positive dengan subordinate PSS.
Hypothesis 2 : Subordinate PSS akan dihubungkan secara positive dengan Subordinate POS.
Hypothesis 3 : PSS akan dihubungkan secara positive dengan Subordinates’ in-Role dan extra-role Performance.
Hypothesis 4 : PSS akan menjadi penghubung secara positive antara Supervisor POS dengan Subordinate POS, in-Role dan extra-role Performance.

Menurut organizational theory, POS adalah kewajiban untuk menolong oragnisasi untuk mencapai tujuannya secara objective termasuk partisipasi dalam extra role behavior seperti menolong karyawan yang lain.

Minggu, 20 Juli 2014

Resume CHAPTER 9 DEEPER CULTURAL ASSUMPTIONS : HUMAN NATURE, ACTIVITY AND RELATIONSHIP


Assumptions About Human Nature
Pada tingkat organisasi, asumsi dasar sifat manusia ditunjukkan secara jelas dengan cara bagaimana pegawai dan manajer dipandang. Di dalam tradisi Barat, asumsi tentang sifat manusia mengalami evolusi sebagai berikut :
1.      Manusia sebagai pelaku rasional-ekonomi
2.      Manusia sebagai makhluk sosial dengan kebutuhan utama sosial
3.      Manusia sebagai solusi masalah dan pengaktualisasi diri, dengan kebutuhan utama untuk ditantang dan menggunakan bakatnya
4.      Manusia sebagai sesuatu yang kompleks dan mudah dibentuk (Schein, 1965/1980)
Teori awal motivasi karyawan hampir didominasi dengan asumsi bahwa satu-satunya insentif yang diberikan kepada manajer adalah uang, karena diasumsikan motivasi karyawan adalah economic self-interest. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Hawthorne memuat jenis baru asumsi sosial, menyatakan bahwa karyawan termotivasi oleh kebutuhan terkait keanggotaan kelompok dan motif itu dapat melebihi economic self-interest.
Argyris, 1964, mengenalkan asumsi baru yaitu karyawan merupakan pengaktualisasi diri yang butuh tantangan dan pekerjaan menarik untuk konfirmasi diri dan menggunakan semua bakat yang dimilikinya. Teori motivasi Maslow (1954) mengatakan bahwa ada hirarki kebutuhan manusia, dan individu tidak akan melihat kebutuhan yang lebih tinggi sebelum kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah terpenuhi.
Teori yang saat ini berkembang masih berdasarkan asumsi bahwa sifat manusia kompleks dan mudah dibentuk, sehingga tidak dapat membuat pernyataan universal tentang sifat manusia. Malahan, kita harus siap terhadap variabilitas manusia. Variabilitas mencerminkan :
1.      Perubahan dalam siklus hidup yang mana motif dapat berubah dan berkembang saat manusia dewasa
2.      Perubahan dalam kondisi sosial dimana manusia mampu belajar motif baru yang dibutuhkan oleh situasi yang baru.
McGregor (1960) juga memperhatikan, karena manusia mudah dibentuk, maka mereka sering merespon secara adaptif pada asumsi yang diberikan. 

Assumptions About Appropriate Human Activity
Beberapa orientasi dasar yang berbeda telah diidentifikasi dari beberapa penelitian cross-sectional dan mempunyai implikasi langsung pada variasi yang dapat dilihat di organisasi.
The Doing Orientation
Identifikasi orientasi doing yang berhubungan erat dengan :
1.      Asumsi bahwa sifat dapat dikendalikan dan dimanipulasi
2.      Orientasi pragmatis terhadap sifat secara nyata
3.      Sebuah kepercayaan terhadap kesempurnaan manusia (Kluckhohn dan Strodtbeck, 1961).
Dengan kata lain, hal yang tepat untuk dilakukan manusia adalah mengambil alih dan secara aktif mengendalikan lingkungan dan takdir mereka.

The Being Orientation
Orientasi being berhubungan erat dengan asumsi bahwa alam begitu kuat dan manusia harus tunduk pada alam. Orientasi ini mengimplikasikan fatalisme, karena manusia tidak dapat mempengaruhi alam, manusia harus menerima dan menikmati apa yang dimiliki. Organisasi yang operasionalnya mengikuti orientasi ini mencari niche dalam lingkungannya yang membuat mereka lebih memilih bertahan dan beradaptasi dengan lingkungan eksternal daripada menciptakan pasar atau dominasi lingkungan.

The Being-in-Becoming Orientation
Orientasi ketiga berada antara dua orientasi sebelumnya, yaitu orientasi being-in-becoming mengacu pada ide bahwa individu harus mencapai harmoni dengan alam dengan cara mengembangkan kapasitas yang dimiliki secara penuh dan kemudian mencapai kesatuan yang sempurna dengan alam. Fokus terletak pada pengembangan daripada kondisi statis. Relevansi orientasi ini dalam organisasi dapat dilihat pada perilaku dan norma saat mengekspresikan emosi.


