Selasa, 25 Maret 2014

PENTINGNYA INVESTASI DALAM MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PUBLIK UNTUK KEMAJUAN PEREKONOMIAN INDONESIA

1. Latar Belakang
Investasi adalah langkah awal dalam kegiatan ekonomi. Naik turunnya investasi, juga menjadi faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan yang ditabung dan diinvestasikan dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari menyebabkan terjadinya akumulasi modal. Akumulasi modal tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk membuat pabrik baru, pengadaan mesin, peralatan dan material guna meningkatkan stok modal produktif secara fisik suatu daerah dan memungkinkan tercapainya peningkatan output.
Data pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut World Bank 2012 hanya berkisar di angka 6% pada tahun 2011. Pertumbuhan tersebut masih lebih kecil jika dibandingkan Negara China yang mencapai dua digit (World Bank, 2012). Fakta ini  menunjukan bahwa masih kalah bersaingnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Penyebab masih rendahnya tingkat pertumbuhan di Indonesia karena masih rendah tingkat investasinya yang disampaikan Mudrajad Kuncoro (2004, 156).

Dalam teori pertumbuhan Harrod dan Domar (Todaro, 2004) investasi didefinisikan sebagai perubahan tingkat modal (stock) yang terjadi dalam suatu perekonomian dimana sebagian dari pendapatan digunakan untuk tabungan. Pergerakan arus tabungan tersebut kemudian diarahkan untuk menciptakan dana investasi yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan tinggi rendahnya tingkat investasi ditentukan berdasarkan pendapatan perkapita masyarakat. Mudrajad Kuncoro (2004:203) menyatakan pendapatan perkapita merupakan indikator untuk melihat daya beli suatu daerah. Pendapatan perkapita yang tinggi pada suatu daerah artinya daya beli masyarakat daerah tersebut juga tinggi. Hal ini menunjukan potensi investasi yang efektif untuk pasar domestik. Oleh karena itu pendapatan perkapita suatu daerah juga merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan para investor untuk berinvestasi.

Di sisi lain, infrastruktur merupakan prasarana publik primer dalam mendukung kegiatan ekonomi suatu negara, dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Infrastruktur diartikan sebagai layanan utama dari suatu negara yang dapat menunjang keberlangsungan kegiatan masyarakat dan kegiatan ekonomi dengan menyediakan transportasi dan fasilitas pendukung lainnya (The Routledge Dictionary of Economics, 1995).

Pembangunan infrastruktur akan menyerap banyak tenaga kerja kemudian akan berpengaruh pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Banyak tenaga akerja mampu mendongkrak pendapatan perkapita. Data empiris menunjukkan hubungan yang kuat antara ketersediaan infrastruktur dasar dengan pendapatan per kapita masyarakat di berbagai negara. Berdasarkan studi analisis input-output oleh Chandra dan Alla (2010) diketahui bahwa semua sektor infrastruktur di Indonesia memiliki dampak multiplier yang positif terhadap sektor perekonomian lainnya.

Dengan infrastruktur yang memadai, efisiensi yang dicapai oleh dunia usaha akan makin besar dan investasi yang didapat semakin meningkat. Todaro (2000: 143) menjelaskan bahwa tingkat ketersediaan infrastruktur di suatu negara adalah faktor penting dan menentukan bagi tingkat kecepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang pesat akan berakibat pada meningkatnya kebutuhan prasarana dan sarana sosial ekonomi. Dan permintaan terhadap pelayanan infrastruktur akan meningkat pesat seiring dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Permasalahannya justru peningkatan permintaan ’diimbangi’ dengan penurunan kemampuan Pemerintah. Peringkat Indonesia terkait buruknya fasilitas infrastruktur tercermin dalam the Global Competitiveness Report of the World Economic Forum tahun 2010-11 dimana menempati urutan ke 82 dari 140 negara (Anoviar, 2012). Berikut beberapa permasalahan infrastruktur di Indonesia :
1.      Biaya perawatan infrastruktur rendah dan tidak berkualitas sehingga sulit mengembalikan investasi dan kurang mendukung terhadap pertumbuhan ekonomi
2.      Kesenjangan infrastruktur antar daerah serta antara kota dan desa
3.      Tingkat persaingan terbatas karena peraturan menghalangi investasi swasta, selain sektor telekomunikasi dan jalan tol; dan
4.      Perbedaan dramatis layanan infrastruktur karena faktor non finansial, seperti administrasi di daerah terkait desentralisasi.
Lebih jauh diutarakan oleh Anoviar (2012) kekurangmampuan penyediaan sarana dan prasarana perkotaan yang dapat mengakibatkan banyaknya kerugian antara lain :
1.                  Kemacetan lalu lintas
2.                  Polusi lingkungan
3.                  Ketidaknyamanan hidup
4.                  Persaingan usaha, dll

Keterbatasan anggaran negara dalam memenuhi infrastruktur publik maka pemerintah mencari solusi melalui pasar. Masalahnya, bagaimana pemerintah dapat sepenuhnya mengenali dan menangani secara efektif kekuatan monopoli alami infrastrukturnya dalam memastikan penyediaan infrastruktur yang efisien yang bersinergi pada perekonomian. Solusinya adalah menciptakan kebijakan yang mengintegrasikan swasta ke dalam komponen-komponen yang kompetitif, memprivatisasinya di pasar yang kompetitif dengan  tetap  mempertahankan kontrol regulasi. Namun akan sulit bagi sektor swasta terlibat dalam penyediaan infrastruktur jika kerangka hukum dan institusional dasarnya tidak memadai.

