Senin, 30 Juni 2014

Resume Strategic HRM : Performance Management and Feedback


Kesuksesan jangka panjang organisasi untuk memenuhi tujuan strategis bergantung pada kemampuan dalam mengelola kinerja karyawan dan memastikan pengukuran kinerja selaras dengan kebutuhan organisasi. Manajemen kinerja menjadi isu yang strategis dan umpan balik kinerja menjadi hal penting dalam organisasi agar sistem manajemen kinerja dapat dipahami dan diterima oleh karyawan serta memberikan informasi yang berguna. Umpan balik kinerja mencakup pertukaran informasi yang berguna untuk aktivitas perencanaan kerja di masa depan.
Proses manajemen kinerja dapat dikonseptualisasikan menjadi satu yang terhubung dalam tiga periode yaitu menggunakan data masa lalu (past) untuk menetapkan tujuan, rencana dan sasaran untuk saat ini (present) memungkinkan untuk perencanaan, tujuan, dan kesempatan berkembang untuk diterapkan dan masa depan (future) memperoleh pencapaian sasaran strategis. Namun, terdapat beberapa isu strategis krits yang harus ditangani untuk membentuk sistem manajemen kinerja yang efektif, yaitu:
Use of the System
Organisasi menghadapi lima keputusan strategis dalam membentuk sistem manajamen kinerjam sesuai ilustrasi Exhibit 10.3 (hal. 429), yang pertama yaitu penentuan tujuan dari sistem dan bagaiman sistem akan digunakan. Penentuan tujuan dari sistem ini sendiri terdapat lima tujuan mengapa sistem tersebut perlu diimplementasi untuk menetapkan langkah selanjutnya dalam sistem, tujuan tersebut terdiri dari:
ü  Untuk memfasilitasi pengembangan karyawan, dengan menilai inefisiensi dalam tingkat dan keahlian kinerja organisasi dapat menentukan pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan.
ü  Untuk menentukan kompensasi dan imbalan yang tepat, diperlukan penerimaan umpan balik kinerja oleh karyawan sebagai penentu imbalan dan kompensasi yang mereka terima.
ü  Untuk meningkatkan motivasi karyawan, proses formal yang membuat karyawan diketahui dan dibanggakan dapat meningkatkan perilaku dan hasil yang berguna untuk organsiasi.
ü  Untuk memfasilitasi keluhan legal, informasi masa lalu dapat menjadi dokumentasi atas keluhan legal dari karyawan seperti pemecatan atas kinerja masa lalu yang buruk.
ü  Untuk memfasilitasi proses perencanaan sumber daya manusia, data kinerja membuat siap-siaga organisasi terhadap inefisiensi dalam seluruh level dan kekurangan keahlian karyawan.

Who Evaluates
Siapa yang menjalankan performance management system perlu memperhatikan siapa yang menyediakan data kinerja. Evaluasi performa dilakukan oleh atasan langsung, yang mengkomunikasikan pada karyawan penilaian performa oleh supervisor. Sistem ini ditawarkan dengan kesempatan yang sangat kecil untuk input dan feedback dari employee.
Supervisor langsung juga biasanya tidak memiliki informasi yang cukuop untuk memberikan feedback dan tidak cermat mengamati karyawan dari hari ke hari, sehingga tidak cukup untuk memberikan penilaian performa secara akurat. Umum juga kini supervisor tidak terlalu terjun ke dalam dimensi pekerjaan bawahannya.
Penilaian performa juga menjadi proses yang subyektif yang bisa saja berasal dari kesalahan perseptual supervisor. Personal bias dan politik organisasi juga berpengaruh dalam penilaian hasil dan peringkat yang diterima karyawan dari supervisornya. Bentuk eror ini diantaranya :
û  Halo Effect
Rater membolehkan satu sifat, hasil, atau anggapan positif atau negatif untuk memperngaruhi pengukuran
û  Streotyping / Personal Bias
Rater membuat penilaian performa berbasis karakteristik karyawan dibanding performanya
û  Contrast Error
Employee dinilai berdasarkan penilaian karyawan lain
û  Recency Error
Evaluasi bias dari kejadian atau perilaku yang baru saja terjadi saat evaluasi dilakukan, tanpa mempertimbangkan apa yang sebelumnya terjadi
û  Central Tendency Error
Evaluator menghindari penilaian peringkat perfiotma terlalu tinggi dan terlalu rendah dalam menilai karyawan yang berada pada level prestasi menengah
û  Leniency / Strictness Error
Karyawan dinilai secara umum berdasarkan standar keseluruhan