Assumptions About the Nature of Human Reationship
Pada inti setiap budaya yaitu asumsi tentang cara yang tepat bagi individu untuk berhubungan dengan sesama untuk membuat kelompok yang aman, nyaman dan produktif. Sebagai manusia sosial yang hidup di organisasi, merupakan hal yang fundamental untuk mengadakan konsensus dalam proses operasional organisasi. Hal ini karena fakta bahwa manusia mempunyai otak dan fungsi kognitif yang berkembang pesat, maka manusia mempunyai emosi yang harus dikendalikan dan niat atau keinginan yang harus menemukan saluran. Sehingga dikonsepkan beberapa pertanyaan bagi anggota organisasi untuk bisa fokus pada tugas yang harus dipenuhi. Beberapa pertanyaan yang dikonsepkan adalah sebagai berikut.
1.      Identity and Role : siapakah saya di dalam kelompok ini  dan apakah peran saya?
2.      Power and Influence : akankah kebutuhan saya terkait pengaruh dan kendali dapat terpenuhi?
3.      Needs and Goals : akankah tujuan kelompok memungkinkan saya memenuhi kebutuhan saya sendiri?
4.      Acceptance and Intimacy : akankah saya diterima, dihormati, dan dicintai dalam kelompok ini? Seberapa dekat hubungan kita?

Individualism and Collectivism
Semua masyarakat harus mengembangkan sistem untuk mendorong individualitas dan loyalitas kelompok, tetapi membedakan asumsi mereka tentang apa yang pada akhirnya merupakan unit dasar (Kluckhohn dan Strodtbeck, 1961). Studi komparasi Hofstede (2001) memperkuat poin ini dalam mengidentifikasi individualisme-kolektivisme sebagai salah satu dimensi yang membedakan tiap negara dalam surveinya.

Dalam istilah empat pertanyaan fundamental, masyarakat individualistik mendefinisikan peran dengan istilah pencapaian pribadi, lisensi agresi melalui kompetisi personal, memberikan kualitas tinggi pada ambisi serta mengartikan keintiman dan cinta dengan istilah yang sangat personal. Pada masyarakat kolektivisme, identitas dan peran diartikan dengan istilah keanggotaan kelompok, lisensi agresi terutama pada kelompok lainnya, memberikan nilai yang kurang pada ambisi pribadi, dan menyalurkan cinta terutama di dalam kelompok.

Power Distance
Setiap negara mempunyai perbedaan dalam tingkat hirarki sejauh mana kemampuan individu mengendalikan perilaku satu sama lain. Individu yang berada di negara dengan jarak kekuasaan tinggi, seperti Philipina, Mexico, dan Venezuela merasa lebih tidak setara kedudukan antara atasan dan bawahan daripada individu yang berada di negara dengan jarak kekuasaan lebih rendah, seperti Denmark, Israel dan New Zaeland. Jika kita lihat pada indeks yang sama berdasarkan pekerjaan, jarak kekuasaan yang lebih tinggi lebih banyak ditemukan di antara pekerja tidak ahli dan semi ahli, daripada di antara pegawai profesional dan manajer.

Pada tingkat organisasional, asumsi tentang hubungan mencerminkan budaya yang lebih luas tetapi sudah terelaborasi dan terdiferensiasi. Pemilik atau pemimpin mempercayai bahwa satu-satunya jalan membuat perusahaan beroperasi adalah dengan memberi tugas pada pegawainya, memantau kinerja individu, meminimalkan kelompok dan pekerjaan yang kooperatif karena hanya akan mengarah pada solusi kelompok atau yang lebih buruk yaitu penyebaran tanggung jawab. Sedangkan pemimpin yang lain justru lebih menekankan kerja sama dan komunikasi di antara subordinat sebagai jalan terbaik untuk memecahkan masalah dan mengimplementasi solusi karena hal itu akan membimbing pegawai pada kerja tim yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.  Kedua pemimpin ini mengembangkan gaya bekerja yang berbeda, yang akan tercermin pada proses organisasi, sistem reward dan sistem kontrol.

Basic Characteristics of Role Relationship
Pada setiap hubungan antar manausia, kita bisa menanyakan beberapa pertanyaan sebagai berikut.
a.       Degree of emotionality : apakah hubungan sangat jauh dan “profesional” seperti pada hubungan dokter-pasien atau sangat emosional seperti pertemanan?
b.      Degree of specificity vs. Diffuseness : apakah hubungan sangat spesifik, berurusan hanya dengan alasan yang tepat untuk hubungan, seperti hubungan penjual dan pembeli, atau membaur seperti pertemanan?
c.       Degree of universalism vs. Particularism : apakah partisipan dalam hubungan melihat satu sama lain dengan cara yang sangat “universalistic” berdasarkan stereotip, seperti pada hubungan profesional, atau apakah mereka menganggap satu sama lain dengan cara “particularistic” sebagai manusia seutuhnya seperti di dalam hubungan pasangan atau pertemanan?
d.      Degree of status ascription vs. Achievements : apakah reward sosial seperti status dan peringkat, ditugaskan atas dasar apa orang itu karena kelahiran atau keanggotaan keluarga, atau atas dasar apa yang dicapai seseorang dengan usahanya?