Dorongan pemerintah bidang kerangka institusional dan regulasi dan peningkatan keterlibatan swasta dalam sektor infrastruktur publik tertinggal jauh di belakang, ini terjadi di banyak negara berkembang kawasan Asia, termasuk Indonesia. Perlu adanya reformasi di tiga bidang utama terkait dengan privatisasi penyediaan infrastruktur, yaitu hukum dan peraturan, pembiayaan dan manajemen risiko, dan kebijakan sektoral (Harry, 2008). Namun di sisi lainnya, berbagai kendala terjadi selama pelaksanaan kerjasama dengan pola ini. Salah satu masalah yang terjadi adalah kebijakan pemerintah yang kurang kondusif atau kekuatan oposisi pemerintah yang terlalu mendominasi. Kendala lainnya dapat berupa kondisi politik yang tidak stabil. Sebenarnya masalah-masalah tersebut wajar terjadi, mengingat banyaknya resiko dan ketidakpastian.

Selain masalah hukum, kelemahan lain dalam menarik keterlibatan sektor swasta dalam pengembangan sektor infrastruktur publik karena kurang dikembangkannya lembaga keuangan domestik dengan instrumen jangka panjang. Namun sekali lagi harus ditekankan bahwa, pelaksanaan privatisasi harus dilakukan dengan melihat kondisi kekinian suatu negara.

Lemahnya sektor infrastruktur di Indonesia diakui oleh Tony Prasetiantono, dalam Media Keuangan (2010), menyatakan bahwa kemampuan pemerintah dalam membiayai infrastruktur masih sangat rendah dimana pembiayaannya terlalu menggantungkan kepada swasta. Jika pemerintah memang hendak mengandalkan swasta, harus melakukan aksi pro-aktif untuk melobi swasta karena investasi pada infrastruktur publik dianggap tidak menguntungkan sehingga ketertarikan swasta sangat rendah.

Peningkatan stok modal fisik dan output inilah yang terus diusahakan khususnya oleh pemerintah dalam berbagai kebijakannya yang berkaitan dengan investasi sebagai salah satu upaya untuk mencapai kesejahteraan. Akan tetapi dalam upaya tersebut tidaklah mudah karena masing-masing pemerintah daerah juga harus bersaing satu sama lain untuk menarik investasi masuk ke daerahnya.

2. Tujuan
Tujuan tulisan ini adalah menjelaskan kembali pentingnya peranan investasi terhadap kemajuan infrastruktur. Selain itu juga mengidentifikasi faktor-faktor penentu yang mendorong masuknya investasi swasta dalam pembangunan dan pelayanan infrastruktur, termasuk kerjasama pemerintah dan swasta beserta kendala-kendala yang merintangi laju investasi tersebut. Kemudian mengkaji kerangka kelembagaan (institutional setting) lembaga keuangan infrastruktur di tingkat internasional, yang meliputi: format organisasi, unsur-unsur yang terlibat, kerangka regulasi, dan sumber dana lalu saran untuk pemerintah untuk memperbaiki undang-undang yang berkaitan dengan penanaman investasi.

3. Tinjauan Pustaka
3.1 Investasi
3.1.1 Definisi Investasi
Secara umum investasi meliputi pertambahan barang dan jasa masyarakat, seperti pertambahan mesin-mesin baru, pembuatan jalan baru, pembukaan lahan baru dan sebagainya. Investasi juga diartikan sebagai pengeluaran yang di lakukan oleh para pengusaha untuk membeli barang-barang modal dan membina industri- industri.

Dalam perhitungan pendapatan nasional dan stastistik, investasi meliputi hal yang lebih luas lagi. Dalam perhitungan pendapatan nasional, investasi meliputi seluruh nilai pembelian pengusaha atas barang-barang modal dan pembelanjaan untuk mendirikan industri-industri, pengeluaran masyarakat untuk mendirikan rumah-rumah dan tempat tinggal, pertambahan dalam nilai stok barang-barang berupa bahan mentah, barang yang belum selesai di proses dan barang jadi (Sukirno, 1994 : 91 ).

Model Keynesian mengasumsikan bahwa seluruh pendapatan harus dikeluarkan untuk dikonsumsi atau ditabung, dan jumlah prekonomian dapat dibagi dua yaitu antara pengeluaran untuk barang-barang konsumsi dan barang modal, dan posisi keseimbangan dalam prekonomian ditentukan pada saat jumlah penerimaan sama dengan jumlah pengeluaran sehingga investasi sama nilainya dengan tabungan.