Ada beberapa alasan juga mengapa supervisor enggan meningkatkan atau menurunkan peringkat karyawan. Empati supervisor bisa saja meningkatkan peringkat yang diberikan pada karyawan yang mengalami kesulitan dengan suatu hal tertentu. Misalnya supervisor yang melihat bawahannya sebagai ancaman pada pekerjaan supervisor bisa saja menurunkan rating yang dia berikan pada anak buahnya itu. Supervisor memang cenderung menempatkan tanggung jawab pada performa rendah pada karyawannya.
Performance feedback dari subordinates dapat meningkatkan wawasan secara interpersonal dan cara manajerial karyawan dan memberikan umpan organisasi dalam mengarahkan karyawan pada kebutuhan developmental, utamanya bagi karyawan yang berpotensi tinggi.
Evaluasi diri bisa dilakukan secara mandiri, yang memungkinkan karyawan menilai performanya sendiri, hal ini memberikan beberpa keuntungan bagi organisasi ;
  1. Bisa menjadi motivasi
Karyawan bisa termotivasi karena ini memungkinkan karyawan untuk berpartisipasi dalam keputusan penting yang akan berpengaruh terhadap kelanjutan karirnya
  1. Bisa membuka wawasan
Penilaian secara menyeluruh dari performa yang diberikan supervisor atau rekan akan menghabiskan waktu untuk dimatai dan mempengaruhi hubungan antar karyawan
Popularitas dan penggunaan penilaian 360 derahat memang meningkat beberapa waktu belakangan. Meskipun harus menggunakan sistem multirate, mengumpulkan data performa ini memiliki kelemahan juga yaitu menghabiskan biaya yang mahal dan proses yang kompleks dalam menganalisa data untuk memberikan feedback yang sangat berarti bahi kelangsungan karir karyawan kedepannya.