Dimensi-dimensi ini mengidentifikasi area spesifik dimana makrokultur berbeda banyak, menyebabkan masalah komunikasi dalam kelompok multikultural. Di negara kolektivist, membentuk hubungan yang diperlukan untuk bekerja, dapat menciptakan masalah bagi manajer kompetitif individualistik yang membutuhkan pekerjaan segera diselesaikan. Karena orang dengan orientasi tugas tidak memahami sudut pandang orang yang berorientasi hubungan, bahwa tugas atau pekerjaan tidak bisa diselesaikan jika tidak ada hubungan baik yang terbangun. Sehingga diperlukan pemahaman yang baik terhadap hal-hal seperti ini, dimana setiap anggota mempunyai asumsi yang berbeda tentang dimensi hubungan.

Rules of Interaction – The Joint Effect of Time, Space, and Relationship Assumptions
Dalam setiap kelompok manusia, anggota cepat atau lambat menyadari bahwa untuk mempertahankan kelompok, mereka harus mengembangkan aturan dan norma yang membentuk lingkungan aman untuk semuanya. Anggota kelompok harus belajar menjaga muka satu sama lain dan harga diri jangan sampai lingkungan sosial menjadi bahaya.

Isi dari aturan dasar interaksi berbeda dari budaya satu ke budaya lain tetapi kehadiran aturan dapat diperkirakan untuk kelompok yang mempunyai stabilitas dan sejarah bersama. Fungsi aturan sosial adalah untuk memberikan makna bagi anggotanya, untuk menciptakan keamanan psikologis melalui aturan interaksi yang menjaga wajah dan harga diri dan untuk menetapkan batas-batas individu dan aturan interaksional untuk cinta dan keintiman.

Ringkasan dan Konklusi
Dalam bab ini kita membahas dimensi budaya lebih dalam yang berkaitan dengan sifat manusia, aktivitas manusia dan hubungan manusia. Kita telah melihat kembali asumsi dasar sifat manusia sebagai makhluk, kalkulatif, sosial, pengaktualisasi diri atau kompleks, menjadi positif dan mudah dibentuk (teori Y) atau negatif dan tetap (teori X). Kemudian kita mengulas dimensi dasar yang digunakan untuk menggambarkan hubungan manusia. Yang paling fundamental adalah apakah kelompok lebih individualistik dan kompetitif atau kolektivis dan kooperatif. Semua kelompok mempunyai bentuk hirarki, tetapi dimensi budaya yang relevan merupakan derajat jarak yang dirasakan antara level atas dan level bawah dalam hirarki.

Dalam membentuk masyarakat, semua anggota harus memecahkan masalah tentang identitas mereka. Dalam proses ini, kelompok belajar bagaimana menstruktur hubungan dalam istilah dimensi tentang seberapa besar emosional atau netral, seberapa menyebar atau spesifik, seberapa universal atau partikular dan seberapa bernilai pencapaian seseorang.

Pada semua kelompok, asumsi tentang ruang, waktu dan hubungan membentuk aturan tentang interaksi yang menciptakan dan memelihara aturan sosial yang mengatur makna, agresi dan intimasi. Budaya begitu dalam, luas, kompleks dan multidimensional, sehingga kita harus menghindari godaan untuk fenomena  stereotip organisasional terkai satu atau dua dimensi yang menonjol.

Sabtu, 19 Juli 2014

Resume : The Transfer of Employment Practices Across Borders in Multinational Companies


