Minggu, 20 Juli 2014

Resume CHAPTER 9 DEEPER CULTURAL ASSUMPTIONS : HUMAN NATURE, ACTIVITY AND RELATIONSHIP


Assumptions About Human Nature
Pada tingkat organisasi, asumsi dasar sifat manusia ditunjukkan secara jelas dengan cara bagaimana pegawai dan manajer dipandang. Di dalam tradisi Barat, asumsi tentang sifat manusia mengalami evolusi sebagai berikut :
1.      Manusia sebagai pelaku rasional-ekonomi
2.      Manusia sebagai makhluk sosial dengan kebutuhan utama sosial
3.      Manusia sebagai solusi masalah dan pengaktualisasi diri, dengan kebutuhan utama untuk ditantang dan menggunakan bakatnya
4.      Manusia sebagai sesuatu yang kompleks dan mudah dibentuk (Schein, 1965/1980)
Teori awal motivasi karyawan hampir didominasi dengan asumsi bahwa satu-satunya insentif yang diberikan kepada manajer adalah uang, karena diasumsikan motivasi karyawan adalah economic self-interest. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Hawthorne memuat jenis baru asumsi sosial, menyatakan bahwa karyawan termotivasi oleh kebutuhan terkait keanggotaan kelompok dan motif itu dapat melebihi economic self-interest.
Argyris, 1964, mengenalkan asumsi baru yaitu karyawan merupakan pengaktualisasi diri yang butuh tantangan dan pekerjaan menarik untuk konfirmasi diri dan menggunakan semua bakat yang dimilikinya. Teori motivasi Maslow (1954) mengatakan bahwa ada hirarki kebutuhan manusia, dan individu tidak akan melihat kebutuhan yang lebih tinggi sebelum kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah terpenuhi.
Teori yang saat ini berkembang masih berdasarkan asumsi bahwa sifat manusia kompleks dan mudah dibentuk, sehingga tidak dapat membuat pernyataan universal tentang sifat manusia. Malahan, kita harus siap terhadap variabilitas manusia. Variabilitas mencerminkan :
1.      Perubahan dalam siklus hidup yang mana motif dapat berubah dan berkembang saat manusia dewasa
2.      Perubahan dalam kondisi sosial dimana manusia mampu belajar motif baru yang dibutuhkan oleh situasi yang baru.
McGregor (1960) juga memperhatikan, karena manusia mudah dibentuk, maka mereka sering merespon secara adaptif pada asumsi yang diberikan. 

Assumptions About Appropriate Human Activity
Beberapa orientasi dasar yang berbeda telah diidentifikasi dari beberapa penelitian cross-sectional dan mempunyai implikasi langsung pada variasi yang dapat dilihat di organisasi.
The Doing Orientation
Identifikasi orientasi doing yang berhubungan erat dengan :
1.      Asumsi bahwa sifat dapat dikendalikan dan dimanipulasi
2.      Orientasi pragmatis terhadap sifat secara nyata
3.      Sebuah kepercayaan terhadap kesempurnaan manusia (Kluckhohn dan Strodtbeck, 1961).
Dengan kata lain, hal yang tepat untuk dilakukan manusia adalah mengambil alih dan secara aktif mengendalikan lingkungan dan takdir mereka.

The Being Orientation
Orientasi being berhubungan erat dengan asumsi bahwa alam begitu kuat dan manusia harus tunduk pada alam. Orientasi ini mengimplikasikan fatalisme, karena manusia tidak dapat mempengaruhi alam, manusia harus menerima dan menikmati apa yang dimiliki. Organisasi yang operasionalnya mengikuti orientasi ini mencari niche dalam lingkungannya yang membuat mereka lebih memilih bertahan dan beradaptasi dengan lingkungan eksternal daripada menciptakan pasar atau dominasi lingkungan.

The Being-in-Becoming Orientation
Orientasi ketiga berada antara dua orientasi sebelumnya, yaitu orientasi being-in-becoming mengacu pada ide bahwa individu harus mencapai harmoni dengan alam dengan cara mengembangkan kapasitas yang dimiliki secara penuh dan kemudian mencapai kesatuan yang sempurna dengan alam. Fokus terletak pada pengembangan daripada kondisi statis. Relevansi orientasi ini dalam organisasi dapat dilihat pada perilaku dan norma saat mengekspresikan emosi.