What to evaluate
Evaluasi pegawai dapat menggunakan dasar karakteristik (traits), perilaku (behaviors) atau hasil (results/outcome) yang mereka capai. Pengukuran berdasarkan karakteristik berfokus pada kemampuan umum dan karakter pegawai. Pengukuran ini meliputi dimensi seperti loyalitas pada perusahaan, kerajinan dan kemampuan dalam bersosialisasi. Penilaian berdasarkan karakteristik digunakan oleh organisasi untuk menentukan kesesuaian pegawai dengan budaya organisasi. Pengukuran ini masih terbatas nilai kegunaannya, karena subyek pengukuran adalah sifat atau karakter individu sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar penilaian kinerja secara kuat.
Pengukuran berdasarkan perilaku berfokus pada apa yang dilakukan pegawai dengan menilai perilaku spesifik pegawai. Faktor yang dinilai meliputi kemampuan individu untuk bekerja sama dengan kolega, tepat waktu, kemauan untuk berinisiatif dan kemampuan untuk bekerja dengan deadline. Pengukuran berdasarkan perilaku ini sangat berguna sebagai umpan balik karena mengukur secara spesifik apa yang dilakukan pegawai dengan benar atau yang seharusnya dilakukan secara berbeda. Akan tetapi, terkadang pegawai sudah merasa yang dilakukan sudah benar, sedangkan kinerjanya bisa saja tidak membuat perbedaan bagi organisasi terkait dengan tujuan strategis organisasi.
Dasar pengukuran ketiga yaitu hasil (result/output) yang berfokus pada pencapaian spesifik atau hasil pekerjaan pegawai. Pengukuran ini meliputi jumlah unit yang terjual, laba divisional, penurunan biaya, efisiensi atau kualitas. Tidak seperti pengukuran berdasarkan karakteristik dan perilaku, pengukuran berdasarkan hasil mengukur kriteria yang dapat diukur secara obyektif. Pengukuran ini lebih bermanfaat bagi organisasi karena berhubungan langsung dengan kinerja yang terkait dengan tujuan stratejik organisasi.
Beberapa kelemahan pengukuran berdasarkan hasil antara lain :
1.      Sulit diukur pada beberapa tanggung jawab pekerjaan tertentu
2.      Terkadang hasil di luar kontrol pegawai
3.      Berfokus pada hasil akhir dan mengabaikan proses dimana hasil tersebut dapat dicapai
4.      Gagal ketika melalui beberapa area kritis kinerja (teamwork, inisiatif dan keterbukaan untuk berubah) untuk organisasi modern. Proses internal diperlukan untuk melakukan perubahan internal, sehingga penilaian berdasarkan hasil yang mengabaikan proses akan kurang fleksibel dalam menghadapi perubahan lingkungan.
Ketiga pengukuran tersebut di atas mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing, sehingga keputusan apa yang dievaluasi bergantung pada keperluan organisasi yang disesuaikan dengan tujuan strategis organisasi. Sebagai tambahan dasar pengukuran selain karakteristik, perilaku dan hasil, salah satu pengukuran didasarkan pada kompetensi kinerja yang ditunjukkan pegawai. Kompetensi sering dikaitkan dengan tujuan strategis organisasi karena lebih kritis untuk mengukur kinerja. Program penilaian kinerja berdasarkan kompetensi membutuhkan waktu lama dan perlu dikomunikasikan secara jelas kepada pegawai dan terikat dengan struktur reward organisasi. Kompetensi inti harus dibatasi jumlahnya untuk mereka yang paling penting bagi keberhasilan organisasi, dan peluang yang sesuai harus ditetapkan dimana karyawan dapat memperoleh dan membangun kompetensi ini.

