Minggu, 13 April 2014

Tugas PAPER UAS BRM+Statistik : PENGARUH HUMAN RESOURCE MANAGEMENT PRACTICE DAN SERVICE ENCOUNTER PRACTICE PADA EMPLOYEE ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR MELALUI MEDIASI EMPLOYEE JOB SATISFACTION


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Landasan Teori (Kajian Teori)
Kultur organisasi adalah kunci kesuksesan pelayanan jasa yang dilakukan perusahaan. Kultur organisasi terjadi pada ranah yang informal, tersembunyi dari ‘paksaan’ perusahaan. Aktivitas ini mungkin memiliki pengaruh yang lebih besar pada perilaku dan produktivitas karyawan daripada formalitas yang tertulis pada pedoman dan aturan (Parasuraman, 1987). Proses penyampaian jasa, yang dilakukan contact employee merupakan bagian dari interaksi yang dilakukan antara karyawan dan pelanggan, yang mendominasi evaluasi layanan jasa dari pelanggan.
Seorang karyawan, utamanya dalam perusahaan jasa yang berhadapan langsung dengan pelanggan, adalah cermin citra perusahaan dan penyalur langsung ‘produk’ yang dihasilkan perusahaan (Suprenant dan Solomon, 1987; Zeithaml dan Bitner, 1996), karena sikap karyawan yang melakukan kontak langsung dengan pelanggan berpengaruh pada kepuasan dan kualitas jasa (Parasuraman, 1987).
OCB adalah singkatan dari Organizational Citizenship Behavior diartikan sebagai pengaruh kualitas jasa yang disampaikan pada pelanggan (Bienstock, 2003), dan riset ini berfokus pada praktik jasa yang dilakukan organisasi, human resource practice dan service encounter practice berpegaruh pada kepuasan karyawan yang melakukan kontak langsung dengan pelanggan, yang kemudian berpengaruh terhadap OCB.
Human Resource Management Practice yang baik, memungkinkan kepuasan kinerja yang didapat oleh karyawan. Mereka dengan senang hati akan menjalankan pekerjaannya dan meluapkan ide-ide yang mereka miliki dengan sukacita saat mereka puas akan pekerjaannya. Human Resource Management Practice ini akan dibahas pengaruhnya pada OCB secara langsung, dan secara tidak langsung akan berpengaruh pula pada employee OCB, melalui kepuasan kerja karyawan. Employee job satistaction yang berpengaruh apabila karyawan merasa puas akan pekerjannya, maka nilai OCBnya pun akan meningkat.
Saat konsumen berhadapan langsung dengan contact employee, adalah saat yang disebut sedangkan service encounter. Pelayanan prima dengan kualitas terbaik bisa memberikan penilaian yang baik dari pelanggan. Praktik service encounter yang baik juga akan berpengaruh pada employee OCB dan juga pada kepuasan karyawan yang kemudian telah dibahas pula pengaruhnya pada OCB seperti pada human resource management practice.
Terkadang, perusahaan tidak terlalu banyak menetapkan formalitas yang tebal dalam standar aturan dan pedomannya, sehingga bisa memberikan luang bagi karyawan untuk memunculkan ide yang sangat bermanfaat dilaksanakan bila ada situasi service encounter genting yang tidak tercover (Morrisson, 1996). Hal inilah salah satu usaha perusahaan dengan tujuan supaya karyawan tidak merasa terkekang, namun mampu menyelesaikan masalah secara brilian dengan caranya. Tentunya, cara penyelesaian dari ide karyawan tersebut haruslah positif dan tidak merugikan perusahaan dan inilah yang disebut OCB.
Perusahaan sangat perlu menerapkan OCB dalam kinerja organisasinya. OCB, sangat bermanfaat apabila ada suatu masalah saat terjadinya service encounter dimana pedoman yang dibuat perusahaan tidak lagi mampu mengcover penyelesaiannya. Karena OCB pada hakikatnya adalah inisiatif dan ide yang dimiliki oleh karyawan yang berasal dari dirinya sendiri (Bienstock et al., 2003) untuk memunculkan solusi untuk penyelesaian masalah yang dia kembangkan sendiri.
Penelitian ini berdasarkan Gonzales dan Garaso (2006), yang memiliki variabel independen yang mempengaruhi kepuasan dan OCB yang lebih banyak. Namun, dalam penelitian ini, sengaja hanya diambil dua variabel bebas yang akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dan OCB karena disesuaikan dengan konteks responden yang akan dijadikan obyek dalam penelitian ini. Responden yang dipilih sesuai konteks penelitian ini adalah contact employee yang berhadapan langsung dengan konsumen saat terjadinya sevice encounter.
Responden yang merupakan contact employee dalam penelitian ini seluruhnya merupakan Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di institusi pendidikan perguruan tinggi sebagai staf atau karyawan yang berhadapan langsung dengan konsumen yang merupakan para mahasiswa. Sudah menjadi rahasia umum di negeri ini bahwa orang-orang dengan atribut PNS yang menjadi staf atau karyawan atas seleksi yang dilakukan besar-besaran oleh pemerintah yang berwenang, memiliki kinerja dan produktivitas yang rendah, serta kualitas layanan yang buruk (KOMPAS, 2007- diakses 10 Mei 2012).
Responden para PNS ini yang menjadikan tulisan ini menarik, karena dengan produktivitas dan tuntutan kerja yang rendah, mampu tidaknya mereka kepuasan terhadap pekerjaannya dan memunculkan perilaku OCB yang mampu menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri meski minim reward dari atasan. Setelah responden pertama menjawab kuesioner, maka atasan dari para staf dan karyawan terkait akan menilai OCB yang dilakukan oleh bawahannya. Disinilah yang menarik karena ada tidaknya hubungan pengaruh dalam variabel-variabel yang akan dibahas dalam bab 2, karena kuesioner diisi oleh dua pihak yang berbeda.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.       Apakah Human Resource Management Practices berpengaruh terhadap Employee Job Satisfaction ?
2.       Apakah Service Encounter Practices berpengaruh terhadap Employee Job Satisfaction ?
3.       Apakah Human Resource Management Practices berpengaruh terhadap Employee Organization Citizenship Behavior ?
4.       Apakah Service Encounter Practices berpengaruh terhadap Employee Organization Citizenship Behavior ?
5.       Apakah Employee Job Satisfaction berpengaruh terhadap Employee Organization Citizenship Behavior ?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis adalah :
1.       Mengetahui apakah Human Resource Management Practices berpengaruh terhadap Employee Job Satisfaction.
2.       Mengetahui apakah aktivitas Service Encounter Practices berpengaruh terhadap Employee Job Satisfaction
3.       Mengetahui apakah Human Resource Management Practices berpengaruh terhadap Employee Organization Citizenship Behavior
4.       Mengetahui apakah Service Encounter Practices berpengaruh terhadap Employee Organization Citizenship Behavior
5.       Mengetahui apakah Employee Job Satisfaction berpengaruh terhadap Employee Organization Citizenship Behavior

