Mengubah Paradigma Bisnis
dan Manajemen
1.
Memahami perubahan dasar apa
yang diperlukan
Termasuk paradigma bisnis dan manajemen seperti apa yang
diperlukan agar perusahaan dapat berkiprah dengan berhasil di lingkungannya
serta menjadi pembawa kemajuan dan pertumbuhan untuk semua pihak.
2.
Menjaga agar pilihan selaras
membentuk suatu paradigma manajemen baru yang utuh.
Tentunya dengan memahami pilihan konteks bisnis yang ada
pada waktu itu. Pemilihannya dilakukan secara partisipatif dengan kelibatkan
orang-orang yang mewakili spectrum anggota perusahaan yang seluaas-luasnya.
3.
Semua pilihan itu perlu diuji
komplementaritas dan kompatibilitasnya
Konsep Management Retreat
Management Retreat,
merupakan program pengembangan kepemimpinan. Biasanya ini dijalankan dengan
fasilitator dari luar dari lingkungan perusahaan. Partisipan management retreat
adalah pelaku bisnis dan angora perusahaan dalam posisinya sebagai pemimpian di
lingkungannya masing-masing. Program ini tidak hanya mengembangkan keterampilan
kepemimpinan, tapi juga pemahaman peran karyawan dalam konteks bisnis yang
dihadapi. Partisipan dibangkitkan keyakinannya tentang potensi, kapabilitas,
dan kebajikan yang dimilikinya, sehingga bisa dijadikan ajang untuk pengenalan
diri sendiri, penumbuhan rasa kompeten dan percaya diri.
Perubahan sebagai isu korporasi
Perubahan Transformasional adalah
perubahan yang menyentuh nurani yang melibatkan dan menggerakkan semua orang
untuk berpartisipasi dalam perubahan tersebut. Perubahan ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan pembaharuan perusahaan dan kebutuhan orde yang lebih tinggi
dari semua pihak yang berkepentingan. Keterlibatan pimpinan dan seluruh jajaran
perusahaan dalam prose perubahan sangat diperlukan untuk mewujudkan perubahan
diperlukan energi yang sangat besar.
Perubahan
transformasional dibutuhkan pada waktu orang menyadari bahwa konteks eksternal
dan internal dari dunia bisnis sudah berubah. Transformasi bersifat mendasar
radikal dalam perubahan mode mental atau pola pikir yang mendasarinya, namun
inkremental dalam implementasinya. Perubahan transformasional tidak berlangsung
secara instan, tetapi secara berangsur-angsur. Perubahan yang dilakukan tidak
hanya aspek bisnis dan operasionalnya, namun paradigma bisnis dan manajemen
yang melandasinya yang banyak mengandung muatan budaya. Perubahan
transformasional perlu dimulai dari perubahan sistem keyakinan.
Tak
heran jika banyak perubahan sistem serta praktik bisnis dan manajemen yang
diusulkan oleh pakar yang tidak mengenal budaya Indonesia seperti pada
konsultan asing, kemudian terbukti tidak membawa perubahan positif yang
signifikan. Kegagalan ini diasosiasikan dengan kurang kompeten dan kurang
siapnya pekerja di Indonesia, bukan pada kegagalan konsultan asing yang tidak
mempertimbangkan konteks budaya Indonesia. Perubahan yang sukses di Asia banyak
dicapai dengan memadukan konsep bisnis barat dengan pola kerja regional.
Kecenderungan untuk mengubah keyakinan makin kuat saat disadari bahwa keyakinan
lamanya sudah tidak lagi memadai untuk digunakan dalam bisnis.
Adopsi perubahan sebagai suatu perubahan bersama :
1.
Telling
– Memberi tahu
Merupakan cara memberitahu
menggunakan metode indoktrinasi. Cara ini biasanya tidak efektif apabila
substansi perubahan sekedar diberitahukan pada anggota, perubahan biasanya
tidak banyak diadopsi atau dipedulikan anggota.
Nantinya, pekerja akan
memanfaatkan hak berorganisasi dengan bergabung atau membentuk serikat pekerja
yang dampaknya biasanya negatif.
2.