How to Evaluate
Keputusan strategis berikutnya yang harus diperhatikan dalam mendesain performance management system adalah bagaimana menilai karyawan. Performance feedback dapat dilakukan dalam permulaan yang absolute atau relative. Ukuran absolute mengevaluasi karyawan secara ketat berdasarkan standart pekerjaan. Sedangkan ukuran relative mengevaluasi karyawan dalam perbandingan dengan teman sekerja. Ukuran relative menempatkan karyawan ke dalam beberapa kategori seperti 10%  teratas dalam unit kerja yang menerima outstanding evalution yang serupa dengan apa yang diketahui dalam pendidikan sebagai tingkatan dalam sebuah kurva.
Penilaian relative karyawan dapat menjadi sangat berguna dalam mengizinkan organisasi untuk mengidentifikasi top performer secara keseluruhan, seperti sekolah SMA yang menyediakan rangking klas untuk siswanya sebagai fasilitas untuk masuk universitas. Akan tetapi apabila performance tidak didistribusikan secara normal hasilnya cenderung menjadi data yang menyesatkan. Jika semua karyawan adalah outstanding performer, beberapanya akan masih di rangking secera rendah. Sebaliknya jika semua karyawan tidak sempurna dalam performance, beberapanya akan di rangking secara terkemuka. Misalnya dalam runag kelas yang disetting diasumsikan bahwa ada 30 siswa dalam rung kelas yang sedang menjalankan ujian tengah semester. semua siswa scorenya 90 atau lebih, jika performan dinilai dalam basis relative maka siswa akan dirangking dalam 30 urutan terbaik dalam 30 siswa. Pada saat ujian ahir semester grade tertingginya adalah 55 maka siswa akan diurutkan dari rangking 1 sampai 30. Pengukuran relative dapat dengan mudah memfasilitasi perbedaan persepsi dalam performance ketika semua karyawan adalah superior. Meskipun mereka berguna dalam mengidentifikasi karyawan terbaik mereka tidak seharusnya digunakan tanpa penilaian tambahan yang mutlak dan rating yang secara spesifik menghubungkan pada strategic yang objektif.
Adanya salah satu yang popular dalam penilaian meskipun menjadi kontroversi tetapi maksud dari relative assessment adalah dipaksakan menjadi sebuah peringkat atau distribusi yang menempatkan karyawan  ke dalam kelompok berdasarkan distribusi skema. Pemilihan ini didasarkan pada teori ilmu social bahwa manusia cenderung untuk didistribusikan secara normal. Force rangking secara ideal dapat membantu membangun high performance organization dengan mengukur bahwa manager secara jelas membedakan antara employee performance level.
Force rangking system berargumen bahwa ini merupakan cara terbaik untuk mengidentifikasi high performance employee dan bottom performer. Ini juga menyediakan data berdasarkan keputusan kompensasi dan force manager untuk membuat dan menjustifikasikan keputusan yang diambil oleh perusahaan yang akan mewajibkan mereka untuk memberikan feed back. Force rangking juga membatu untuk mengatasi permasalahan terhadap inflated review sebaik perbaikan yang dipersembahkan ketika supervisor menilai setiap karyawan dalam kepuasan. Force rangking mungkin menjadi controversial karena cenderung lebih efektif dalam organisasi dengan tekanan yang lebih tinggi.

Mengukur evaluasi
            Ada beberapa format atau alat yang akan digunakan dalam mengukur evaluasi yaitu graphic rating scale, weighted checklist, behaviorally anchored rating scale, behavioral observation scale, critical incident measure dan objective base measure.
1.      Graphic Rating Scale adalah format desain performance manajemen yang relative mudah untuk didesain, digunakan dan diupdate ketika terjadi perubahan dalam job requirement karena didalamnya mencangkup skala yang memberikan evaluator ukuran performance untuk sifatnya.
2.      Weighted Checklist adalah format desain performance manajemen yang menyediakan evaluator criteria yang specific dimana performance dinilai dan dipertanyakan evaluator untuk meneliti criteria tersebut yang disetujui untuk karyawan.
3.      Behaviorally Anchored Rating Scale adalah format desain performance manajemen dimana evaluator diberikan deskripsi yang spesifik tentang perilaku sepanjang skala numeriknya dinilai dan dipertanyakan untuk menyeleksi perilaku yang lebih sesuai untuk performance employee dalam jangka waktu evaluasi.
4.      Behavioral Observation Scale adalah format desain performance manajemen yang mengukur ketidak konisisten karyawan dalam employee performance dengan cara mengukur frekuensi sepanjang skala.
5.      Critical Incident Measure adalah format desain performance manajemen dimana evaluator menyediakan contoh yang spesifik dari perilaku kritis karyawan selama periode performance. Evaluator harus mencatat setiap perilaku karyawan dan membuat catatm secara perioedik tentang perilaku karyawan baik yang efektif maupun yang ineffektif.
6.       objective base measure adalah format desain performance manajemen dimana karyawan bertemu dengan supervisor terlebih dahulu selama beberapa waktu dimana performance itu akan dinilai.