Pendahuluan
Salah satu fitur kunci yang membedakan perusahaan multinational yaitu mereka memiliki kapasitas untuk menerapkan keahlian dalam operasi mereka di suatu negara yang telah dikembangkan di negara lain, salah satu elemennya yaitu transfer praktik kerja melintasi perbatasan. Kapasitas ini dapat dilihat sebagai sumber potensial untuk efisiensi yang lebih baik di MNC dibandingkan dengan perusahaan yang berdasar hanya pada tingkat nasional. Sifat dari masalah yang terjadi pada transfer kerja praktik. Masalah dasar dari transfer praktik kerja muncul pada bagian dari cara mereka tertanam dalam konteks nasional, praktik kerja seperti kebiasaan sosial lainnya sangat dipengaruhi oleh konteks dimana mereka beroperasi. Sistem politik dan tradisi politik yang paling dominan yang didalamnya membentuk beberapa aspek kunci dari hubungan kerja, khususnya kekuatan dari organisasi tenaga kerja dan sifat dari peraturan kerja. Selain itu sistem legal, seperti dalam merancang prosedur dan lingkungan institusi berkaitan dengan hubungan kerja dan selanjutnya penciptaan norma dan nilai (budaya).
Why Transfer Practices?
Mengapa banyak manajer senior lebih memilih untuk terlibat dalam transfer tersebut? mengapa mereka tidak mengambil pendekatan yang sangat terdesentralisasi, memungkinkan aktor di berbagai negara dimana perusahaan memiliki anak perusahaan untuk menentukan tipe dari praktik kerja yang sesuai dengan konteks nasional tertentu?
Beberapa manajer memang melakukannya karena tekanan dari multikulturalisme, merupakan hal yang cukup signifikan untuk menjamin pendekatan “hands-off” dalam praktik kerja dari manajemen senior. Tanggapan nasional ini dinamakan “polycentric” oleh Perlmutter (1969) yang beranggapan polycentric style mengakui bahwa karena orang itu berbeda di tiap negara standar kerja, insentif dan metode pelatihan juga harus berbeda. Selain itu adanya tekanan untuk beradaptasi yang sering disebut “host country effect” dengan menyesuaikan peraturan dan norma yang berlaku di host country. Mengesampingkan norma lokal mengakibatkan biaya yang besar, meskipun untuk perusahaan besar internasional. Biaya ini dapat berwujud dalam bentuk hukuman yang bertentangan dengan hukum dan peraturan, namun pada umumnya tidak berwujud yaitu dalam bentuk kehilangan “goodwill” dari aktor lokal.
Terdapat tiga kategori besar atas penjelasan –pasar,budaya dan politik- yang telah digunakan untuk menjelaskan daya tarik dari transfer (Edwards et al, 2007), istilah pertama yaitu :
(1) Pendekatan “market-based”, melihat transfer dari praktik kerja sebagai sumber potensial peningkatan efisiensi. Banyak penulis pada HRM di MNC menyebutkan kekuatan persaingan pada pasar produk global yang sering dimainkan oleh multinasional dimana perusahaan akan kehilangan kesempatan dalam meningkatkan efisiensi jika tidak terlibat dalam berbagi “best practice”. Selain itu dalam evolusi tahap mature untuk perusahaan yang merentangkan bisnisnya pada banyak negara yang berbeda disebut bentuk “transnasional”, dimana berdasarkan pada “integrated network” yang menanamkan berbagi keahlian dan pengetahuan satu sama lain. Menurut Taylor et al (1996) yaitu ide dari kompetensi organisasi dan bagaimana MNC dapat meningkatkan posisi kompetitifnya dengan mentransfer kompetensi tersebut antar operasi mereka. Namun dalam pendekatan market-based mengecilkan adanya resiko atas sifat dari transfer, keseimbangan antara mengadopsi kebijakan yang terintegrasi secara global dan sensitif lokal cenderung digambarkan sebagai masalah teknis, dimana manajer senior hanya perlu membuat keputusan yang beralasan.
(2) Pendekatan “cultural”, banyak yang berpendapat proses transfer praktik didalamnya tidak begitu banyak diatur oleh kekuatan persaingan namun salah satunya dibentuk oleh warisan budaya nasional dan budaya korporasi, MNC harus seimbang dengan kebutuhan untuk peka terhadap kondisi lokal. Terdapat dua poin penting dalam pendekatan cultural: Pertama, memberikan penjelasan, meskipun parsial, mengapa MNC harus mengadaptasi praktik mereka pada kondisi lokal daripada mengimplementasikan praktik umum di seluruh operasi mereka, dimana meskipun dalam perusahaan dengan budaya yang kuat, didalamnya terdapat variasi nilai-nilai karyawan pada tingkat lokal. Kedua, budaya nasional mempengaruhi perilaku MNC dengan mendorong mereka untuk mengambil aspek dari budaya nasional dari budaya di negara asalnya. Namun pendekatan ini cenderung gagal untuk menemukan nilai-nilai budaya dalam konteks sosial seperti, politik tertentu, legal dan lingkungan institusi.
(3) Pendekatan “political”, merupakan pendekatan yang melihat aktor dalam organisasi bersedia untuk terlibat dalam proses transfer sebagai sarana untuk memperoleh legitimasi dan untuk memajukan kepentingan mereka sendiri. Berperan sebagai “good corporate citizens” dengan cari ini mungkin menjadikan cara untuk memajukan klaim individu untuk promosi atau untuk peningkatan pembayaran (Edwards, 1998). Namun fokus pada “micro-politics” organisasi tidak banyak memberitahu tentang sistem bisnis nasional yang lebih luas yang mempengaruhi MNC dan akibatnya tidak terlalu mengungkapkan dalam pemahaman pentingnya darimana transfer praktik itu berasal, juga tidak memberitahu banyak tentang kendala pada transfer praktik yang berasal dari luar perusahaan.
The Four Influence Framework
Pengaruh ini berasal dari kombinasi perbedaan antara sistem bisnis nasional dan pertumbuhan internasionalisasi aktivitas ekonomi.
Country of Origin Effect
Dimana negara dimana MNC berasal membuat efek khas nasional pada gaya manajemen secara umum dan sifat praktik kerja pada khususnya, banyak sumber mengindikasikan meskipun MNC terbesar pun mempertahankan akar yang kuat di negara asal mereka. Sumber dari country of origin effect (efek dari negara asal) yaitu:
·         Salah satu sumber efek negara asal yaitu dominasi warga negara asal pada posisi manajerial senior, efek yang signifikan yaitu terletak dalam cara tradisi manajerial dari negara asal membentuk sifat dari keputusan kunci. Aktor dalam organisasi pada negara asal dapat menjadi pemain kunci dalam transfer praktik, transfer tersebut dikarakteristikan dengan aliran otoritas yang kuat dari pusat ke anak perusahaan di negara berbeda.
·         Sumber lain yaitu berkaitan dengan cara perusahaan dibiayai dan diatur, pembiayaan dilakukan melalui bank, pasar saham dan institusi finansial lainnya di negara asal.
·         Sumber lainnya yaitu konsentrasi dari aktivitas kunci di negara asal, khususnya aktivitas R&D yang cenderung fokus pada negara asal.
Dominance Effects
Faktor kunci adalah persepsi mereka tentang kekuatan dan kelemahan kinerja ekonomi antar negara. Peningkatan Kinerja yang kuat di satu negara menimbulkan keinginan dari perusahaan-perusahaan di negara lain. Smith dan Meiskins (1995: 255-6) berpendapat bahwa hierarki ekonomi dalam sistem internasional menimbulkan pengaruh dominasi, Negara di posisi dominan sering mengembangkan metode produksi atau mengatur pembagian kerja yang telah mengundang persaingan dan kepentingan. Dampak dari pengalihan praktek kerja, logika dari pengaruh dominasi adalah bahwa transfer tersebut tidak semata-mata diciptakan oleh warisan dan kekuatan lembaga, tetapi juga dibentuk oleh tekanan kompetitif di tingkat internasional.