Dalam kaitanya dengan perusahaan dimana perusahan melakukan investigasi guna mendapatkan profit yang sebesar-besarnya, dimana salah satu sumber investasi tersebut berasal dari dana masyarakat yang ditabung pada lembaga-lembaga keuangan, maka dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk membeli bahan baku/material, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua modal lain yang diperlukan dalam proses produksi. Pengeluaran untuk keperluan bangunan kantor, pabrik tempat tinggal karyawan dan bangunan kontruksi lainnya. Perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan jumlah dan harga”(Deliarnov, 1995 : 80-81).

Sementara itu Dj. A Simarmata (1994) dalam bukunya mendefinisikan investasi yang lebih luas yang dikaitkan dengan perkembangan pasar modal sekarang yaitu investasi adalah setiap kegiatan yang hendak menanamkan uang dengan aman, meski harus diakui pada hakikatnya investasi merupakan komponen yang paling mudah berubah karena sangat tergantung pada situasi di masa depan yang sulit untuk diramalkan (Samuelson dan Nordhaus, 2005).
Dari berbagai pendapat tentang definisi mengenai investasi, didapat satu kesamaan arti yaitu investasi merupakan suatu pengeluaran sejumlah dana dari investor atau pengusaha guna membiayai kegiatan produksi untuk mendapatkan profit di masa yang akan datang.

3.1.2 Jenis-Jenis Investasi
Menurut (Sukirno, 2004: 108) secara umum terdapat dua jenis investasi, yaitu:
1.      Investasi yang terdorong (Induced Invesment)
Merupakan investasi akibat adanya penambahan permintaan yang disebabkan pertambahan pendapatan. Maksudnya, apabila pendapatan bertambah maka akan digunakan untuk konsumsi, sedang pertambahan konsumsi pada dasarnya adalah tambahan permintaan. Sudah pasti bila ada tambahan permintaan, maka akan mendorong berdirinya pabrik baru atau memperluas pabrik lama untuk dapat memenuhi tambahan permintaan tersebut.
2.      Investasi otonom (Outonomous Invesment)
Investasi otonom (Outonomous Invesment), yaitu investasi yang dilakukan secara bebas, artinya investasi yang ada bukan karena pertambahan permintaan efektif, tetapi justru untuk menciptakan atau menaikkan permintaan efektif. Besarnya investasi otonom tidak tergantung pada besar kecilnya pendapatan nasional atau daerah. Investasi otonom berarti pembentukan modal yang tidak dipengaruhi oleh pendapatan naasional. Dengan kata lain, tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi otonom yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan.

3.1.3 Sumber-Sumber Dana Investasi
Sumber pendanaan investasi, dilihat dari sumbernya dibagi menjadi dua:
1.      Investasi oleh masyarakat swasta nasional
Sering disebut PMDN yaitu Penanaman Modal Dalam Negri dimana investasi ini berasal dari masyarakat yang masuk dalam lingkaran domestik.
2.      Investasi oleh pihak Asing
Alternatif pembiayaan lain yang bisa digunakan membiayai pembangunan infrastruktur dapat diperoleh melalui penanaman langsung modal asing (foreign direct investment, FDI) yang disebut juga Investasi asing yang sering disebut PMA atau Penanaman Modal Asing. Bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, FDI merupakan sumber dana utama yang digunakan untuk membangun infrastruktur dan modal kerja sektor industri.

Dijelaskan dalam Direktorat Pengembangan Kelembagaan Prasarana Publik (2010), beberapa cara pemerintah terutama di negara berkembang menarik investor swasta dalam pembangunan dan pengelolaan pelayanan di bidang infrastruktur, menawarkan beberapa kemudahan berupa pemberian hibah (grants), pinjaman lunak (soft loan) dan jaminan pemerintah (guarantees).


3.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Investasi
Investasi yang ditanam di suatu negara atau daerah, di tentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
1.      Tingkat keutungan yang diramalkan
2.      Tingkat Suku Bunga
3.      Ramalan mengenai ekonomi di masa depan
4.      Kemajuan teknologi
5.      Tingkat pendapatan nasional dan perubahannya
6.      Keuntungan yang diperoleh
7.      Situasi politik
8.      Pengeluaran yang di lakukan pemerintah
9.      Kemudahan yang diberikan oleh pemerintah setempat.