Pertimbangan lain
Beberapa faktor penting perlu dipertimbangkan ketika akan mengembangkan sistem performance management yang efektif. Pertama, organisasi perlu memastikan hubungan antara sistem performance management dengan sistem pelatihan, pengembangan dan kompensasi. Tujuan dan keberhasilan Pelatihan dan pengembangan harus tercermin dalam sistem umpan balik kinerja. Kriteria yang dimaksud adalah seperti kinerja yang dievaluasi harus selaras dengan sistem kompensasi atau penghargaan.
Bagaimanapun, banyak perusahaan telah memiliki inisiatif yang strategis yang melibatkan perencanaan dan pertumbuhan jangka panjang. Menuntut menggunakan kriteria tersebut tidak dapat mengukur berdasarkan kinerja selama menggunakan periode masa lampau. Beberapa organisasi memiliki pengelolaan kerja tim yang ditempatkan untuk bertanggungjawab terhadap kinerja atas kelompok daripada pada tingkat individual.
Pertimbangan terakhir adalah derajat standarisasi atau fleksibilitas dari sistem performance management. Standarisasi sangat penting untuk mencegah job bias atau pernyataan terhadap perlakuan diskriminasi. Fleksibilitas dalam sistem ini penting karena pekerjaan memiliki perbedaan tingkat tanggung jawab dan akuntabilitas dan membutuhkan perbedaan jenis dan percampuran beberapa keahlian (kemampuan teknik, interpersonal atau administrasi).

Kenapa performance management systems sering gagal
 Meskipun performance management system menjadi ha yang penting, banyak manajer dan eksekutif tidak melakukan umpan balik dari performance. Proses tersebut biasanya memakan waktu dan tidak praktis sehingga dapat membuat manajer tidak nyaman.
Pertama, Banyak manajer yang menjadi kecil hati dikarenakan kompleksitas dalam proses. Data tentang performance mungkin dapat menjadi subyek pada beberapa tingkat yang diteliti atau membutuhkan koleksi data dalam jumlah yang besar yang harus dianalisis dan perlu meringkasnya.
Kedua, kecuali jika proses performance management menggunakan beberapa rencana dimana manajer dan subordinat menggunakan data performance untuk seperangkat tujuan yang jelas terhadap performance yang akan datang, yang akan berdampak pada kinerja anggotanya.
Ketiga, ketika keputusan mengenai gaji, promosi dibuat berdasarkan performance management data, tuntutan mengenai diskriminasi mungkin akan dilakukan oleh karyawan yang tidak merasa menerima penghargaan secara wajar.
Keempat, banyak manajer merasa mereka memiliki kontrol yang kecil kepada proses yang mereka serahkan kepada kinerja subordinate.
Kelima, karyawan dan manajer mengeluhkan kenyataan bahwa banyak performance management system sepenuhnya terpisah dati sistem penghargaan dari organisasi.

Beberapa alasan banyak manajer menolak atau mengabaikan performance management  :
Ë Proses terlalu kompleks
Ë Tidak ada pengaruh atas job performance
Ë Kemungkinan tantangan hukum
Ë Kurangnya kontrol selama proses
Ë Tidak adanya hubungan dengan penghargaan
Ë Kompleksitas dan panjangnya bentuk

Beberapa strategi untuk memperbaiki performance management system
ü  Melibatkan manajer dalam mendesaign sistem
ü  Menjaga manajer yang akuntabel tetap pada performa terbaiknya dan mengembangkan subordinat mereka
ü  Membuat seperangkat harapan yang jelas terhadap performance
ü  Seperangkat tujuan yang jelas untuk sistem yang dibuat
ü  Mengkaitkan ukuran performance dengan penghargaan
ü  Menambah komitmen dari senior management 
Setelah mengimplementasi strategi baru, Chiemchanya memang membuat perusahaan lebih terfokus dengan membagi sistem tugas. Antara tugas sales representatif dan THB lebih terstruktur dan sales representatif tidak lagi mengemban semua tugas.
Biomed, bukan lima besar perusahaan farmasi yang ada di pasar Thailand. Dengan strategi fokus yang mengurangi pasar rumah sakit, pangsa pasar biomed makin mengecil. Dengan strategi fokus dan low cost ini, diharapkan dapat mengoptimalkan konsumen yang ada di biomed.

0 komentar:

Posting Komentar