Dalam konteks hegemoni politik dan industri, Amerika Serikat muncul dari perang tanpa cedera dibandingkan dengan rekan-rekan tempat lain, sistem bisnis Amerika lebih signifikan, dan mempengaruhi bentuk restrukturisasi di Eropa dan Jepang (Djelic, 1998). Dalam bentuk yang paling sederhana konsep dominasi terbuka adalah mendapat sejumlah kritik;  
 1.            Pertama, bersandar pada asumsi bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat pertumbuhan ekonomi antara negara maju, bahkan, perbedaan-perbedaan tidak begitu besar seperti yang sering diasumsikan.
 2.            Kedua, di mana ada perbedaan yang signifikan dalam kinerja ekonomi antar negara, hanya sebagian yang dapat dijelaskan oleh divergensi dalam bentuk ekonomi organisasi. Beberapa penjelasan terletak pada proses 'konvergensi dan catch-up'. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat dalam perekonomian seringkali karena pemulihan dari kejutan yang buruk atau penggunaan sumber daya yang lebih intensif dan bukan hasil dari fitur utama dari sistem bisnis nasional.
 3.            Ketiga, gagasan dominasi dapat menampakkan bahwa sistem usaha nasional ditandai dengan seperangkat struktur dan praktek homogeneous yang beroperasi di seluruh perusahaan, dan bahwa perusahaan-perusahaan lain di negara tersebut dapat mengidentifikasi dan berusaha untuk meniru mereka.

Selain kritik-kritik tersebut, konsep dominasi mempertahankan beberapa kegunaan. Ketika dianggap sebagai ukuran perkiraan ideologi manajemen dan cara untuk menjelaskan bagaimana persepsi para pelaku membuat perubahan yang dinamis dan difusi itu menambah pemahaman dari proses transfer. Pudelko dan Harzing (2007) menunjukkan bahwa pengaruh dominasi sangat penting untuk perusahaan MNC dalam mengelola tenaga kerja internasional mereka. Ketika mereka mengatakan, bahwa fungsi (SDM) umumnya dianggap sebagai fungsi bisnis yang paling lokal,  menunjukkan tanda-tanda yang sangat kuat dari konvergen ke model dominan, terlepas dari negara-negara tuan rumah yang terlibat (2007: 536). Pelaku dalam perusahaan MNC dapat merasakan keragaman praktek kerja di sistem nasional sebagai kesempatan untuk memajukan posisi kompetitif, baik dari perusahaan secara keseluruhan dalam kaitannya dengan perusahaan lain, atau unit di mana mereka bekerja dalam hubungannya dengan unit lain dalam perusahaan. Dari pendekatan rasional, pelaku dapat memanfaatkan gagasan dominasi untuk memajukan posisi mereka sendiri dalam perusahaan.

Bagian dari ide 'dominance effects' adalah bahwa aliran praktek dapat timbul dari tempat yang berbeda dan tidak semata-mata dari negara asal untuk operasi perusahaan di negara lain. Namun, dalam kasus perusahaan MNC dari ekonomi berkembang, atau perkembangan ekonomi, pengaruh dominasi telah berdampak buruk, akan menantang pengaruh negara asal. Hasil yang mungkin adalah bahwa praktek-praktek yang ditransfer di sebuah perusahaan MNC mungkin berasal dari anak perusahaan asing. memang, ada bukti-bukti bahwa transfer tersebut memutarbalikkan agar tidak terjadi dan dibentuk oleh gagasan dominasi (Edwards dan Ferner, 2004).