Di samping itu ada faktor-faktor penghambat lain (Direktorat Pengembangan Kelembagaan Prasarana Publik, 2010) yang dapat mengurangi percepatan perkembangan investasi, yang meliputi:
1.      Tingginya risiko yang harus ditanggung pihak swasta apabila ingin berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur
2.      Lemahnya kerangka hukum dan peraturan-peraturan dalam pembangunan dan pengelolaan pelayanan di bidang infrastruktur
3.      Lemahnya struktur pasar dalam memberikan pelayanan di bidang infrastruktur
4.      Belum stabilnya kondisi makro ekonomi
5.      Lemahnya kondisi keuangan, teknologi, kemampuan mengelola organisasi atau institusi, serta keberadaan badan-badan usaha milik negara dengan ruang lingkup usaha pelayanan infrastruktur
6.      Kurang tersedia informasi akurat yang dibutuhkan swasta untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan (due diligence) dalam memutuskan keikutsertaannya dalam pembangunan dan pengelolaan pelayanan di bidang infrastruktur
7.      Lemahnya aturan-aturan yang berhubungan dengan kegiatan pelelangan dalam pembangunan dan pengelolaan pelayanan di bidang infrastruktur (structured versus unstructured atau competitive versus direct assignment)
8.      Kurang terjaminnya likuiditas pasar modal

Dalam pemenuhan infrastruktur atau fasilitas publik, diperlukan investasi yang cukup besar dan pengembalian investasi dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu, manajemen operasionalnya juga membutuhkan cost yang tinggi. Permasalahan inilah yang menjadi kendala bagi kebanyakan negara-negara berkembang dalam pemenuhan infrastruktur.

Faktor-faktor ini harus diwaspadai sehingga dapat ditanggulangi dan tidak berdampak besar terhadap perkembangan sektor investasi utamanya di bidang pembangunan infrastruktur. Seperti contoh yang dialami oleh penerapan fasilitas lembaga pembiayaan di India, Pakistan dan Kolombia juga memberi pelajaran bahwa hasil yang dicapai belum sesuai dengan yang dikehendaki. Hal ini, antara lain disebabkan oleh:
1.      Lingkungan yang kurang kondusif dalam mendukung partisipasi swasta di bidang infrastruktur
2.      Ketidakstabilan lingkungan politik
3.      Lemahnya kerangka makro
4.      Lemahnya kebijakan di sektor keuangan,
(Direktorat Pengembangan Kelembagaan Prasarana Publik (2010)

Kesalahan merancang fasilitas pembiayaan infrastruktur itu sendirii, tidak konsistennya tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kurang tepatnya pemilihan dan penentuan harga instrumen-instrumen keuangan yang digunakan, serta kurang tepatnya pemilihan sektor-sektor infrastruktur yang menjadi target atau pilihan. Selain itu juga harus diperhatikan evaluasi setelah eksekusi, sehingga kesalahan-kesalahan yang terjadi di negara berkembang lain tidak perlu terjadi lagi, tentunya dengan memperhatikan faktor-faktor penyebabnya.

3.2 Pengertian Infrastruktur
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, infrastruktur dapat diartikan sebagai sarana dan prasarana umum. Dalam pembahasannya, infrastuktur dapat dikatakan barang publik. MacMillan Dictionary of Modern Economic (1996) menyatakan infrastruktur merupakan elemen struktural ekonomi yang memfasilitasi arus barang dan jasa antara pembeli dan penjual. The Routledge Dictionary of Economics (1995) mendefinisikan infrastruktur merupakan pelayanan utama dari suatu negara yang dapat menunjang keberlangsungan kegiatan masyarakat dan kegiatan ekonomi dengan menyediakan transportasi dan fasilitas pendukung lainnya.

World Bank Report (Bank Dunia, 1994) membagi infrastruktur menjadi tiga golongan;
1.      Infrastruktur Ekonomi
Merupakan aset fisik yang menyediakan jasa dan digunakan dalam produksi dan konsumsi finansial, yang meliputi :
a.       Public Utilities, misalnya telekomunikasi, air minum, sanitasi, dan gas.
b.      Public Works, misalnya bendungan, irigasi dan drainase.
c.       Transportation Sector , misalnyajalan kereta api, angkutan pelabuhan dan lapangan terbang.
2.      Infrastruktur Sosial
Merupakan aset yang mendukung keahlian dan kesehatan masyarakat diantaranya seperti :
a.       Kesehatan, misalnya sekolah dan perpustakaan,
b.      Pendidikan, misalnya rumah sakit dan opusat kesehatan,
c.       Rekreasi, misalnya taman bermain publik, museum, dll.
3.      Infrastruktur Administrasi
Meliputi penegakan hukum, institusi, kontrol administrasi-koordinasi, serta kebudayaan.

Selain itu, Jacobs et al., (1999) membagi klasifikasi infrastruktur menjadi dua :
1.      Infrastruktur Dasar (Basic Infrastructure)
Meliputi sektor-sektor yang mempunyai karakteristik publik dan kepentingan yang mendasar untuk sektor perekonomian lainnya, tidak dapat diperjualbelikan (nontradable) dan tidak dapat dipisah-pisahkan baik secara teknik maupun spasial. Contohnya yaitu jalan raya, kereta api, pelabuhan, drainase, bendungan, dll.
2.      Infrastruktur Pelengkap (Complementary Infrastructure)
Seperti gas, listrik, telepon, dan pengadaan air minum.