1.4. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini, penulis berharap agar penelitian ini dapat memberikan manfaat terutama untuk:
1.       Manfaat bagi penulis
Melalui penelitian ini, penulis dapat mengetahui pengaruh optimalisasi Human Resource Management Practices dan Service Encounter Practices berpengaruh terhadap Employee Job satisfaction, yang akhirnya juga mempengaruhi Employee Organizational Citizenship Behavior selama proses service encounter antara contact employee dan pelanggan. Selain itu dapat memberikan kesempatan penulis untuk mengembangkan ilmu yang telah diterima selama pendidikan dan praktek lapangan.
2.       Bagi Dunia Akademis
Tulisan ini diharapkan agar dapat memberikan sumbangan bagi dunia akademis, terutama di konsentrasi sumber daya manusia dan pemasaran, Magister Sains Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya, dalam bahasan Organizational Citizenship Behavior (OCB) dalam proses service encounter yang telah banyak dibahas dalam ranah Pemasaran, dalam penelitian ini didiskusikan dalam sudut pandang Sumber Daya Manusia. Fenomena unik dan bahasan tentang hal ini sangat luas serta masih banyak variabel yang mempengaruhinya. Selain itu, tulisan ini juga diharapkan dapat menjadi referensi tulisan-tulisan lain yang sejenis di masa yang akan datang, yang akan menyempurnakan penelitian tentang fenomena ini.
3.       Bagi Praktisi
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi manajer sumber daya manusia dan pemasar dalam menentukan pemberdayaan karyawan yang berkontak langsung dengan pelanggan sehingga penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan informasi yang bermanfaat bagi manajer sumber daya manusia berserta pemasar dalam menetapkan strategi mencapai kepuasan kerja karyawan sekaligus mendapatkan kepuasan pelanggan dari kinerja prima karyawan.

