1. Latar Belakang
Investasi adalah langkah awal dalam kegiatan
ekonomi. Naik turunnya investasi, juga menjadi faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan yang ditabung dan diinvestasikan
dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari menyebabkan
terjadinya akumulasi modal. Akumulasi modal tersebut selanjutnya dapat
digunakan untuk membuat pabrik baru, pengadaan mesin, peralatan dan material
guna meningkatkan stok modal produktif secara fisik suatu daerah dan
memungkinkan tercapainya peningkatan output.
Data pertumbuhan
ekonomi Indonesia
menurut World Bank 2012
hanya berkisar di angka 6% pada tahun 2011. Pertumbuhan tersebut masih lebih
kecil jika dibandingkan Negara China
yang mencapai dua digit (World Bank, 2012). Fakta ini menunjukan bahwa masih kalah bersaingnya pertumbuhan
ekonomi di Indonesia.
Penyebab masih rendahnya tingkat pertumbuhan di Indonesia karena masih rendah
tingkat investasinya yang disampaikan Mudrajad Kuncoro (2004, 156).
Dalam teori
pertumbuhan Harrod dan Domar (Todaro, 2004) investasi didefinisikan sebagai
perubahan tingkat modal (stock) yang terjadi dalam suatu perekonomian
dimana sebagian dari pendapatan digunakan untuk tabungan. Pergerakan arus
tabungan tersebut kemudian diarahkan untuk menciptakan dana investasi yang
dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan tinggi rendahnya tingkat investasi
ditentukan berdasarkan pendapatan perkapita masyarakat. Mudrajad Kuncoro
(2004:203) menyatakan pendapatan
perkapita merupakan indikator untuk melihat daya beli suatu daerah. Pendapatan
perkapita yang tinggi pada suatu daerah artinya daya beli masyarakat daerah
tersebut juga tinggi. Hal ini menunjukan potensi investasi yang efektif untuk pasar
domestik. Oleh karena itu pendapatan perkapita suatu daerah juga merupakan
salah satu hal yang dipertimbangkan para investor untuk berinvestasi.
Di sisi lain, infrastruktur
merupakan prasarana publik primer dalam mendukung kegiatan ekonomi suatu
negara, dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan tingkat efisiensi dan
efektivitas kegiatan ekonomi. Infrastruktur diartikan sebagai layanan utama
dari suatu negara yang dapat menunjang keberlangsungan kegiatan masyarakat dan
kegiatan ekonomi dengan menyediakan transportasi dan fasilitas pendukung
lainnya (The Routledge Dictionary of
Economics, 1995).
Pembangunan
infrastruktur akan menyerap banyak tenaga kerja kemudian akan berpengaruh pada meningkatnya
pertumbuhan ekonomi. Banyak tenaga akerja mampu mendongkrak pendapatan
perkapita. Data empiris
menunjukkan hubungan yang kuat antara ketersediaan infrastruktur dasar dengan
pendapatan per kapita masyarakat di berbagai negara. Berdasarkan
studi analisis input-output oleh Chandra dan Alla (2010) diketahui bahwa semua sektor infrastruktur di Indonesia memiliki dampak multiplier
yang positif terhadap sektor perekonomian lainnya.
Dengan
infrastruktur yang memadai, efisiensi yang dicapai oleh dunia usaha akan makin
besar dan investasi yang didapat semakin meningkat. Todaro (2000: 143) menjelaskan bahwa
tingkat ketersediaan infrastruktur di suatu negara adalah faktor penting dan
menentukan bagi tingkat kecepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi yang pesat akan berakibat pada meningkatnya kebutuhan prasarana dan sarana
sosial ekonomi. Dan permintaan terhadap pelayanan infrastruktur akan meningkat
pesat seiring dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Permasalahannya justru peningkatan
permintaan ’diimbangi’ dengan penurunan kemampuan Pemerintah. Peringkat
Indonesia terkait buruknya fasilitas infrastruktur tercermin dalam the Global
Competitiveness Report of the World Economic Forum tahun 2010-11 dimana
menempati urutan ke 82 dari 140 negara (Anoviar, 2012). Berikut beberapa
permasalahan infrastruktur di Indonesia :
1. Biaya perawatan infrastruktur rendah dan
tidak berkualitas sehingga sulit mengembalikan investasi dan kurang mendukung
terhadap pertumbuhan ekonomi
2. Kesenjangan infrastruktur antar daerah
serta antara kota dan desa
3. Tingkat persaingan terbatas
karena peraturan menghalangi
investasi swasta, selain sektor telekomunikasi dan jalan tol;
dan
4. Perbedaan dramatis layanan infrastruktur karena faktor
non finansial, seperti administrasi di daerah terkait desentralisasi.
Lebih jauh diutarakan oleh Anoviar (2012) kekurangmampuan
penyediaan sarana dan prasarana perkotaan yang dapat mengakibatkan banyaknya
kerugian antara lain :
1.
Kemacetan lalu lintas
2.
Polusi lingkungan
3.
Ketidaknyamanan hidup
4.