Ada dua cara pembiayaan investasi pada infrastruktur yaitu :
1.      Public spending and efficiency
Dimana pengeluaran publik untuk infrastruktur meningkat pasca krisis Asia, meskipun lebih rendah dari pre-krisis. Masalahnya adalah pengaturan alokasi anggaran infrastruktur tidak terkoordinasi antar kementrian, perencanaan kurang matang, tidak jelasnya hirarki otoritas, serta anggaran tidak dialokasikan dengan efektif dan terkonsentrasi di akhir tahun. Strategi mengatasinya adalah perencanaan, koordinasi, dan kebijakan prioritas sesuai kebutuhan.
2.      Extent of private participation atau PPPs (Public Private Partnership).
PPPs sempat menurun pasca krisis dan devaluasi nilai rupiah. PPPs terkonsentrasi pada energi dan telekomunikasi dimana menggunakan cost-benefit analysis serta fokus pada keberlangsungan fiskal. Negara-negara di OECD juga menggunakan PPPs (Anoviar, 2012).

Pengadaan infrastruktur merupakan hasil dari kekuatan penawaran dan permintaan, ditambah dari kebijakan publik (Canning, 1998). Kebijakan publik memainkan peran yang besar terutama karena ketiadaan dan ketidaksempurnaan mekanisme harga pada pengadaan infrastruktur. Namun peningkatan pengadaan infrastruktur terhadap pendapatan tidak dapat diinterpretasikan sebagai elastisitas pendapatan dari permintaan, kecuali biaya infrastruktur sama di setiap negara (bagus teguh pamungkas).

Infrastruktur umunya memiliki karateristik monopoli alamiah (nature monopoli) karena disebabkan tingginya biaya tetap serta tingkat kepentingannyadalam perekonomian, dan juga pengadaan dan pengoperasian infrastruktur akan lebih ekonomis jika dilakukan oleh satu perusahaan daripada dua atau lebih perusahaan. Nature monopoly biasanya akan muncul bila skala ekonomis yang diperlukan untuk menyediakan suatu barang atau jasa sedemikian besar sehingga akan lebih bermanfaat apabila pasokan barang atau jasa diserahkan kepada dsatu perusahaan saja (Mankiw, 2001). Berdasarkan pengalaman yang telah ada, barang yang termasuk monopoli alamiah akan menyebabkan tingginya intervensi pemerintah untuk pengadaan, baik melalui pengadaan langsung melalui peraturan harga dan perundangan. Infrastruktur merupakan sektor vital karena berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, serta mendukung tercapainya pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

3.3 Penelitian Sebelumnya
1.      Permana dan Alla (2010) : Analisis Peranan dan Dampak Investasi Infrastruktur terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Input- Output
Menganalisis infrastruktur terhadap sektor perekonomian di Indonesia. Infrastruktur yang dianalisis meliputi listrik, gas dan air minum, bangunan serta pengangkutan dan komunikasi. Data yang digunakan adalah Tabel Input-Output Indonesia tahun 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infrastruktur memiliki keterkaitan ke belakang yang lebih tinggi daripada keterkaitan ke depannya. Semua sektor kategori infrastruktur lebih mampu mendorong pertumbuhan sektor hulunya dibandingkan dengan sektor hilirnya. Infrastruktur memiliki dampak multiplier yang positif terhadap sektor perekonomian.
2.      Dadang Firmansyah (2006) : Pengaruh pengeluaran Pemerintah dan defisit Anggaran terhadap investasi di Indonesia selama periode 1986-2008.
Menganalisis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja, Infrastruktur (Jumlah Panjang Jalan), dan krisis Ekonomi (Dm) terhadap pertumbuhan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia priode tahun 1985-2004. Berdasarkan hasil estimasi tersebut Variabel Produk Domestik Bruto (PDB) tidak berpengaruh terhadap PMDN, Tenaga Kerja berpengaruh terhadap PMDN, Infrastruktur (Jumlah Panjang Jalan) tidak berpengaruh terhadap PMDN, dan Krisis Ekonomi (Dm) berpengaruh terhadap PMDN.
3.      Laporan Direktorat Pengembangan Kelembagaan Prasarana Publik (2010) : Pengembangan Lembaga Keuangan dan Investasi Infrastruktur
Kajian ini menyimpulkan bahwa akan terjadi kesenjangan pembiayaan (financing gap) antara kebutuhan investasi infrastruktur dengan kemampuan pembiayaan pemerintah. Kesenjangan tersebut mencapai angka Rp 266,7 triliun, atau sekitar US$ 31,4 miliar jika satu US$ senilai Rp 8.500. Untuk menutupi kesenjangan tersebut, pemerintah dapat melakukan realokasi anggaran, yang lebih menitikberatkan kepada pembangunan infrastruktur; mengajak pihak swasta berperan aktif dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur atau membentuk suatu lembaga pembiayaan yang dapat mendanai proyek-proyek infrastruktur.

3.4 Hubungan antara Investasi dan Infrastruktur
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada apa yang dicapai pada masa sebelumnya (Mudrajad Kuncoro, 2003). Investasi merupakan faktor penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Permintaan akan masuknya investasi ke suatu negara atau daerah juga di pengaruhi oleh beberapa hal. Salah satu yang menjadi pertimbangan penting adalah faktor infrastruktur dimana faktor ini dapat mempengaruhi kelancaran distribusi output kepada konsumen.