Internasional Integration
Unsur ketiga untuk kerangka kerja terkait sejauh mana perusahaan MNC secara internasional dapat terintegrasi, yang didefinisikan sebagai generasi dari hubungan lintas batas antar-unit. Sejumlah perkembangan terakhir telah menciptakan ruang untuk perusahaan MNC untuk membangun hubungan kuat antara operasi internasional mereka. Sehubungan dengan pasar produk, perbedaan selera konsumen tampaknya telah membuat- suatu proses di mana iklan dan strategi pemasaran perusahaan MNC sendiri telah berkontribusi, sehingga lebih mudah bagi perusahaan untuk menyadari hubungan sinergis antara anak perusahaan mereka.

Ditambah dengan perbaikan tersebut, perubahan dalam komunikasi dan transportasi telah memfasilitasi koordinasi internasional dan perusahaan MNC telah banyak memperkuat keterkaitan antar-unit dengan mengembangkan struktur baru untuk operasi internasional mereka. Biasanya, mereka sudah pindah dari negara berbasis struktur terhadap pengorganisasian diri di sekitar divisi global atau blok regional. Misalnya, operasi IBM tidak terstruktur sepanjang garis dari berbagai negara di mana perusahaan beroperasi, seperti IBM atau IBM Cina Kanada, melainkan mereka akan disusun dalam kedua divisi global, seperti perangkat lunak dan layanan, dan regional blok, seperti Eropa, Timur Tengah dan Afrika (EMEA) dan Amerika Utara.

Marginson (2000: 11) berpendapat bahwa Eropa adalah 'ruang ekonomi, politik dan peraturan dengan karakter yang dinamis dan khas ketika diatur  lebih luas, global, perkembangan menjadi dua wilayah "Triad". Akibatnya, perusahaan MNC Eropa telah menciptakan banyak aspek yang berpengaruh pada struktur, dengan potensi untuk mengembangka kebijakan di HRM di seluruh Eropa.
           
Sebuah bentuk yang berbeda dari integrasi adalah untuk perusahaan MNC untuk menjaga penyediaan produksi atau jasa di negara asal tetapi untuk menggunakan segmentasi di mana peran operasi di berbagai negara cukup berbeda satu sama lain. Integrasi internasional juga dapat mengambil bentuk standarisasi operasi, dengan unit-unit di berbagai negara melakukan kegiatan yang sangat mirip. Contoh, produksi farmasi, beberapa manufaktur makanaan cepat saji, yang telah mengembangkan standar produk dan produksi yang sama atau penyediaan jasa teknik tetapi di mana ada pelaku teknis atau pasar yang mencegah perusahaan dari pasar standar pelayanan melalui ekspor. Mengingat bahwa operasi di negara yang berbeda memiliki kesamaan, penting terdapat ruang yang cukup untuk untuk mentransfer praktik lintas batas (Edwards dan Zhang, 2008).

Singkatnya, tekanan untuk mencapai integrasi internasional mencerminkan sifat persaingan dan struktur operasi di sektor-sektor tertentu. Hal ini menjadi 'standar' perusahaan MNC bahwa kekuatan negara asal dan dominasi akan dirasakan paling kuat, sedangkan sektor dibatasi oleh perbedaan nasional dan di mana perusahaan MNC telah mengembangkan operasi internasional yang tersegmentasi, pengaruh dari negara asal dan dominasi adalah cenderung lebih diredam. Kekuatan pasukan ini meskipun tidak ditentukan secara eksklusif dengan tingkat dan bentuk integrasi internasional, tetapi juga oleh karakteristik dari sistem kerja negara tuan rumah di mana perusahaan MNC beroperasi.



Host Country Effects
Ada sejumlah aspek sistem bisnis nasional yang dapat membatasi lingkup MNC dalam transfer praktek. Sistem hukum ketenagakerjaan ke tingkat yang lebih besar atau lebih kecil menimbulkan kendala bagi pengusaha menerapkan praktek di tempat kerja. Selain itu, sifat  utama institusi pasar kerja, seperti serikat dan dewan kerja, menyajikan keterbatasan serupa, baik secara langsung melalui mempengaruhi bentuk perwakilan karyawan, dan secara tidak langsung melalui dampak lembaga-lembaga dalam mengerahkan pada area lain dari hubungan kerja. Ada juga hambatan budaya untuk mentransfer praktek untuk menjadi tuan rumah. Hal ini menggambarkan cara di mana kelembagaan dan budaya fitur sistem bisnis nasional membatasi ruang lingkup untuk transfer, dan cara di mana pelaku di negara tuan rumah mungkin dapat memblokir transfer ketika mereka melihatnya sebagai menantang kepentingan mereka.

Maccoby (1997: 165) berpendapat bahwa Perusahaan-perusahaan AS telah berkonsentrasi pada penggunaan produksi ramping untuk menghilangkan limbah dan cacat, dan meremehkan penekanan gaya Toyota pada penciptaan 'kepercayaan' dan memfasilitasi 'belajar'.

Sementara kekhususan sistem bisnis host country dapat melaksanakan kendala pada transfer, mereka akan mutlak atau parsial, kendala ini akan sering ditempa dengan pengaruh perusahaan MNC yang besar. Dengan terus bergerak daripada tergantung pada seperangkat operasi, manajer senior di perusahaan MNC besar dapat menekan pemerintah dengan peraturan yang lebih santai dan serikat menekan dengan membuat konsesi selama kolektif tawar-menawar.