Selling
– Menjual
Gagasan yang terkandung dalam
perubahan dijual pada anggota. Cara ini lebih efektif dari cara sebelumnya,
namun anggota akan menunjukkan sikap transaksional saat menerima perubahan
tersebut, sehingga transaksi itu bisa dilakukan secara oportunis. Penerapannya menjadi
tidak tulus dan cendrung untuk mencari peluang untuk tidak menerapkan perubahan
atau meminta untuk dibebaskan dari kewajiban dengan mencari-cari alasan.
3.
Consultating
– Konsultasi
Substansi perubahan yang ingin
diterapkan didiskusikan dulu dengan anggota secara cukup luas sebelum perubahan
itu dijalankan. Anggota diminta memberikan masukan untuk memperkaya substansi
perubahan dan manajemen yang mengambil keputusan akhir.
Cara ini menjadi
kontraproduktif bila konsultasi yang dilakukan tidak tulus dijalankan, atau
substansi perubahan tidak menampung gagasan anggota secara signifikan.
4.
Cocreation
– Kokreasi
Perubahan dan pengembangan
paradigma bisnis dan manajemen dilakukan bersama anggota. Pengembangan diserahkan sepenuhnya pada
anggota, sehingga ’rasa memiliki perubahan’ dapat terbangun sejak awal.
Biasanya manajemen takut
menggunaan cara kokreasi pada waktu menjalankan perubahan paradigmatis, karena
khawatir kebhinekaan latar belakang dan kepentingan anggota yang dilibatkan
dalam proses perumusan perubahan akan menimbulkan kekacauan yang tidak
terkendali. Cara ini memakan banyak waktu, sehingga perlu keterlibatan anggota
sejak awal untuk memperlancar dan mempercepat proses.
Dengan demikian, keyakinan dalam bentuk paradigma
bisnis dan manajemen yang baru, anggota perusahaan melakukan penyesuaian dalam
peran, keputusan, dan perilakunya.
Perubahan transformasional pada dasarnya berfokus pada unsur manusia sebagai pelaku bisnisnya. Usaha
seperti itu dijalankan dengan keyakinan bahwa suksesnya sangat ditentukan oleh
keberhasilan mengubah sikap, niat dan perilaku dari para anggota. Perubahan
transformasional baru dianggap berhasil apabila sistem manajemen dilandasi
paradigma baru sudah diterapkan di seluruh jajaran perusahaan dan perilaku
organisasional yang baru sudah menjadi kebiasaan di tempat kerja.
Kepemimpinan transformasional yang mengubah status
quo dengan mengunggah nilai-nilai pengikut dan pemahaman mereka kepada tujuan
yang lebih tinggi. Pemimpin transformasional mengartikulasikan permasalahan
mereka dalam sistem yang ada dan memiliki visi luar biasa mengenai bentuk
masyarakat dan organisasi baru.
Perubahan transaksional adalah perubahan teknoekonomik dan laba rugi perusahaan. Perubahan ini
kadang melakukan pengurangan pekerja yang dicapai melalui pemutusan hubungan
kerja. PHK ini biasa disebut termination-at-will dimana pekerja dapat
diberhentikan dengan langsung baik dengan alasan tyang dapat diterima (just
cause) maupun tidak, jika tidak diperlukan lagi. Perubahan ini sangat mudah dan
cepat dilakukan, namun keberhasilannya akan terasa pahit karena biaya sosialnya
besar.
Kepemimpinan transaksional ini umum tapi cenderung bersifat sementara dalam hal bisa jadi tidak ada
tujuan tetap yang menyatukan pihak-pihak yang terlibat begitu transaksi telah
selesai. Walau jenis kepemimpinan ini dapat cukup efektif, ia tidak
menghasilkan perubahan organisasi atau sosial dan cenderung melanggengkan dan
melegitimasi status quo.
Keberhasilan yang pahit biasanya menimbulkan rasa
saling curiga diantara sesama anggota dalam perusahaan karena masing-masing
anggota kini memperhatikan kepentingan dan eksistensinya di perusahaan,
sehingga mereka melupakan cita-cita untuk bertumbuh kembang bersama. Iklim
kerja seperti ini susah diperbaiki karena mengembalikan rasa saling percaya
diantara sesama anggota perusahaan tidaklah mudah.
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;
Saling menghargai dan saling percaya, memungkinkan
terjadinya pertukaran informasi. Dari pertukaran ini muncul kepedulian yang
tulus sehingga tercipta iklim kerja yang berbas dari rasa takut.