Pekerja akan lebih produktif jika mereka mempunyai alat-alat untuk bekerja. Sama seperti infrastruktur yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa di sebut modal fisik (Mankiw, 2004:57) untuk menghasilkan laju percepatan pertumbuhan ekonomi. Todaro (2000: 143) menjelaskan bahwa tingkat ketersediaan infrastruktur di suatu negara adalah faktor penting dan menentukan bagi tingkat kecepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. Didukung pula oleh studi yang dilakukan Permana dan Alla (2010: 16) menunjukan bahwa variabel infrastruktur termasuk panjang jalan beraspal berpengaruh terhadap investasi. Dengan baiknya infrastruktur, yang dilihat dari panjang jalan yang dalam keadaan baik, maka proses produksi sampai distribusi kepada konsumen akan lebih singkat sehingga kegiatannya menjadi efisien.

Jika keadaan infrastruktur masih belum mengalami perbaikan yang signifikan bahkan cenderung mengalami penurunan maka hal ini diduga menjadi salah satu penyebab rendahnya daya saing dan daya tarik investasi. Sejalan dengan hal tersebut, Firdaus 2008 dalam (Permana dan Alla 2010:18) mengemukakan bahwa suplai tenaga listrik dan infrastruktur sosial berpengaruh signifikan terhadap daya tarik investasi pada suatu wilayah.

Keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur diakui secara luas. Namun di sisi lainnya, berbagai masalah/kendala terjadi selama pelaksanaan kerjasama dengan pola ini. Salah satu masalah yang terjadi adalah kebijakan Pemerintah yang kurang kondusif atau kekuatan oposisi Pemerintah yang terlalu mendominasi. Kendala lainnya dapat berupa kondisi politik yang tidak stabil. Sebenarnya masalah-masalah tersebut wajar terjadi, mengingat banyaknya resiko dan ketidakpastian sepanjang implementasi Public Private Partnership (PPP), banyaknya pihak-pihak/partisipan yang terlibat dalam kerjasama ini, serta tidak banyak pengalaman yang dimiliki oleh negara atau daerah yang menggunakan pola PPP.

Investasi dalam berbagai bentuknya akan memberikan banyak pengaruh kepada prekonomian suatu negara atupun dalam cakupan yang lebih kecil yakni daerah. Karena dengan terciptanya investasi akan membawa suatu negara pada kegiatan ekonomi tertentu.
Investasi yang akan berlanjut dengan suatu proses produksi akan menciptakan lapang kerja, menciptakan barang-barang dan jasa untuk di pasarkan kepada konsumen, dan interaksi antara produsen, dalam hal ini investor, dan konsumen dalam menawarkan dan mengkonsumsi barang-barang atu jasa, dan pada giliranya akan menciptakan kemejuan prekonomian dalam suatu negara.

3. Pembahasan
            Berdasarkan data World Bank, komponen penyumbang GDP terbesar di Indonesia adalah konsumsi dengan nilai rata-rata selama dua puluh tahun sekitar 70%. Sementara itu investasi hanya menyumbang 20%.

Tabel 3.1.
Presentase Pengeluaran Konsumsi dan Investasi atas GDP Indonesia
Tahun
Pengeluaran Konsumsi dalam GDP (%)
Pengeluaran Investasi dalam GDP (%)
2005
70,77
23,64
2006
69,19
24,13
2007
71,01
24,97
2008
71,06
27,65
2009
68,24
31,06
Sumber : World Bank Data Tahun 2005-2009

Perkembangan investasi di Indonesia dapat dilihat melalui nilai pembentukan modal tetap bruto. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai nominal investasi di Indonesia cenderung meningkat dari tahun 2005-2009.

            Dalam bagian ini dikemukakan pembahasan kemampuan investasi yang dimiliki pemerintah dan kebutuhan investasi infrastruktur riil periode 2005-2009.  Tampak dari tabel yang ditampilkan diatas, mulai tahun 2005 proporsi konsumsi mencapai 70,77% dan investasi sebesar 23,64%. Proporsi konsumsi dirasa sangat besar dan ketimpangan ini terjadi terus menerus selama 2005 hingga 2009 dimana angka hanya berkisar pada angka-angka tersebut saja. Hanya pada 2009 nilai investasi agak meningkat dengan menyentuh kepala tiga dengan nilai 31,06% dan nilai konsumsi menurun ke kisaran 68,24%.

            Dari tabel 3.1, dengan adanya peningkatan nilai investasi pada 2009, namun dirasa proporsi konsumsi tetap masih terlalu besar. Ketimpangan yang terjadi masih menunjukkan kurangnya optimalisasi penanaman investasi yang ada di Indonesia.

 Kurangnya optimalisasi yang ada di Indonesia juga mengakibatkan kurangnya pemenuhan investasi atas kebutuhan investasi yang masih belum tercukupi. Menurut Direktorat Pengembangan dan Kelembagaan Prasarana Publik (2010), secara kumulatif pada periode 2005-2009 diperkirakan besarnya anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah untuk pembangunan infrastruktur mencapai Rp. 346,5 triliun.