Persaingan usaha, dll
Keterbatasan anggaran negara
dalam memenuhi infrastruktur publik maka pemerintah mencari solusi melalui
pasar. Masalahnya, bagaimana pemerintah dapat sepenuhnya mengenali dan menangani
secara efektif kekuatan monopoli alami infrastrukturnya dalam memastikan
penyediaan infrastruktur yang efisien yang bersinergi pada perekonomian. Solusinya
adalah menciptakan kebijakan yang mengintegrasikan swasta ke dalam
komponen-komponen yang kompetitif, memprivatisasinya di pasar yang kompetitif
dengan tetap mempertahankan kontrol regulasi. Namun akan sulit bagi
sektor swasta terlibat dalam penyediaan infrastruktur jika kerangka hukum dan
institusional dasarnya tidak memadai.
Dorongan pemerintah
bidang kerangka institusional dan regulasi dan peningkatan keterlibatan swasta
dalam sektor infrastruktur publik tertinggal jauh di belakang, ini terjadi di
banyak negara berkembang kawasan Asia, termasuk Indonesia. Perlu adanya
reformasi di tiga bidang utama terkait dengan privatisasi penyediaan
infrastruktur, yaitu hukum dan peraturan, pembiayaan dan manajemen risiko, dan
kebijakan sektoral (Harry, 2008). Namun di sisi lainnya, berbagai kendala terjadi selama pelaksanaan
kerjasama dengan pola ini. Salah satu masalah yang terjadi adalah kebijakan
pemerintah yang kurang kondusif atau kekuatan oposisi pemerintah yang terlalu
mendominasi. Kendala lainnya dapat berupa kondisi politik yang tidak stabil.
Sebenarnya masalah-masalah tersebut wajar terjadi, mengingat banyaknya resiko
dan ketidakpastian.
Selain masalah hukum,
kelemahan lain dalam menarik keterlibatan sektor swasta dalam pengembangan
sektor infrastruktur publik karena kurang dikembangkannya lembaga keuangan
domestik dengan instrumen jangka panjang. Namun sekali lagi harus ditekankan
bahwa, pelaksanaan privatisasi harus dilakukan dengan melihat kondisi kekinian
suatu negara.
Lemahnya sektor infrastruktur
di Indonesia diakui oleh Tony Prasetiantono, dalam Media Keuangan (2010),
menyatakan bahwa kemampuan pemerintah dalam membiayai infrastruktur masih
sangat rendah dimana pembiayaannya terlalu menggantungkan kepada swasta. Jika
pemerintah memang hendak mengandalkan swasta, harus melakukan aksi pro-aktif
untuk melobi swasta karena investasi pada infrastruktur publik dianggap tidak
menguntungkan sehingga ketertarikan swasta sangat rendah.
Peningkatan stok modal fisik dan output inilah
yang terus diusahakan khususnya oleh pemerintah dalam berbagai kebijakannya
yang berkaitan dengan investasi sebagai salah satu upaya untuk mencapai
kesejahteraan. Akan tetapi dalam upaya tersebut tidaklah mudah karena
masing-masing pemerintah daerah juga harus bersaing satu sama lain untuk
menarik investasi masuk ke daerahnya.
2. Tujuan
Tujuan tulisan ini adalah menjelaskan kembali
pentingnya peranan investasi terhadap kemajuan infrastruktur. Selain itu juga mengidentifikasi
faktor-faktor penentu yang mendorong masuknya investasi swasta dalam
pembangunan dan pelayanan infrastruktur, termasuk kerjasama pemerintah dan
swasta beserta kendala-kendala yang merintangi laju investasi tersebut.
Kemudian mengkaji kerangka kelembagaan (institutional
setting) lembaga keuangan infrastruktur di tingkat internasional, yang meliputi:
format organisasi, unsur-unsur yang terlibat, kerangka regulasi, dan sumber
dana lalu saran untuk pemerintah untuk memperbaiki undang-undang yang berkaitan
dengan penanaman investasi.
3. Tinjauan Pustaka
3.1 Investasi
3.1.1 Definisi Investasi
Secara umum investasi meliputi pertambahan
barang dan jasa masyarakat, seperti pertambahan mesin-mesin baru, pembuatan
jalan baru, pembukaan lahan baru dan sebagainya. Investasi juga diartikan
sebagai pengeluaran yang di lakukan oleh para pengusaha untuk membeli
barang-barang modal dan membina industri- industri.
Dalam perhitungan pendapatan nasional dan
stastistik, investasi meliputi hal yang lebih luas lagi. Dalam perhitungan
pendapatan nasional, investasi meliputi seluruh nilai pembelian pengusaha atas
barang-barang modal dan pembelanjaan untuk mendirikan industri-industri,
pengeluaran masyarakat untuk mendirikan rumah-rumah dan tempat tinggal,
pertambahan dalam nilai stok barang-barang berupa bahan mentah, barang yang belum
selesai di proses dan barang jadi (Sukirno,
1994 : 91 ).
Model Keynesian mengasumsikan bahwa
seluruh pendapatan harus dikeluarkan untuk dikonsumsi atau ditabung, dan
jumlah prekonomian dapat dibagi dua yaitu antara pengeluaran untuk
barang-barang konsumsi dan barang modal, dan posisi keseimbangan dalam
prekonomian ditentukan pada saat jumlah penerimaan sama dengan jumlah pengeluaran sehingga
investasi sama nilainya dengan tabungan.