Memang, beberapa penulis berpendapat bahwa kendala lokal lebih lemah daripada yang dirasakan pada umumnya, dengan perusahaan MNC dalam posisi yang kuat (Kostova et al., 2008). Namun, peran pengaruh negara tuan rumah dalam transfer praktek tidak hanya soal manajer di kantor pusat mencoba untuk memecah perlawanan. Untuk beroperasi secara berpengaruh, sebuah praktek tertentu mungkin tergantung pada pekerja yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang tinggi. Dengan tidak adanya ini, pelaku organisasi mungkin tidak memiliki kemampuan untuk beroperasi praktek yang bersangkutan. Dalam hal ini, negara tuan rumah tidak 'menerima' untuk mentransfer, tapi ini kurangnya kesiapan bukan karena oposisi. Contoh hal ini adalah pelaksanaan oleh perusahaan MNC Jepang versi diubah dari produksi ramping di Brazil; amandemen mengurangi persyaratan bagi pekerja untuk melakukan rotasi di berbagai tugas sejak pekerja Brazil cenderung kurang luasnya keterampilan yang diperlukan untuk bentuk kerja yang fleksibel (Humphrey, 1995).

Ketika terjadi resistensi untuk mentransfer, tidak akan selalu terbatas pada pelaksanaan praktek. Perlawanan juga bisa muncul pada tahap awal, yakni pada saat mencari praktek-praktek yang memiliki potensi untuk disebarkan. Dimana orang-orang di markas mengatur mekanisme yang dirancang untuk mengidentifikasi praktek di salah satu bagian dari perusahaan yang dapat dilaksanakan di wilayah lain dan menggabungkan ini dengan membangun hubungan kompetitif antara unit yang berbeda, pelaku di tingkat pabrik mungkin enggan untuk berbagi keahlian mereka dengan rekan-rekan mereka karena takut merusak kinerja mereka dalam kelompok. Daripada membiarkan pabrik lain dengan siapa mereka berada dalam persaingan menggunakan praktek-praktek dikembangkan di pabrik mereka sendiri, beberapa mungkin lebih memilih untuk tetap berada dengan orang yang mereka anggap memberi mereka keuntungan.