Tabel 3.2
Perbandingan Kemampuan Pendanaan Pemerintah dengan
Kebutuhan Investasi Infrastruktur
Periode 2005 – 2009
Infrastruktur
Penambahan
Kebutuhan Investasi
(Rp triliun)
Kemampuan Pemerintah
(Rp triliun)
Jalan (N/P/Kab/Kota)
93,7 ribu km
177,1



346,5
Kapasitas Tenaga Listrik
21,9 ribu MW
241,8
Telepon Tetap
11,0 juta SST
93,7
Telepon Seluler
18,7 subscriber
63,6
Air Minum
30,5 juta orang
18,3
Sanitasi
46,9 juta orang
18,8
Total
613,2
Kesenjangan Pembiayaan              (Financing Gap)
266,7
Sumber : Direktorat Pengembangan dan Kelembagaan Prasarana Publik (2010)

Dari tabel 3.2, total kebutuhan investasi mencapai Rp. 613,2 triliun, kemampuan pemerintah untuk memenuhinya hanya sampai pada angka Rp. 346,5 triliun. Nilai Rp. 346,5 bila dikalkulasikan hanya sebesar 56% dari kebutuhan investasi riil yang sebesar Rp. 613,2 triliun. Dari tabel diatas hanya dimana tampak adanya kesenjangan yang sangat besar antara kebutuhan investasi dan kemampuan pemerintah untuk memenuhinya secara riil sebesar Rp. 266,7 triliun yang didapat dari selisih nilai kebutuahn investasi dan nilai kemampuan pemerintah yang didapat dari data Direktorat Pengembangan dan Kelembagaan Prasarana Publik (2010). Jumlah yang cukup besar, sehingga pemerintah harus berupaya lebih keras untuk mendanainya. Salah satu caranya dengan realokasi anggaran pemerintah yang lebih menekankan pembangunan di sektor infrastruktur dengan mengajak pihak swasta ikut berinvestasi dan mengelola pelaksanaan proyek infrastruktur.

Hendaknya pemerintah Indonesia juga bisa mengikuti langkah-langkah yang dilakukan negara berkembang lainnya, supaya lebih menarik pihak swasta dengan memberi kemudahan berupa hibah (grants), pinjaman lunak (soft loan) dan jaminan pemerintah (guarantees) seperti yang dicantumkan dalam laporan Direktorat Pengembangan Kelembagaan Prasarana Publik (2010).


5. Kesimpulan

Dari berbagai teori dan data yang telah disampaikan pada bahasan sebelumnya, dapat disimpulkan apabila pemerintah ingin melakukan realokasi anggaran yang efektif sangatlah disarankan untuk melakukan inovasi dan lebih agresif dalam menarik minat investasi pihak swasta agar berperan dalam pendanaan, pengalokasian, dan pembangunan di bidang infrastruktur. Peran ini dapat disalurkan di lembaga keuangan nasional, yang melakukan mobilisasi dana masyarakat dan menyalurkannya untuk investasi. Intinya, manfaat dari lembaga ini adalah menyediakan sumber pendaanaan baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk dunia usaha dan memberikan wadah untuk berinvestasi bagi para investor sehingga memungkinkan pengembangan diversivikasi kreatif.

Selama ini Indonesia merupakan salah satu dari empat negara besar penarik investasi langsung di kawasan Asia Tenggara, disamping Thailand, Malaysia, dan Filipina. Namun, berdasar laporan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) tahun 2003, jelas memperlihatkan keterpurukan daya saing Indonesia dalam menarik foreign direct investment (FDI) pada periode 1999 – 2001. Laporan tersebut menempatkan Indonesia pada posisi ke-138 dari 140 negara berdasarkan FDI performance index. Menurunnya minat investasi langsung ke Indonesia antara lain disebabkan oleh ketidakjelasan aturan, atau regulasi pengurusan perijinan penanaman langsung modal asing.
Kesimpulan dan saran penulis berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan maka adalah harus segera direalisasikan percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia pada tahun 2012 untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui naiknya pendapatan dan output nasional, serta mengurangi pengangguran. Pemerintah memang dihadapkan pada keterbatasan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, strategi yang dapat ditempuh adalah melakukan PPPs untuk pembiayaan, efisiensi dan efektifitas proyek, pemerataan infrastruktur di seluruh wilayah, serta meminimalkan politisasi, juga harus diperhatikan prioritas pembangunan infrastruktur di Indonesia. Namun PPPs harus tetap didominasi oleh pemerintah untuk memastikan kontrol bahwa infrastruktur tersebut tetap mampu diakses oleh masyarakat. Jika tidak, pemerintah harus menyediakan subsidi yang memberatkan APBN. Saat infrastruktur di Indonesia menjadi lebih baik maka penerimaan negara dari pajak akan meningkat karena masuknya investasi dalam jumlah yang besar. Efek multiplier positif dari keberadaan infrastruktur yang baik berpotensi mengurangi defisit APBN di Indonesia.