Dalam kaitanya dengan
perusahaan dimana perusahan melakukan investigasi guna mendapatkan profit yang
sebesar-besarnya, dimana salah satu sumber investasi tersebut berasal dari dana
masyarakat yang ditabung pada lembaga-lembaga keuangan, maka dapat disimpulkan
bahwa investasi merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan yang
mencakup pengeluaran untuk membeli bahan baku/material, mesin-mesin dan
peralatan pabrik serta semua modal lain yang diperlukan dalam proses produksi.
Pengeluaran untuk keperluan bangunan kantor, pabrik tempat tinggal karyawan dan
bangunan kontruksi lainnya. Perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai
akibat dari perubahan jumlah dan harga”(Deliarnov,
1995 : 80-81).
Sementara itu Dj. A
Simarmata (1994) dalam
bukunya mendefinisikan investasi yang lebih luas yang dikaitkan dengan perkembangan
pasar modal sekarang yaitu investasi adalah setiap kegiatan yang hendak
menanamkan uang dengan aman, meski harus diakui pada hakikatnya investasi merupakan komponen
yang paling mudah berubah karena sangat tergantung pada situasi di masa depan
yang sulit untuk diramalkan (Samuelson dan Nordhaus, 2005).
Dari berbagai pendapat
tentang definisi mengenai investasi, didapat satu kesamaan arti yaitu investasi
merupakan suatu pengeluaran sejumlah dana dari investor atau pengusaha guna
membiayai kegiatan produksi untuk mendapatkan profit di masa yang akan datang.
3.1.2 Jenis-Jenis
Investasi
Menurut (Sukirno, 2004: 108) secara umum
terdapat dua jenis investasi, yaitu:
1.
Investasi
yang terdorong (Induced Invesment)
Merupakan investasi
akibat adanya penambahan permintaan yang disebabkan pertambahan pendapatan.
Maksudnya, apabila pendapatan bertambah maka akan digunakan untuk konsumsi,
sedang pertambahan konsumsi pada dasarnya adalah tambahan permintaan. Sudah
pasti bila ada tambahan permintaan, maka akan mendorong berdirinya pabrik baru
atau memperluas pabrik lama untuk dapat memenuhi tambahan permintaan tersebut.
2. Investasi otonom (Outonomous Invesment)
Investasi otonom (Outonomous
Invesment), yaitu investasi yang dilakukan secara bebas, artinya investasi
yang ada bukan karena pertambahan permintaan efektif, tetapi justru untuk
menciptakan atau menaikkan permintaan efektif. Besarnya investasi otonom tidak
tergantung pada besar kecilnya pendapatan nasional atau daerah. Investasi
otonom berarti pembentukan modal yang tidak dipengaruhi oleh pendapatan
naasional. Dengan kata lain, tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan
jumlah investasi otonom yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan.
3.1.3 Sumber-Sumber Dana Investasi
Sumber pendanaan investasi, dilihat dari
sumbernya dibagi menjadi dua:
1.
Investasi oleh masyarakat swasta nasional
Sering disebut PMDN yaitu
Penanaman Modal Dalam Negri dimana investasi ini berasal dari masyarakat yang
masuk dalam lingkaran domestik.
2.
Investasi oleh pihak Asing
Alternatif pembiayaan lain yang bisa
digunakan membiayai pembangunan infrastruktur dapat diperoleh melalui penanaman
langsung modal asing (foreign direct investment, FDI) yang disebut juga Investasi asing yang
sering disebut PMA atau Penanaman Modal Asing. Bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, FDI
merupakan sumber dana utama yang digunakan untuk membangun infrastruktur dan
modal kerja sektor industri.
Dijelaskan dalam Direktorat Pengembangan
Kelembagaan Prasarana Publik (2010), beberapa cara pemerintah terutama di negara
berkembang menarik investor swasta dalam pembangunan dan pengelolaan pelayanan
di bidang infrastruktur, menawarkan beberapa kemudahan berupa pemberian hibah (grants),
pinjaman lunak (soft loan) dan jaminan pemerintah (guarantees).
3.1.4 Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Laju Investasi
Investasi yang ditanam di
suatu negara atau daerah, di tentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
1.
Tingkat keutungan yang diramalkan
2.
Tingkat Suku Bunga
3.
Ramalan mengenai ekonomi di masa depan
4.
Kemajuan teknologi
5.
Tingkat pendapatan nasional dan perubahannya
6.
Keuntungan yang diperoleh
7.
Situasi politik
8.
Pengeluaran yang di lakukan pemerintah
9.
Kemudahan yang diberikan oleh pemerintah setempat.