1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab, dimana antara bab yang satu dengan yang lainnya terdapat keterkaitan yang erat. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB I             : PENDAHULUAN
Bagian pertama berisi latar belakang yang secara garis besar memuat hal-hal yang mengantarkan pada pokok permasalahan, rumusan masalah yang menjadi dasar dilakukannya penelitian, tujuan dan manfaat yang diharapkan dari penelitian serta sistematika penulisan skripsi.
BAB II            : TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Dalam bab kedua ini akan diuraikan tentang konsep-konsep dan teori-teori yang berhubungan dan berkaitan dengan topik permasalahan beserta variabel-variabel yang digunakan sebagai landasan penelitian yang dirumuskan yaitu tentang pengaruh penggunaan nama merek. Uraian tentang konsep dan teori ini diperoleh melalui studi kepustakaan dari literatur, buku, jurnal, dan penelitian-penelitian terdahulu, kemudian akan ditarik sebuah hipotesis dan model analisis.
BAB III           : METODE PENELITIAN
Bab ketiga akan menguraikan tentang pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis, batasan pengertian, ruang lingkup analisis, jenis dan sumber data, prosedur pengumpulan data, penentuan sampel dan teknik analisis yang akan digunakan untuk menjawab perumusan masalah.
BAB IV          : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian ini berisi tentang gambaran umum mengenai obyek dan setting penelitian, kemudian deskripsi hasil penelitian dan interpretasi peneliti mengenai data yang diperoleh dari hasil eksperimen yang dilakukan dan dikaitkan dengan teori yang dijelaskan pada bagian tinjauan pustaka.
BAB V            : SIMPULAN DAN SARAN
Bagian terakhir memuat simpulan peneliti yang dibuat dengan membandingkan hasil penelitian dengan teori-teori yang berkaitan dengan pokok permasalahan, implikasi manajerial, serta memuat saran-saran yang berkaitan dengan obyek penelitian.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori
2.1.1 Human Resource Management Practice
Desain praktik sumber daya manusia harus disusun sesuai kebutuhan jasa, dimana karyawan harus benar-benar paham apa yang mereka lakukan dan mengapa mereka melakukan hal itu, dalam rangka memberikan layanan jasa terbaik pada pelanggan (Gonzales dan Garaso, 2006). Mereka yang berkontak langsung dengan pelanggan harus paham masalah teknis dan kemampuan interpersonal (Rust et al, 1996), maka perlunya perusahaan mengorganisasi karyawannya dengan sangat baik di segala lini, untuk memberikan performa layanan jasa terbaik pada pelanggan.
Reward berdasarkan perilaku adalah cara positif untuk menjamin performa layanan jasa yang baik yang menjadi prioritas utama sebuah perusahaan jasa (Cone, 1989). Tentunya, perusahaan yang ingin memberikan layanan terbaik harus menjamin bahwa perilaku positif yang mereka harapkan dari tiap personel dihargai dengan baik (Gonzales dan Garaso, 2006). Hal ini juga dinyatakan oleh Zeithaml et al, (1988) bahwa organisasi yang mampu membangun kultur yang baik untuk para contact employee-nya, akan mendapat kemungkinan mendapatkan persepsi positif dari segi kepercayaan dan empati lebih besar dari pelanggan.

2.1.2 Service Encounter Practice
Shostack (1985) mendefinisikan service encounter sebagai sebuah periode waktu dimana konsumen berinteraksi dengan service. Definisi ini diperluas dan memasukkan interaksi konsumen baik dengan customer contact employee, maupun mesin, system otomasi, fasilitas fisik, dan berbagai provider servis yang disediakan. Kualitas interaksi antara konsumen dan service provide selama service encounter dangatlah penting karena disinilah level dimana konsumen menilai servis yang diberikan perusahaan (Masad dan Crowston, 2003).
                Selama terjadinya service encounter, karyawan yang berkontak langsung dengan pelanggan yang disebut contact employee harus memiliki tanggung jawab serta kemampuan untuk ‘dekat dengan konsumen’ (Gonzales dan Garaso, 2006). Empowerment, memungkinkan contact employee bersikap lebih santun saat berinteraksi dengan pelanggan, mengembangkan respon cepat untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan untuk memunculkan ide untuk mengembangkan aktivitas customer service (Morrison, 1996).
Empowerment diartikan sebagai derajat kebijakan mandiri seorang employee untuk membuat keputusan harian mengenai aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaannya (Lashley, 1995). Aktivitas ini bisa dilakukan saat customer treatment dimana contac employee harus memperhatikan kebutuhan, keinginan, perilaku dan pilihan konsumen dengan seksama dan memberikan inisiatif respon dari masing-masing konsumen untuk membuat tiap pelanggan merasa spesial (Gonzales dan Garaso, 2006).
                Dinyatakan dalam banyak penelitian sebelumnya (O’Hara et al, 1991; Bowen and Lawler, 1992; Sparrowe, 1994; Menguc, 1992), bahwa employee empowerment dan customer treatment, yang merupakan aktivitas dalam dari service encounter memiliki hubungan positif terhadap employee job satisfaction.