Assumptions About the Nature of Human Reationship
Pada inti setiap budaya yaitu asumsi tentang cara yang tepat bagi individu untuk berhubungan dengan sesama untuk membuat kelompok yang aman, nyaman dan produktif. Sebagai manusia sosial yang hidup di organisasi, merupakan hal yang fundamental untuk mengadakan konsensus dalam proses operasional organisasi. Hal ini karena fakta bahwa manusia mempunyai otak dan fungsi kognitif yang berkembang pesat, maka manusia mempunyai emosi yang harus dikendalikan dan niat atau keinginan yang harus menemukan saluran. Sehingga dikonsepkan beberapa pertanyaan bagi anggota organisasi untuk bisa fokus pada tugas yang harus dipenuhi. Beberapa pertanyaan yang dikonsepkan adalah sebagai berikut.
1.      Identity and Role : siapakah saya di dalam kelompok ini  dan apakah peran saya?
2.      Power and Influence : akankah kebutuhan saya terkait pengaruh dan kendali dapat terpenuhi?
3.      Needs and Goals : akankah tujuan kelompok memungkinkan saya memenuhi kebutuhan saya sendiri?
4.      Acceptance and Intimacy : akankah saya diterima, dihormati, dan dicintai dalam kelompok ini? Seberapa dekat hubungan kita?

Individualism and Collectivism
Semua masyarakat harus mengembangkan sistem untuk mendorong individualitas dan loyalitas kelompok, tetapi membedakan asumsi mereka tentang apa yang pada akhirnya merupakan unit dasar (Kluckhohn dan Strodtbeck, 1961). Studi komparasi Hofstede (2001) memperkuat poin ini dalam mengidentifikasi individualisme-kolektivisme sebagai salah satu dimensi yang membedakan tiap negara dalam surveinya.

Dalam istilah empat pertanyaan fundamental, masyarakat individualistik mendefinisikan peran dengan istilah pencapaian pribadi, lisensi agresi melalui kompetisi personal, memberikan kualitas tinggi pada ambisi serta mengartikan keintiman dan cinta dengan istilah yang sangat personal. Pada masyarakat kolektivisme, identitas dan peran diartikan dengan istilah keanggotaan kelompok, lisensi agresi terutama pada kelompok lainnya, memberikan nilai yang kurang pada ambisi pribadi, dan menyalurkan cinta terutama di dalam kelompok.

Power Distance
Setiap negara mempunyai perbedaan dalam tingkat hirarki sejauh mana kemampuan individu mengendalikan perilaku satu sama lain. Individu yang berada di negara dengan jarak kekuasaan tinggi, seperti Philipina, Mexico, dan Venezuela merasa lebih tidak setara kedudukan antara atasan dan bawahan daripada individu yang berada di negara dengan jarak kekuasaan lebih rendah, seperti Denmark, Israel dan New Zaeland. Jika kita lihat pada indeks yang sama berdasarkan pekerjaan, jarak kekuasaan yang lebih tinggi lebih banyak ditemukan di antara pekerja tidak ahli dan semi ahli, daripada di antara pegawai profesional dan manajer.

Pada tingkat organisasional, asumsi tentang hubungan mencerminkan budaya yang lebih luas tetapi sudah terelaborasi dan terdiferensiasi. Pemilik atau pemimpin mempercayai bahwa satu-satunya jalan membuat perusahaan beroperasi adalah dengan memberi tugas pada pegawainya, memantau kinerja individu, meminimalkan kelompok dan pekerjaan yang kooperatif karena hanya akan mengarah pada solusi kelompok atau yang lebih buruk yaitu penyebaran tanggung jawab. Sedangkan pemimpin yang lain justru lebih menekankan kerja sama dan komunikasi di antara subordinat sebagai jalan terbaik untuk memecahkan masalah dan mengimplementasi solusi karena hal itu akan membimbing pegawai pada kerja tim yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.  Kedua pemimpin ini mengembangkan gaya bekerja yang berbeda, yang akan tercermin pada proses organisasi, sistem reward dan sistem kontrol.