Di samping itu ada faktor-faktor penghambat lain (Direktorat
Pengembangan Kelembagaan Prasarana Publik, 2010) yang dapat mengurangi
percepatan perkembangan investasi, yang meliputi:
1. Tingginya risiko yang harus ditanggung
pihak swasta apabila ingin berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur
2. Lemahnya kerangka hukum dan
peraturan-peraturan dalam pembangunan dan pengelolaan pelayanan di bidang
infrastruktur
3. Lemahnya struktur pasar dalam memberikan
pelayanan di bidang infrastruktur
4. Belum stabilnya kondisi makro ekonomi
5. Lemahnya kondisi keuangan, teknologi,
kemampuan mengelola organisasi atau institusi, serta keberadaan badan-badan
usaha milik negara dengan ruang lingkup usaha pelayanan infrastruktur
6. Kurang tersedia informasi akurat yang
dibutuhkan swasta untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan (due diligence)
dalam memutuskan keikutsertaannya dalam pembangunan dan pengelolaan pelayanan
di bidang infrastruktur
7. Lemahnya aturan-aturan yang berhubungan
dengan kegiatan pelelangan dalam pembangunan dan pengelolaan pelayanan di
bidang infrastruktur (structured versus unstructured atau competitive
versus direct assignment)
8. Kurang terjaminnya likuiditas pasar modal
Dalam pemenuhan infrastruktur
atau fasilitas publik, diperlukan investasi yang cukup besar dan pengembalian
investasi dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu, manajemen
operasionalnya juga membutuhkan cost yang tinggi. Permasalahan inilah
yang menjadi kendala bagi kebanyakan negara-negara berkembang dalam pemenuhan
infrastruktur.
Faktor-faktor ini harus diwaspadai sehingga dapat
ditanggulangi dan tidak berdampak besar terhadap perkembangan sektor investasi
utamanya di bidang pembangunan infrastruktur. Seperti contoh yang dialami oleh
penerapan fasilitas lembaga pembiayaan di India, Pakistan dan Kolombia juga
memberi pelajaran bahwa hasil yang dicapai belum sesuai dengan yang
dikehendaki. Hal ini, antara lain disebabkan oleh:
1. Lingkungan yang kurang kondusif dalam
mendukung partisipasi swasta di bidang infrastruktur
2. Ketidakstabilan lingkungan politik
3. Lemahnya kerangka makro
4. Lemahnya kebijakan di sektor keuangan,
(Direktorat Pengembangan Kelembagaan
Prasarana Publik (2010)
Kesalahan merancang fasilitas pembiayaan
infrastruktur itu sendirii, tidak konsistennya tujuan-tujuan yang ingin
dicapai, kurang tepatnya pemilihan dan penentuan harga instrumen-instrumen
keuangan yang digunakan, serta kurang tepatnya pemilihan sektor-sektor
infrastruktur yang menjadi target atau pilihan. Selain itu juga harus
diperhatikan evaluasi setelah eksekusi, sehingga kesalahan-kesalahan yang
terjadi di negara berkembang lain tidak perlu terjadi lagi, tentunya dengan
memperhatikan faktor-faktor penyebabnya.
3.2 Pengertian Infrastruktur
Menurut kamus besar Bahasa
Indonesia, infrastruktur dapat diartikan sebagai sarana dan prasarana umum. Dalam
pembahasannya, infrastuktur dapat dikatakan barang publik. MacMillan Dictionary of Modern Economic (1996) menyatakan
infrastruktur merupakan elemen struktural ekonomi yang memfasilitasi arus
barang dan jasa antara pembeli dan penjual. The
Routledge Dictionary of Economics (1995) mendefinisikan infrastruktur
merupakan pelayanan utama dari suatu negara yang dapat menunjang
keberlangsungan kegiatan masyarakat dan kegiatan ekonomi dengan menyediakan
transportasi dan fasilitas pendukung lainnya.
World Bank Report (Bank Dunia,
1994) membagi infrastruktur menjadi tiga golongan;
1. Infrastruktur Ekonomi
Merupakan aset fisik yang
menyediakan jasa dan digunakan dalam produksi dan konsumsi finansial, yang
meliputi :
a. Public Utilities, misalnya telekomunikasi,
air minum, sanitasi, dan gas.
b. Public Works, misalnya bendungan, irigasi
dan drainase.
c. Transportation Sector , misalnyajalan
kereta api, angkutan pelabuhan dan lapangan terbang.
2. Infrastruktur Sosial
Merupakan aset yang mendukung
keahlian dan kesehatan masyarakat diantaranya seperti :
a. Kesehatan, misalnya sekolah dan
perpustakaan,
b. Pendidikan, misalnya rumah sakit dan
opusat kesehatan,
c. Rekreasi, misalnya taman bermain publik,
museum, dll.
3. Infrastruktur Administrasi
Meliputi penegakan hukum,
institusi, kontrol administrasi-koordinasi, serta kebudayaan.
Selain itu, Jacobs et al., (1999) membagi klasifikasi
infrastruktur menjadi dua :
1. Infrastruktur Dasar (Basic Infrastructure)
Meliputi sektor-sektor yang
mempunyai karakteristik publik dan kepentingan yang mendasar untuk sektor
perekonomian lainnya, tidak dapat diperjualbelikan (nontradable) dan tidak dapat dipisah-pisahkan baik secara teknik
maupun spasial. Contohnya yaitu jalan raya, kereta api, pelabuhan, drainase,
bendungan, dll.
2. Infrastruktur Pelengkap (Complementary
Infrastructure)
Seperti gas, listrik,
telepon, dan pengadaan air minum.
Ada dua cara
pembiayaan investasi pada infrastruktur yaitu :
1.
Public spending and efficiency
Dimana
pengeluaran publik untuk infrastruktur meningkat pasca krisis Asia, meskipun
lebih rendah dari pre-krisis. Masalahnya adalah pengaturan alokasi anggaran
infrastruktur tidak terkoordinasi antar kementrian, perencanaan kurang matang,
tidak jelasnya hirarki otoritas, serta anggaran tidak dialokasikan dengan
efektif dan terkonsentrasi di akhir tahun. Strategi mengatasinya adalah
perencanaan, koordinasi, dan kebijakan prioritas sesuai kebutuhan.