2.1.3 Employee Job Satisfaction
Locke (1976) mengartikan Employee Job Satisfaction sebagai perasaaan senang yang dinyatakan dengan hasil dari nilai kerja seorang karyawan. Dimana kepuasan kerja seorang karyawan akan memunculkan komitmen terhadap organisasi, dan komitmen akan meningkatkan motivasi karyawan itu sendiri. Motivasi terhadap komitment tersebut dibuktikan oleh Mackenzie et al., (1998) dapat meningkatkan kemampuan karyawan untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan yang diharapkan perusahaan.
Variabel kepuasan kerja karyawan secara keseluruhan dengan berbagai dimensinya; puas atas pekerjaannya, supervisor, gaji, kesempatan dipromosikan, teman kerja dan konsumen (Brown and Peterson, 1993) dinyatakan berpengaruh positif pada pengembangan employee OCB (Gonzales dan Garaso, 2006).

2.1.4 OCB (Organization Citizenship Behavior)
Organizational Citizenship Behavior yang disingkat OCB diartikan sebagai pengaruh kualitas jasa yang disampaikan pada pelanggan (Bienstock, 2003). Disampaikan pertama kali dalam riset Bateman dan Organ (1983), yang memberi penekanan pada bahasan identifikasi tanggung jawab dan perilaku employee yang  sering terabaikan atau tidak terukur oleh penilaian kinerja dan performa pekerja namun meningkatkan fungsi dan efektivitas organisasi.
Gonzales dan Garaso (2006) memberi contoh OCB: apabila seorang karyawan pulang terlambat untuk menyelesaikan pekerjaannya meski tidak diminta secara spesifik, atau misalnya seorang pekerja berinisiatif untuk membantu rekan kerjanya yang mengalami kesulitan meski hal tersebut bukan termasuk dalam deskripsi pekerjaannya.
Secara umum, OCB dibagi menjadi dua bagian (Mackenzie et al., 1998):
1.       In-Role, yang mencakup satisfaction, commitment, role perception, dan turnover
2.       Extra-Role yang meliputi aspek performa ; perilaku prososial, perilaku spontanitas, perilaku kontekstual.
Namun akhirnya lebih banyak perhatian riset tertuju pada extra-role behaviour (MacKenzie et al., 1998). Di sisi lain, apa yang dianggap dalam kategori in-role dan extra-role behaviour bisa saja tidak konstan seiring dengan berjalannya waktu, pekerja, organisasi, dan situasi (Gonzales dn Garaso, 2006). Akhirnya, antara in-role dan extra role disederhanakan dalam bentuk awal susunan OCB yang ditangkap sebagai perilaku kerja yang merupakan salah satu cara untuk melebihi pencapaian pengukuran tradisional berupa job performance, namun sangat menjanjikan sukses organisasi jangka panjang (Van Dyne et al., 1994).
Definisi perilaku OCB sangat banyak digambarkan oleh perilaku service employee. Karakteristik pertama dari OCB adalah non-mandated. Berbagai aspek dari servis membutuhkan perilaku tanpa mandat dari employee yang bisa saja sangat penting dalam persepsi konsumen mengenai kualitas servis. Perilaku service delivery melibatkan interaksi personal yang berkepanjangan, mengembangkan hubungan pelanggan yang membantu employee memahami kebutuhan konsumen lebih baik, dan yang terpenting membuat pelanggan merasa penting dan diperhatikan (Bienstock et al., 2003).
Karakteristik kedua yang disampaikan Bienstock et al., (2003) yaitu Inisiatif, dimana perilaku benar-benar berasal dari inisiatif employee sendiri, yang bermanfaat pada kepuasan pelanggan. Inisiatif ini sangat bermanfaat dalam service recovery saat service failure. Dan atribut karakteristik terakhir dari OCB adalah perilaku yang berkontribusi pada tujuan terbaik organisasi, dimana saat berinteraksi dengan pelanggan. Karena pada hakikatnya, OCB adalah perilaku yang tanpa manfaat yang jelas dan segera bagi individu tapi bermanfaat begitu besar bagi organisasi (Morrison, 1996).