Perusahaan yang memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pendanaannya masih dinyatakan dalam angka yang sangat sedikit, sehingga pemanfaatan pasar model bagi pembangunan infrastruktur menjadi tidak terlalu dinamis. Selain itu juga karena permbatasan yang dilakukan oleh pemerintah melalui keputusan Mentri Keuangan Nomor 481 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa dana investasi dan asuransi hanya dapat ditempatkan diantaranya pada saham dan obligasi yang tercatat di bursa efek (Direktorat Pengembangan Kelembagaan Prasarana Publik, 2010).

Adanya pembatasan seperti ini, semata-mata dilakukan pemerintah untuk melindungi investor dari ilegalitas dan lembaga-lembaga palsu yang berpotensi menurunkan kepercayaan investor lain akibat berbagai masalah yang mungkin muncul dari aktivitas ini. Lembaga pendanaan yang resmi memberi garansi kepada proyek pembangunan infrastruktur dan para kreditur bahwa lembaga pendanaan akan membiayai pembangunan proyek dan meminjamkan dana kepada para kreditur sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui bersama antara pihak proyek, para kreditur dan lembaga pendanaan.

Selain aturan-aturan yang harus diperjelas dan ditegakkan dengan benar, pembangunan infrastruktur juga haru memperhatikan faktor kelestarian lingkungan. Faktor ini dirasa sangat penting untuk ditambahkan dalam aturan investasi dan pembangunan infrastruktur, karena kepedualian terhadap lingkungan akan memberikan sinergi yang sangat positif dalam proses berkelanjutan. Mengapa? Karena lingkungan harus tetap dijaga dan dilestarikan meski ada pembangunan infrastruktur besar-besaran, supaya tidak mengakibatkan bencana di kemudian hari akibat kerusakan lingkungan.
Diharapkan penelitian selanjutnya membahas melalui efektivitas investasi yang ada di Indonesia terhadap pembangunan berbagai infrastruktur yang tidak sempat dilakukan dalam tulisan ini. Sehingga bahasan dalam penelitian lebih menarik, dan memberikan kontribusi dalam dunai akademisi dan praktisi dengan lebih bermanfaat.
Kebutuhan investasi di bidang infrastruktur yang besar menumbuhkan kesadaran pentingnya keikutsertaan partisipasi swasta. Namun, keterbatasan kapasitas lembaga keuangan dan tingginya risiko investasi di Indonesia menyebabkan rendahnya partisipasi swasta di bidang ini. Karena itulah, pemerintah diharap memperbaiki peraturan-peraturan secara fundamental, mengatur hubungan di antara pihak-pihak yang terkait, menjamin terlaksananya desentralisasi, memberi kepastian dukungan pemerintah, sehingga memberian kepastian hukum dalam investasi, termasuk memberi garansi, menciptakan iklim kompetisi untuk menjamin konsumen mendapat layanan terbaik, serta menjamin tercapainya kinerja ekonomi lebih baik.
   

DAFTAR PUSTAKA


Anoviar, A.N., 2012. Perekonomian Indonesia : Tackling The Infrastructture Challange in Indonesia. Paper. http://alianooranoviar.blogspot.com/ 2012/01/perekonomian-indonesia-tackling.html.
Canning, D. 1998. A Database of World Infrastructur Stock. The Wolrd Bank. Policy Works Paper.
Deliarnov. 1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Direktorat Pengembangan Kelembagaan Prasarana Publik. 2010. Direktorat Pengembangan Lembaga Keuangan dan Investasi Infrastruktur. Laporan.
Firmansyah, D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi di Indonesia Periode Tahun 1985-2004. Skripsi. NIM: 01313207. Fakultas Ekonomi-Ilmu Ekonomi, Universitas Islam Indonesia. 2008.
MacMillan. Dictionary of Modern Economic. 1996. Palgrave Macmillan: Revised Edition
Mankiw, N. Gregory. 2001. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. Terjemahan. Jakarta : Erlangga.
Kuncoro, M. 2001. Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi I. Yogyakarta:. AMP YKPN
Permana, C.D. dan Alla, A. 2010. Analisis Peranan dan Dampak Investasi Infrastruktur Terhadap Perekonomian Indonesia : Analisis Input-Output. Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 7 No. 1 Maret 2010: 48-49.
Samuelson, A. Paul dan William D. Nordhaus, 2005.  Economics. Eighteenth Edition, McGraw-Hill, New York
Simarmata, DJ. A. 1994 Ekonomi Publik & External : Ekonomi Tanpa Pasar. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI
Sukirno, S. 2004.Teori Makro Ekonomi. Jakarta: FEUI
The World Bank.1994. World Bank Development Report. 1994. Infrastructure for Development. New York. Oxford University.
Todaro, M. P., 2000, Pembangunan Ekonomi 2. edisi 5. PT. Bumi Aksara, Jakarta

United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). Annual Report. 2003. 

1 komentar:

Unknown mengatakan...

mbkdibuat pdf bagus kyanya

Posting Komentar