2. Extent of private participation atau PPPs (Public Private Partnership).
PPPs
sempat menurun pasca krisis dan devaluasi nilai rupiah. PPPs terkonsentrasi
pada energi dan telekomunikasi dimana menggunakan cost-benefit analysis
serta fokus pada keberlangsungan fiskal. Negara-negara
di OECD juga menggunakan PPPs (Anoviar, 2012).
Pengadaan
infrastruktur merupakan hasil dari kekuatan penawaran dan permintaan, ditambah
dari kebijakan publik (Canning, 1998). Kebijakan publik memainkan peran yang
besar terutama karena ketiadaan dan ketidaksempurnaan mekanisme harga pada
pengadaan infrastruktur. Namun peningkatan pengadaan infrastruktur terhadap
pendapatan tidak dapat diinterpretasikan sebagai elastisitas pendapatan dari
permintaan, kecuali biaya infrastruktur sama di setiap negara (bagus teguh
pamungkas).
Infrastruktur umunya
memiliki karateristik monopoli alamiah (nature monopoli) karena disebabkan
tingginya biaya tetap serta tingkat kepentingannyadalam perekonomian, dan juga
pengadaan dan pengoperasian infrastruktur akan lebih ekonomis jika dilakukan
oleh satu perusahaan daripada dua atau lebih perusahaan. Nature monopoly
biasanya akan muncul bila skala ekonomis yang diperlukan untuk menyediakan
suatu barang atau jasa sedemikian besar sehingga akan lebih bermanfaat apabila
pasokan barang atau jasa diserahkan kepada dsatu perusahaan saja (Mankiw,
2001). Berdasarkan pengalaman yang telah ada, barang yang termasuk monopoli
alamiah akan menyebabkan tingginya intervensi pemerintah untuk pengadaan, baik
melalui pengadaan langsung melalui peraturan harga dan perundangan.
Infrastruktur merupakan sektor vital karena berhubungan dengan hajat hidup orang
banyak, serta mendukung tercapainya pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan.
3.3 Penelitian Sebelumnya
1. Permana dan Alla (2010) : Analisis Peranan
dan Dampak Investasi Infrastruktur terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis
Input- Output
Menganalisis infrastruktur terhadap sektor
perekonomian di Indonesia. Infrastruktur yang dianalisis meliputi listrik, gas
dan air minum, bangunan serta pengangkutan dan komunikasi. Data yang digunakan adalah Tabel Input-Output Indonesia tahun 2005.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa infrastruktur memiliki keterkaitan ke
belakang yang lebih tinggi daripada keterkaitan ke depannya. Semua sektor
kategori infrastruktur lebih mampu mendorong pertumbuhan sektor hulunya
dibandingkan dengan sektor hilirnya. Infrastruktur memiliki dampak multiplier
yang positif terhadap sektor perekonomian.
2. Dadang Firmansyah (2006) : Pengaruh pengeluaran Pemerintah dan defisit Anggaran terhadap
investasi di Indonesia selama periode 1986-2008.
Menganalisis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB),
Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja, Infrastruktur (Jumlah Panjang Jalan), dan
krisis Ekonomi (Dm) terhadap pertumbuhan Penanaman Modal Dalam Negeri di
Indonesia priode tahun 1985-2004. Berdasarkan hasil estimasi tersebut Variabel
Produk Domestik Bruto (PDB) tidak berpengaruh terhadap PMDN, Tenaga Kerja berpengaruh
terhadap PMDN, Infrastruktur (Jumlah Panjang Jalan) tidak berpengaruh terhadap
PMDN, dan Krisis Ekonomi (Dm) berpengaruh terhadap PMDN.
3. Laporan Direktorat Pengembangan
Kelembagaan Prasarana Publik (2010) : Pengembangan
Lembaga Keuangan dan Investasi Infrastruktur
Kajian ini menyimpulkan bahwa akan terjadi
kesenjangan pembiayaan (financing gap) antara kebutuhan investasi
infrastruktur dengan kemampuan pembiayaan pemerintah. Kesenjangan tersebut
mencapai angka Rp 266,7 triliun, atau sekitar US$ 31,4 miliar jika satu US$
senilai Rp 8.500. Untuk menutupi kesenjangan tersebut, pemerintah dapat
melakukan realokasi anggaran, yang lebih menitikberatkan kepada pembangunan
infrastruktur; mengajak pihak swasta berperan aktif dalam pembangunan dan
pengelolaan infrastruktur atau membentuk suatu lembaga pembiayaan yang dapat
mendanai proyek-proyek infrastruktur.
3.4 Hubungan antara Investasi dan Infrastruktur
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan
atau apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada apa yang dicapai
pada masa sebelumnya (Mudrajad Kuncoro, 2003). Investasi merupakan faktor
penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Permintaan akan masuknya investasi
ke suatu negara atau daerah juga di pengaruhi oleh beberapa hal. Salah satu
yang menjadi pertimbangan penting adalah faktor infrastruktur dimana faktor ini
dapat mempengaruhi kelancaran distribusi output kepada konsumen.