Proses Pengembangan Organisasi Belajar
Organisasi Belajar adalah
pengembangan dan implementasi paradigma bisnis dan manjemen baru dapat
berlangsung dengan lancar apabila memiliki budaya belajar yang hidup dan
inovatif untuk maju dan tumbuh berkembang.
Dengan kebiasaan budaya
belajar yang hidup, anggota dapat menghasilkan kapabilitas produksi yang lebih
besar dan bisa mengambil keputusan lebih cepat. Kapabilitas ini sukar ditiru
karena orang memiliki kandungan pengetahuan nirwujud yang tertanam dalam diri
anggota perusahaan dan mitra usahanya.
Tujuan Pengembangan Organisasi Belajar :
1.
Menyadarkan
orang akan perlunya berubah secara mendasar
2.
Mengajak
orang mengenali hakikat perubahan dan manfaat bagi yang mau melakukan perubahan
3.
Memahami
jati diri dan anggota lain dalam perusahaan
4.
Menerawang
ke masa depan dengan optimis
5.
Meyakini
potensi, kebajikan dan kapabilitas diri
6.
Membangun
rasa saling percaya diantara sesama anggota
7.
Bekerja
sama dengan sesama rekan dan mitra usaha
8.
Melakukan
pembaharuan berkelanjutan
Tacit Knowledge - Pengetahuan Nirwujud – Pengetahuan yang Tersirat
Pengetahuan yang dikembangkan
dalam suasana kontemplatif dan reflektif dari persepsi dan interpretasi
kontekstual terhadap suatu fenomena alama atau sosial yang dipandang dari suatu
spesifikasi tertentu. Pengetahuan ini bersifat tidak nyata karena masih
bertempat pada konteksnya.
Tacid Knowledge bersifat
nirwujud karena masih dalam pemikiran perseptual dan belum dikodifikasikan.
Pengetahuan ini bersifat spesifik, subyektif, namun dapat menjadi pengetahuan
umum jika pengetahuan dikomunikasikan dengan baik dan menjadi pemahaman bersama.
Pemahaman ini hanya bisa dikembangkan
diantara orang-orang yang berinteraksi dalam lingkungan kerja dimana fenomena
ini ditemui, bila diterapkan dengan orang dengan lingkungan dan pengalaman
berbeda, maka akan sulit untuk memahami pengetahuan nirwujud ini.
Intuisi merupakan pemahaman
yang subyektif dan dugaan adalah salah satu pengetahuan nirwujud. Yang sulit
diekspresikan dan dikomunikasikan. Orang yang menguasai pengetahuan nirwujud
sering terpanggil untuk menguji pengetahuan mereka dengan mengkaji keselarasan
dengan realitas yang dihadapi dalam kehidupan. Pengetahuan kurang mendapat
perhatian di kalangan perusahaan dan organisasi bisnis karena sering :
- Dianggap
tidak didukung fakta
- Menambah
kekacauan dalam penyelenggaraan dan manajemen perusahaan
- Tidak
memiliki nilai utilitas yang tinggi
Namun, apabila temuan pengetahuan nirwujud ini
tepat dan multiguna, maka akan sangat bermanfaat dan dijunjung tinggi oleh
semua kalangan.
Lingkungan Chaordic adalah
konteks bisnis yang kacau sebagai lingkungan dinamik yang bergerak mengikuti
suatu pola tertentu yang belum diketahui aturan, standar, maupun normanya.
Perusahaan mungkin bisa
berperan dalam pengembangan keunggulan bersaing jika mampu menumbuhkembangkan
kemampuan dinamik yang diperlukan untuk berhasil berkiprah pada era informasi
dan pengetahuan yang makin canggih dengan kapabilitas kolektif. Dengan penguasaan
data dan informasi bisanis dan produksi yang lengkap, ju8ga perlu memahami
maksna dari data dan informasi tersebut, termasuk dampaknya pada kegiatan
usaha.
Tiga perangkat kegiatan untuk membangun keunggulan
kreatif di masa depan dengan menumbuhkan budaya belajar dilakukan dengan cara :
- Inquiry and Sense Making -
Menyelidik dan memberi makna
- Framing and Design – Membingkai, Memberi Struktur dan
merancang
- Sharing
dan Networking - Berbagi dan membangun jejaring kerja sama
1)
Inquiry and Sense Making - Menyelidik dan memberi makna
Nonaka dan Konno (1998) menyatakan bahwa pengetahuan itu
bertempat pada konteksnya, dan dapat diperoleh melalui pengalaman dan reflksi
seseorang terhadap pengalaman orang lain disitu.