Case
General Motors in Spain
·         Dalam kasus General Motors, cara utama di mana perusahaan belajar tentang praktek-praktek ini adalah melalui kolaborasi dengan Toyota yang dimulai pada awal tahun 1980. Usaha patungan antara dua perusahaan, disebut sebagai NUMMI, dianggap penting karena dilihat  oleh Manajemen GM sebagai cara untuk memfasilitasi pembelajaran tentang praktik manajemen Jepang
·         Terbujuk oleh gagasan bahwa kerjasama tim memiliki potensi bermanfaat di seluruh operasinya, manajer senior berusaha untuk mentransfer ke lokasi lain di seluruh dunia sebagai bagian dari standar sistem produksi dalam perusahaan.
·         Pada Anak perusahaan GM di Spanyol, demikian juga dengan yang lainnya, GM dihadapkan hambatan untuk mengatasi serikat pekerja. Ada dua konfederasi serikat pekerja utama di Spanyol. Pertama, UGT berhubungan dekat dengan Partai Sosialis (PSOE), dan dianggap menjadi moderate; dan kedua, CCOO berorientasi komunis yang berakar pada perlawanan di tempat kerja terhadap kediktatoran Franco (Martinez Lucio, 1998).
·         Selain perwakilan serikat pekerja, terdapat perwakilan pekerja yang dikenal sebagai  (de Comité Empresas), atau komite pekerja. Sementara secara resmi terpisah dari serikat pekerja, dalam banyak kasus delegasi yang dipilih oleh komite pekerja ini juga merupakan perwakilan serikat pekerja. Sistem dual serikat kerja dan komite ini harus berhadapan dengan manajer GM dalam upaya untuk menerapkan kerja sama tim.
·         Bentuk kerja sama tim disukai oleh manajemen untuk pabrik di Spanyol karena mempunyai banyak unsur yang sama dengan pabrik lainnya. Aspek kunci meliputi: pekerjaan diatur dalam sebuah tim antara 8 dan 15 orang; operator berputar mengelilingi seluruh pekerjaan dalam tim; melakukan pertemuan tim secara rutin untuk membahas perbaikan pekerjaan; dan tentang pembinaan "semangat tim" antara pekerja dan perusahaan '(Ortiz, 1998: 46).
·         Proposal awal mempertimbangkan pekerja pemeliharaan tergabung dengan pekerja produkis dalam 'tim campuran'. Selain itu, penunjukan seorang team leader oleh perusahaan adalah penting karena ia memiliki peran dalam penilaian dan promosi anggota tim. Manajer dan serikat memulai proses negosiasi tentang pengenalan kerja sama tim. Serikat pekerja awalnya ragu-ragu, khawatir tentang potensi kehilangan pekerjaan, prospek kerja kian intensif, bahaya menjadi anggota serikat yang terpinggirkan oleh identifikasi pekerja dalam tim mereka, dan kemungkinan bahwa para pekerja tidak akan berbagi dalam manfaat atas hasil produktivitas yang lebih tinggi.
·         UGT dan CCOO melakukan kerja sama dengan manajemen dan berhasil menegosiasikan sejumlah konsesi. Misalnya, kerja tim itu harus diujicobakan selama satu tahun di pertama dan pekerja hanya akan bergabung dalam percobaan secara sukarela, dan pekerja pemeliharaan dikeluarkan dari tim kerja sama. Namun disisi lain, perwakilan serikat juga melihat beberapa keuntungan dalam tim kerja sama yaitu rotasi pekerjaan bisa membantu meringankan monoton dan menghindari pengulangan bahaya ketegangan; banyak pekerja (terutama yang di kelas rendah) dapat dipromosikan; kerja sama tim bisa meningkatkan otonomi pekerja, dan bisa juga meningkatkan informasi kepada pekerja dan serikat pekerja.
·         Potensi oposisi dari anggota serikat semakin terkikis oleh tekanan dari perusahaan, karena manajer menekankan karakter perusahaan MNC dan posisi kompetitif pabrik didalamnya. Banyak pemimpin serikat telah dibawa untuk mengunjungi pabrik lain yang melakukan kerja sama tim, menciptakan rasa itu menjadi sebuah perkembangan yang tak terelakkan di Spanyol juga. Untuk pemimpin CCOO, menentang kerja sama tim sepertinya sia-sia karena UGT telah sepakat dengan manajemen dalam menerapkan kerja sama tim.
·         Dalam konteks, perjanjian dicapai pada komite kerja. Hal ini menunjukkan cara sebuah perusahaan yang kuat dapat memberikan pengaruh terhadap kendala sistem bisnis nasional. Dengan menanamkan hubungan kompetitif antara pabrik, dan dengan membuat konsesi pada beberapa aspek rencana mereka, manajer mampu memecah perlawanan dari serikat pekerja, sehingga kendala menjadi parsial dan bukan mutlak.
·         Namun, ini bukan akhir dari cerita. Pada akhir skema percontohan ada panggilan dari serikat minoritas, USO, untuk surat suara tenaga kerja untuk memutuskan apakah akan tetap dengan kerja sama tim. Meskipun kampanye untuk ratifikasi dari semua serikat buruh, para pekerja memilih untuk menolak usulan tersebut. Tampaknya ada beberapa alasan mengapa karyawan semakin bermusuhan dengan kerja sama tim daripada serikatnya. Beberapa pekerja, terutama yang memiliki keahlian langka, enggan untuk terlibat dalam rotasi pekerjaan karena berarti pindah ke pekerjaan yang kurang diminati sehingga dapat menyebabkan hilangnya status para pekerja ini.
·         Secara umum, permusuhan hubungan industri tradisi pabrik berarti bahwa banyak pekerja yang ragu-ragu tentang motif manajemen. Meskipun ada kemungkinan bahwa banyak pekerja di pabrik GM di negara lain juga merasakan kekhawatiran tersebut, terdapat kendala tersendiri dalam sistem hukum kerja Spanyol. Ortiz menyimpulkan bahwa banyak karakteristik sistem nasional hubungan industrial membentuk sikap serikat pekerja dan pekerja untuk kerja tim, seperti kekuatan organisasi serikat dan dukungan hukum yang mereka nikmati.


Case Questions
1.      Kenapa konteks spanyol  terlihat menetapkan batasan untuk pengenalan kerjasama tim?
         Serikat pekerja sangat berpengaruh terhadap hubungan industrial di Spanyol
         Serikat pekerja memiliki keraguan pada awal proposal dibuat karena menimbulkan kerugian pada pekerja
         Pekerja tidak percaya pada pada motif manajemen
         Hukum kerja Spanyol sangat mendukung serikat pekerja

2.      Bagaimana manajemen senior mengatasi hambatan ini?
         Menunjukkan cara sebuah perusahaan yang kuat dapat memberikan pengaruh terhadap kendala sistem bisnis nasional. Dengan menanamkan hubungan kompetitif antara pabrik :
1.      Banyak pemimpin serikat telah dibawa untuk mengunjungi pabrik lain yang melakukan kerja sama tim, menciptakan rasa itu menjadi sebuah perkembangan yang tak terelakkan di Spanyol juga.
         Dengan menanamkan hubungan kompetitif antara pabrik, dan dengan membuat konsesi pada beberapa aspek rencana mereka, manajer mampu memecah perlawanan dari serikat pekerja, sehingga kendala menjadi parsial dan bukan mutlak.
3.      Siapa yang diuntungkan dari pengenalan kerjasama tim? Dan siapa yang dirugikan?
         Dalam hal ini yang diuntungkan yaitu pekerja dan ekonomi Spanyol dan yang dirugikan yaitu serikat pekerja karena tidak sesuai dengan cara kerja mereka dan dari awal pengenalan serikat pekerja menolak adanya praktik kerja baru “kerjasama tim”