Basic Characteristics of Role Relationship
Pada setiap hubungan antar manausia, kita bisa menanyakan beberapa pertanyaan sebagai berikut.
a.       Degree of emotionality : apakah hubungan sangat jauh dan “profesional” seperti pada hubungan dokter-pasien atau sangat emosional seperti pertemanan?
b.      Degree of specificity vs. Diffuseness : apakah hubungan sangat spesifik, berurusan hanya dengan alasan yang tepat untuk hubungan, seperti hubungan penjual dan pembeli, atau membaur seperti pertemanan?
c.       Degree of universalism vs. Particularism : apakah partisipan dalam hubungan melihat satu sama lain dengan cara yang sangat “universalistic” berdasarkan stereotip, seperti pada hubungan profesional, atau apakah mereka menganggap satu sama lain dengan cara “particularistic” sebagai manusia seutuhnya seperti di dalam hubungan pasangan atau pertemanan?
d.      Degree of status ascription vs. Achievements : apakah reward sosial seperti status dan peringkat, ditugaskan atas dasar apa orang itu karena kelahiran atau keanggotaan keluarga, atau atas dasar apa yang dicapai seseorang dengan usahanya?

Dimensi-dimensi ini mengidentifikasi area spesifik dimana makrokultur berbeda banyak, menyebabkan masalah komunikasi dalam kelompok multikultural. Di negara kolektivist, membentuk hubungan yang diperlukan untuk bekerja, dapat menciptakan masalah bagi manajer kompetitif individualistik yang membutuhkan pekerjaan segera diselesaikan. Karena orang dengan orientasi tugas tidak memahami sudut pandang orang yang berorientasi hubungan, bahwa tugas atau pekerjaan tidak bisa diselesaikan jika tidak ada hubungan baik yang terbangun. Sehingga diperlukan pemahaman yang baik terhadap hal-hal seperti ini, dimana setiap anggota mempunyai asumsi yang berbeda tentang dimensi hubungan.

Rules of Interaction – The Joint Effect of Time, Space, and Relationship Assumptions
Dalam setiap kelompok manusia, anggota cepat atau lambat menyadari bahwa untuk mempertahankan kelompok, mereka harus mengembangkan aturan dan norma yang membentuk lingkungan aman untuk semuanya. Anggota kelompok harus belajar menjaga muka satu sama lain dan harga diri jangan sampai lingkungan sosial menjadi bahaya.

Isi dari aturan dasar interaksi berbeda dari budaya satu ke budaya lain tetapi kehadiran aturan dapat diperkirakan untuk kelompok yang mempunyai stabilitas dan sejarah bersama. Fungsi aturan sosial adalah untuk memberikan makna bagi anggotanya, untuk menciptakan keamanan psikologis melalui aturan interaksi yang menjaga wajah dan harga diri dan untuk menetapkan batas-batas individu dan aturan interaksional untuk cinta dan keintiman.

Ringkasan dan Konklusi
Dalam bab ini kita membahas dimensi budaya lebih dalam yang berkaitan dengan sifat manusia, aktivitas manusia dan hubungan manusia. Kita telah melihat kembali asumsi dasar sifat manusia sebagai makhluk, kalkulatif, sosial, pengaktualisasi diri atau kompleks, menjadi positif dan mudah dibentuk (teori Y) atau negatif dan tetap (teori X). Kemudian kita mengulas dimensi dasar yang digunakan untuk menggambarkan hubungan manusia. Yang paling fundamental adalah apakah kelompok lebih individualistik dan kompetitif atau kolektivis dan kooperatif. Semua kelompok mempunyai bentuk hirarki, tetapi dimensi budaya yang relevan merupakan derajat jarak yang dirasakan antara level atas dan level bawah dalam hirarki.

Dalam membentuk masyarakat, semua anggota harus memecahkan masalah tentang identitas mereka. Dalam proses ini, kelompok belajar bagaimana menstruktur hubungan dalam istilah dimensi tentang seberapa besar emosional atau netral, seberapa menyebar atau spesifik, seberapa universal atau partikular dan seberapa bernilai pencapaian seseorang.

Pada semua kelompok, asumsi tentang ruang, waktu dan hubungan membentuk aturan tentang interaksi yang menciptakan dan memelihara aturan sosial yang mengatur makna, agresi dan intimasi. Budaya begitu dalam, luas, kompleks dan multidimensional, sehingga kita harus menghindari godaan untuk fenomena  stereotip organisasional terkai satu atau dua dimensi yang menonjol.

0 komentar:

Posting Komentar