Tacit knowledge merupakan sumber kreativitas dan inovasi
serta merupakan instrumen untuk melacak peluang yang ampuh.Di belahan dunia
bagian timur, orang lebih banyak berusaha untuk memahami pengetahuan nirwujud.
2) Framing and Design – Membingkai,
Memberi Struktur dan merancang
3) Sharing
dan Networking - Berbagi dan membangun jejaring kerja sama
Pengetahuan Tersurat
Pengetahuan ini biasanya dikodifikasi agar dapat
dikembangkan dengan pemahaman yang sama. Penggetahuan ini berbasis pada nalar
linear karena nalar bersifdat deterministis. Salah satu contohnya adalah
teknologi, sebuah kodifikasi yang telah dikodifikasi, diberi struktur, diberi
wujud fisik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk melipatgandakan
kapabilitas dapat digunakan untuk memecahkan berbagai macam persoalan.
Pengetahuan eksplisit biasanya
mudah disampaikan, pengetahuan ini juga sebagai suatu heuristis yang berbentuk
petunjuk pelaksanaan, model, dan algoritma matematik atau logika yang
diprogramkan, yang biasanya mampu menghasilkan preferensi solusi bagi persoalan
tertentu.
Profil Agen Perubahan
Agen perubahan bisa menjadi
teladan bagi anggota lain perusahaan, khususnya bagi anggota yang berkenaan dan
bekerja sama dengan orang terkait. Melalui teladan yang mau berubah, mereka
berhasrat untuk mewujudkan keberhasilan bersama yang gemilang. Dengan cara :
1.
Menunjukkan
apa yang perlu diubah dan kebiasaan baru apa yang perlu diadopsi dan langsung
dipraktikkan di tempat kerja.
Agen perubahan ini menunjukkan
itikad perubahan melalui sikap dan perilaku interpersonal bahwa mereka
menghargai anggota perusahaan sebagai pribadi yang cerdas dan bermartabat.
2.
Anggota
biasa yang dengan tulus yakin bahwa perusahaan perlu menjalani perubahan dengan
berpegang pada paradigma bisnis dan manajemen yang telah disepakati bersama.
Kemudian, orang-orang yang
demikian perlu difungsikan sebagai pemimpin dan fasilitator perubahan.
3.
Cara-cara
transformasional dilakukan dan diikuti dengan perubahan formal yang mengikat
secara legal.
Diharapkan menjadi agen
perubahan adalah manajer menangah yang memiliki bawahan yang secara formal
bekerja untuk mereka. Agen perubahan perlu memiliki posisi yang cukup tinggi
dan penting karena mereka berkewajiban memelihara kontak dengan banyak anggota
lain.
4.
Pengembangan
budaya kerja sangat ditentukan oleh praktik kemepimpinan yang dipraktikkan di
lingkungan kerja perusahaan.
Schein (1992) mengatakan bahwa
kepemimpuinan adalah penentu kualitas budaya kerja. Memahai pola kepemimpinan
seperti apa yang dibutuhkan dunia kerja kontemporer dimana berkemnbang ilklim
kerja yang subur untuk munculnya potensi, kapabilitas, yang dikontribusikan
bagi kemajuan perusahaan.
Keberhasilan perusahaan hanya
dapat berlangsung secara berkelanjutan jika anggota yang menghasilkannya juga
memperoleh manfaat okonomis dan psikologis dari perubahan ini. Keberhasilan
ditentukan oleh kualitas habitat yang dikembangkan di lingkungan poerusahaan
untuk memunculkan dan menumbuhkan potensi kebajikan dan kapabilitas terbaik
anggota perusahaan. Perubahan justru dirasakan dalam perbaikan suasana kerja
dan peningkatan kualitas interaksi yang terjadi diantara sesama anggota yang
memberi manfaat dan kegunaan bagi perusahaan dan pemiliknya, serta memberikan
makna bagi kehidupan.
Kegagalan perusahaan untuk
menghasilkan kinerja yang melebihi ekspektasi karena kurang baiknya kuelitas
pekerja perusahaan dan kurang kondusifnya iklim di tempat kerja misalnya tidak
mendorong anggota untuk memunculkan potensi dan kapabilitas bagi kemajuan
perusahaan.
0 komentar:
Posting Komentar