2.2 Kajian Empiris (Penelitian Sebelumnya)
Gonzalez dan Garaso (2006), yang menjadi referensi utama dalam penelitian ini membahas teori-teori yang sama konteks yang lebih lebar. Maksudnya, Selain ada HRMP dan SEP seperti pada penelitian ini, mereka  membahas mengenai Job Satisfaction dan OCB yang dipengaruhi variabel yang lebih beragam. Mereka memiliki variable Service Communication Leadership dan Service System Practice yang dihubungkan langsung pada OCB.



BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Ringkasan Kajian Teori dan Empirik
3.1.1 Ringkasan Kajian Teori
Contact Employee adalah orang-orang pertama yang berhadapan langsung dengan pelanggan. Mereka mewakili perusahaan/organisasi dan membangun kesan pertama yang dibuat konsumen. Saat performa mereka baik, konsumen akan terkesan dan seluruh perusahaan mendapat apresiasi positif. Sebaliknya, bila para contact employee ini tidak memberikan layanan terbaiknya di tiap performanya, maka kesan negaitif diderita perusahaan/organisasi dari berbagai segi. Pentingnya perusahaan membangun dan mentreatmen karyawannya untuk selalu memberikan performa yang prima menjadi tuntutan utama di bahasan manajemen saat ini, terutama di bidang yang menyentuh sektor jasa.
Dalam penelitian ini, praktik SDM yang dimiliki perusahaan diteliti lebih lanjut untuk melihat hubungan dan pengaruhnya terhadap kepuasan karyawan yang melakukan kontak langsung dengan pelanggan. Sedangkan pengaruhnya pada OCB juga dieliti, apakah praktik ini dapat memunculkan inisiatif mandiri dari karyawan.
 OCB dan job satisfaction pelanggan, juga akan diteliti lebih lanjut dari hubungannya dengan service encounter practice. Dari sinilah pengaruh serupa seperti HRMP juga dipraktikkan, apakah karyawan mendapat kepuasan dan mampu memunculkan perfoma beserta inisiatifnya saat setelah terjadinya praktik service encounter.



3.1.2 Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya oleh Gonzalez dan Garaso (2006), meneliti hal serupa namun dengan konteks yang lebih lebar. Mereka membahas mengenai OCB dan Job satisfaction yang dipengaruhi variabel yang lebih beragam. Selain ada HRMP dan SEP seperti pada penelitian ini, mereka mengaitkan Service Communication Leadership dan Service System Practice pada OCB.
Hal yang berbeda dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu mengurangi dua variabel yang dirasa tidak begitu sesuai dengansetting penelitian ini yaitu di FEB Unair, yaitu variabel Service Communication Leadership dan Service System Practice. Selai itu, tulisan ini mencoba meneliti kaitan HRMP dengan OCB yang belum diteliti pada penelitian Gonzales dan Garazo (2006). Dengan demikian, diharap penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan mengenai OCB beserta variabel-veriabel yang mempengaruhinya.