Pekerja akan lebih produktif jika mereka mempunyai
alat-alat untuk bekerja. Sama seperti infrastruktur yang digunakan untuk
menghasilkan barang dan jasa di sebut modal fisik (Mankiw, 2004:57) untuk
menghasilkan laju percepatan pertumbuhan ekonomi. Todaro (2000: 143) menjelaskan
bahwa tingkat ketersediaan infrastruktur di suatu negara adalah faktor penting
dan menentukan bagi tingkat kecepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. Didukung
pula oleh studi yang dilakukan Permana dan Alla (2010: 16) menunjukan bahwa variabel
infrastruktur termasuk panjang jalan beraspal berpengaruh terhadap investasi.
Dengan baiknya infrastruktur, yang dilihat dari panjang jalan yang dalam
keadaan baik, maka proses produksi sampai distribusi kepada konsumen akan lebih
singkat sehingga kegiatannya menjadi efisien.
Jika keadaan infrastruktur masih belum mengalami
perbaikan yang signifikan bahkan cenderung mengalami penurunan maka hal ini
diduga menjadi salah satu penyebab rendahnya daya saing dan daya tarik
investasi. Sejalan dengan hal tersebut, Firdaus 2008 dalam (Permana dan Alla
2010:18) mengemukakan bahwa suplai tenaga listrik dan infrastruktur sosial
berpengaruh signifikan terhadap daya tarik investasi pada suatu wilayah.
Keterkaitan antara
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur diakui secara luas. Namun di
sisi lainnya, berbagai masalah/kendala terjadi selama pelaksanaan kerjasama
dengan pola ini. Salah satu masalah yang terjadi adalah kebijakan Pemerintah
yang kurang kondusif atau kekuatan oposisi Pemerintah yang terlalu mendominasi.
Kendala lainnya dapat berupa kondisi politik yang tidak stabil. Sebenarnya
masalah-masalah tersebut wajar terjadi, mengingat banyaknya resiko dan
ketidakpastian sepanjang implementasi Public Private Partnership (PPP), banyaknya
pihak-pihak/partisipan yang terlibat dalam kerjasama ini, serta tidak banyak
pengalaman yang dimiliki oleh negara atau daerah yang menggunakan pola PPP.
Investasi dalam berbagai bentuknya akan
memberikan banyak pengaruh kepada prekonomian suatu negara atupun dalam cakupan
yang lebih kecil yakni daerah. Karena dengan terciptanya investasi akan membawa
suatu negara pada kegiatan ekonomi tertentu.
Investasi yang akan
berlanjut dengan suatu proses produksi akan menciptakan lapang kerja,
menciptakan barang-barang dan jasa untuk di pasarkan kepada konsumen, dan
interaksi antara produsen, dalam hal ini investor, dan konsumen dalam
menawarkan dan mengkonsumsi barang-barang atu jasa, dan pada giliranya akan
menciptakan kemejuan prekonomian dalam suatu negara.
3. Pembahasan
Berdasarkan data World Bank,
komponen penyumbang GDP terbesar di Indonesia adalah konsumsi dengan nilai
rata-rata selama dua puluh tahun sekitar 70%. Sementara itu investasi hanya
menyumbang 20%.
Tabel 3.1.
Presentase
Pengeluaran Konsumsi dan Investasi atas GDP Indonesia
Tahun
|
Pengeluaran
Konsumsi dalam GDP (%)
|
Pengeluaran Investasi
dalam GDP (%)
|
2005
|
70,77
|
23,64
|
2006
|
69,19
|
24,13
|
2007
|
71,01
|
24,97
|
2008
|
71,06
|
27,65
|
2009
|
68,24
|
31,06
|
Sumber : World Bank Data Tahun
2005-2009
Perkembangan investasi di Indonesia dapat dilihat
melalui nilai pembentukan modal tetap bruto. Berdasarkan tabel di atas dapat
dilihat bahwa nilai nominal investasi di Indonesia cenderung meningkat dari
tahun 2005-2009.
Dalam bagian ini dikemukakan pembahasan kemampuan
investasi yang dimiliki pemerintah dan kebutuhan investasi infrastruktur riil
periode 2005-2009. Tampak dari tabel
yang ditampilkan diatas, mulai tahun 2005 proporsi konsumsi mencapai 70,77% dan
investasi sebesar 23,64%. Proporsi konsumsi dirasa sangat besar dan ketimpangan
ini terjadi terus menerus selama 2005 hingga 2009 dimana angka hanya berkisar
pada angka-angka tersebut saja. Hanya pada 2009 nilai investasi agak meningkat
dengan menyentuh kepala tiga dengan nilai 31,06% dan nilai konsumsi menurun ke
kisaran 68,24%.
Dari
tabel 3.1, dengan adanya peningkatan nilai investasi pada 2009, namun dirasa
proporsi konsumsi tetap masih terlalu besar. Ketimpangan yang terjadi masih
menunjukkan kurangnya optimalisasi penanaman investasi yang ada di Indonesia.
Kurangnya optimalisasi yang ada di Indonesia
juga mengakibatkan kurangnya pemenuhan investasi atas kebutuhan investasi yang
masih belum tercukupi. Menurut Direktorat Pengembangan dan Kelembagaan
Prasarana Publik (2010), secara kumulatif pada periode 2005-2009 diperkirakan
besarnya anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah untuk pembangunan
infrastruktur mencapai Rp. 346,5 triliun.
Tabel 3.2
Perbandingan
Kemampuan Pendanaan Pemerintah dengan
Kebutuhan
Investasi Infrastruktur
Periode 2005 – 2009
Infrastruktur
|
Penambahan
|
Kebutuhan Investasi
(Rp triliun)
|
Kemampuan Pemerintah
(Rp triliun)
|
Jalan (N/P/Kab/Kota)
|
93,7
ribu km
|
177,1
|
346,5
|
Kapasitas
Tenaga Listrik
|
21,9 ribu
MW
|
241,8
|
Telepon
Tetap
|
11,0
juta SST
|
93,7
|
Telepon
Seluler
|
18,7
subscriber
|
63,6
|
Air
Minum
|
30,5
juta orang
|
18,3
|
Sanitasi
|
46,9
juta orang
|
18,8
|
Total
|
613,2
|
Kesenjangan Pembiayaan (Financing Gap)
|
266,7
|
Sumber : Direktorat Pengembangan dan Kelembagaan Prasarana Publik (2010)
Dari tabel 3.2, total
kebutuhan investasi mencapai Rp. 613,2 triliun, kemampuan pemerintah untuk
memenuhinya hanya sampai pada angka Rp. 346,5 triliun. Nilai Rp. 346,5 bila
dikalkulasikan hanya sebesar 56% dari kebutuhan investasi riil yang sebesar Rp.
613,2 triliun. Dari tabel diatas hanya dimana tampak adanya kesenjangan yang
sangat besar antara kebutuhan investasi dan kemampuan pemerintah untuk
memenuhinya secara riil sebesar Rp. 266,7 triliun yang didapat dari selisih
nilai kebutuahn investasi dan nilai kemampuan pemerintah yang didapat dari data
Direktorat Pengembangan dan Kelembagaan Prasarana Publik (2010). Jumlah yang
cukup besar, sehingga pemerintah harus berupaya lebih keras untuk mendanainya.
Salah satu caranya dengan realokasi anggaran pemerintah yang lebih menekankan
pembangunan di sektor infrastruktur dengan mengajak pihak swasta ikut
berinvestasi dan mengelola pelaksanaan proyek infrastruktur.
Hendaknya pemerintah Indonesia
juga bisa mengikuti langkah-langkah yang dilakukan negara berkembang lainnya,
supaya lebih menarik pihak swasta dengan memberi kemudahan berupa hibah (grants),
pinjaman lunak (soft loan) dan jaminan pemerintah (guarantees)
seperti yang dicantumkan dalam laporan Direktorat Pengembangan Kelembagaan
Prasarana Publik (2010).
5. Kesimpulan
Dari berbagai teori dan data
yang telah disampaikan pada bahasan sebelumnya, dapat disimpulkan apabila
pemerintah ingin melakukan realokasi anggaran yang efektif sangatlah disarankan
untuk melakukan inovasi dan lebih agresif dalam menarik minat investasi pihak
swasta agar berperan dalam pendanaan, pengalokasian, dan pembangunan di bidang
infrastruktur. Peran ini dapat disalurkan di lembaga keuangan nasional, yang
melakukan mobilisasi dana masyarakat dan menyalurkannya untuk investasi.
Intinya, manfaat dari lembaga ini adalah menyediakan sumber pendaanaan baik
jangka pendek maupun jangka panjang untuk dunia usaha dan memberikan wadah
untuk berinvestasi bagi para investor sehingga memungkinkan pengembangan
diversivikasi kreatif.
Selama ini Indonesia merupakan
salah satu dari empat negara besar penarik investasi langsung di kawasan Asia
Tenggara, disamping Thailand, Malaysia, dan Filipina. Namun, berdasar laporan United
Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) tahun 2003, jelas
memperlihatkan keterpurukan daya saing Indonesia dalam menarik foreign
direct investment (FDI) pada periode 1999 – 2001. Laporan tersebut menempatkan Indonesia pada posisi
ke-138 dari 140 negara berdasarkan FDI performance index. Menurunnya
minat investasi langsung ke Indonesia antara lain disebabkan oleh
ketidakjelasan aturan, atau regulasi pengurusan perijinan penanaman langsung
modal asing.
Kesimpulan dan saran penulis
berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan maka adalah harus segera
direalisasikan percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia pada tahun
2012 untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui naiknya pendapatan dan
output nasional, serta mengurangi pengangguran. Pemerintah memang
dihadapkan pada keterbatasan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, strategi
yang dapat ditempuh adalah melakukan PPPs untuk pembiayaan, efisiensi dan
efektifitas proyek, pemerataan infrastruktur di seluruh wilayah, serta
meminimalkan politisasi, juga harus diperhatikan prioritas pembangunan
infrastruktur di Indonesia. Namun PPPs harus tetap didominasi oleh pemerintah
untuk memastikan kontrol bahwa infrastruktur tersebut tetap mampu diakses oleh
masyarakat. Jika tidak, pemerintah harus menyediakan subsidi yang memberatkan
APBN. Saat infrastruktur di Indonesia menjadi lebih baik maka penerimaan negara
dari pajak akan meningkat karena masuknya investasi dalam jumlah yang besar.
Efek multiplier positif dari keberadaan infrastruktur yang baik berpotensi
mengurangi defisit APBN di Indonesia.
Perusahaan yang memanfaatkan
pasar modal sebagai sumber pendanaannya masih dinyatakan dalam angka yang
sangat sedikit, sehingga pemanfaatan pasar model bagi pembangunan infrastruktur
menjadi tidak terlalu dinamis. Selain itu juga karena permbatasan yang
dilakukan oleh pemerintah melalui keputusan Mentri Keuangan Nomor 481 Tahun
1999 yang menyatakan bahwa dana investasi dan asuransi hanya dapat ditempatkan
diantaranya pada saham dan obligasi yang tercatat di bursa efek (Direktorat
Pengembangan Kelembagaan Prasarana Publik, 2010).
Adanya pembatasan seperti ini,
semata-mata dilakukan pemerintah untuk melindungi investor dari ilegalitas dan
lembaga-lembaga palsu yang berpotensi menurunkan kepercayaan investor lain
akibat berbagai masalah yang mungkin muncul dari aktivitas ini. Lembaga pendanaan yang resmi memberi
garansi kepada proyek pembangunan infrastruktur dan para kreditur bahwa lembaga
pendanaan akan membiayai pembangunan proyek dan meminjamkan dana kepada para
kreditur sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui bersama antara pihak
proyek, para kreditur dan lembaga pendanaan.
Selain aturan-aturan yang
harus diperjelas dan ditegakkan dengan benar, pembangunan infrastruktur juga
haru memperhatikan faktor kelestarian lingkungan. Faktor ini dirasa sangat
penting untuk ditambahkan dalam aturan investasi dan pembangunan infrastruktur,
karena kepedualian terhadap lingkungan akan memberikan sinergi yang sangat
positif dalam proses berkelanjutan. Mengapa? Karena lingkungan harus tetap dijaga
dan dilestarikan meski ada pembangunan infrastruktur besar-besaran, supaya
tidak mengakibatkan bencana di kemudian hari akibat kerusakan lingkungan.
Diharapkan penelitian
selanjutnya membahas melalui efektivitas investasi yang ada di Indonesia
terhadap pembangunan berbagai infrastruktur yang tidak sempat dilakukan dalam
tulisan ini. Sehingga bahasan dalam penelitian lebih menarik, dan memberikan
kontribusi dalam dunai akademisi dan praktisi dengan lebih bermanfaat.
Kebutuhan investasi di bidang infrastruktur yang
besar menumbuhkan kesadaran pentingnya keikutsertaan partisipasi swasta. Namun,
keterbatasan kapasitas lembaga keuangan dan tingginya risiko investasi di
Indonesia menyebabkan rendahnya partisipasi swasta di bidang ini. Karena
itulah, pemerintah diharap memperbaiki peraturan-peraturan secara fundamental,
mengatur hubungan di antara pihak-pihak yang terkait, menjamin terlaksananya
desentralisasi, memberi kepastian dukungan pemerintah, sehingga memberian
kepastian hukum dalam investasi, termasuk memberi garansi, menciptakan iklim
kompetisi untuk menjamin konsumen mendapat layanan terbaik, serta menjamin
tercapainya kinerja ekonomi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anoviar, A.N., 2012. Perekonomian Indonesia : Tackling The
Infrastructture Challange in Indonesia. Paper. http://alianooranoviar.blogspot.com/ 2012/01/perekonomian-indonesia-tackling.html.
Canning, D. 1998. A Database of World Infrastructur Stock.
The Wolrd Bank. Policy Works Paper.
Deliarnov.
1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Direktorat
Pengembangan Kelembagaan Prasarana Publik. 2010. Direktorat Pengembangan Lembaga Keuangan dan Investasi Infrastruktur.
Laporan.
Firmansyah, D. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Investasi di Indonesia Periode Tahun 1985-2004. Skripsi. NIM:
01313207. Fakultas Ekonomi-Ilmu Ekonomi, Universitas Islam Indonesia.
2008.
MacMillan. Dictionary of Modern Economic. 1996. Palgrave Macmillan: Revised
Edition
Mankiw, N. Gregory. 2001. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. Terjemahan.
Jakarta :
Erlangga.
Kuncoro, M. 2001. Metode
Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi I.
Yogyakarta:. AMP YKPN
Permana, C.D.
dan Alla, A. 2010. Analisis Peranan dan Dampak Investasi Infrastruktur Terhadap
Perekonomian Indonesia : Analisis Input-Output. Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 7 No. 1 Maret 2010: 48-49.
Samuelson, A. Paul dan William D.
Nordhaus, 2005. Economics. Eighteenth Edition, McGraw-Hill, New York
Simarmata, DJ. A. 1994 Ekonomi Publik & External : Ekonomi Tanpa
Pasar. Jakarta:
Lembaga Penerbit FEUI
Sukirno, S. 2004.Teori Makro Ekonomi. Jakarta: FEUI
The World
Bank.1994. World Bank Development Report.
1994. Infrastructure for Development. New York. Oxford University.
Todaro, M. P., 2000, Pembangunan Ekonomi 2. edisi 5. PT. Bumi
Aksara, Jakarta
United Nations Conference on Trade and
Development (UNCTAD). Annual Report. 2003.
1 komentar:
mbkdibuat pdf bagus kyanya
Posting Komentar