3.2. Kerangka Konseptual
3.2.1 Hubungan Antarvariabel Penelitian
3.2.1.1 Human Resource Management Practices terhadap Employee Job Satisfaction
Sangat penting memahami bagaimana organisasi menjamin komitmennya terhadap OCB. Panduan untuk organisasi dapat mendorong OCB dilaksanakan dengan baik, terutama bagi organisasi yang ingin menggunakan OCB untuk meningkatkan kualitas layanan jasa.
Dari sinilah, pengelolaan karyawan yang optimal berperan, dimana system Human Resource Management yang baik bisa menciptakan kepuasan kerja karyawan karena mereka mampu mengoptimalisasi diri di dalamnya (Gonzales and Garaso, 2006). Denagn system yang baik, tentunya employee merasa nyaman dan tahu apa yang harus dilakukan. Mereka mengerti urutan-urutan dan system yang ada sehingga memudahkan mereka melakukan tugs mereka. Tentunya, pelaksanaan tugas menjadi lebih baik bila merekapuas atas performa mereka karena sistam human resource yang tepat.
3.2.1.2 Service Encounter Practices terhadap Employee Job Satisfaction
Saat terjadinya service encounter, adalah saat-saat kritis yang sangat menentukan penilaian pelanggan mengenai kualitas yang diberikan perusahaan. Praktik service encounter yang memenuhi harapan, membuat pelanggan menikmati kepuasan dari layanan tersebut. Terkadang, praktik ini terlah dijalankan sesuai prosedur, namun dalam beberapa kasus berbeda membutuhkan penyelesaian yang tidak biasa. Hal ini sangat memerlukan inisiatif individu dari contact employee yang berhadapan langsung dengan pelanggan dengan memberikan ide-ide yang solutif. Tentunya, permasalahan yang tidak umum adalah sesuatu yang sulit tapi juga merupakan sebuah tantangan untuk diselesaikan. Sehingga apabila seorang contact employee mampu memberikan ide briliannya dan melakukan inisiatif penyelesaian yang tidak ada dalam prosedur, frontliner tersebut akan mendapatkan kepuasan atas kinerja yang dilakukannya.
Tak dapat dipungkiri bahwa karyawan yang melakukan performa yang sangat baik dengan menyelesaikan sebuah permasalahan yang menantang utamanya ketika terjadinya praktik service encounter akan sangat puas terhadap pekerjaannya.

3.2.1.3 Human Resource Management Practices terhadap Employee OCB
Human Resource Management Practice memungkinkan organisasi menciptakan pertukaran dan interaksi social dengan employee, yang mana employee akan lebih memperbesar kemungkinan untuk menampilkan OCB yang mereka miliki (Morrison, 1998). Banyak perusahaan yang tidak mampu mengelola praktik sumber daya manusianya, sehingga intensitas kemunculan employee OCB sangat minim (Gonzales dan Garaso, 2006). Perlunya perusahaan mengembangkan praktik sumber daya manusianya yang solutif dan membebaskan karyawannya berkreasi untuk melakukan inisiatif penyelesaian masalah saat terjadinya service encounter sangat dianjurkan
Praktik HRM, dinyatakan dapat menciptakan interaksi hubungan organisasi dengan employee dan dari hubungan inilah employee akan lebih mungkin menampilkan perilaku OCB. Pendapat pendekatan organisasi mengenai Human Resource Management dalam praktiknya adalah instrument yang memunculkan level OCB yang lebih tinggi (Morrisson, 1996). Dimana praktik ini dapat meningkatkan kinerja karyawan dan OCB mereka, sehingga berpengaruh pula pada peningkatan service quality yang diharapkan perusahaan.

3.2.1.4 Service Encounter Practices terhadap Employee OCB
Proses service encounter yang dilakukan contact employee harus mengambil keputusan untuk dekat dengan pelanggan. Banyak kasus manajer yang tidak fleksibel dan personelnya tidak memiliki kapabilitas untuk mencari solusi yang diperlukan dari level masalah yang terjadi (Gonzales dan Garaso, 2006).
Inisiatif employee untuk menyelesaikan masalah yang tidak tertera dalam panduan dengan menggunakan ide dan solusi yang berasal dari dirinya sendiri sangatlah dinantikan oleh organisasi. Terkadang organisasi memberikan sedikit peraturan (Morrison, 1996) untuk memberikan kebebasan berkreasi untuk para employeenya, sehingga mereka dengan leluasa memunculkan ide yang dapat menjadi solusi yang tidak tercantum dalam prosedur.
Ide mandiri yang dimunculkan oleh employee akan sangat bermanfaat untuk menyelesaikan solusi saat service encounter, sehingga masalah yang dihadapi bias terselesaikan. Praktik ini sangat berpengaruh terhadap employee OCB (Gonzales dan Garaso, 2006). Karena inisiatif individu dari employee, dapat menguntungkan organisasi yang sangat berkontribusi pada penyampaian jasa saat service encounter.

3.2.1.5 Employee Job Satisfaction terhadap Employee OCB
Karyawan yang merasa puas terhadap pekerjaannya akan memberikan performa terbaiknya pada perusahaan dan menumpahkan ide kreatifnya dengan senang hati. Ide kreatif ini bias diwujudkan dengan inisiatif yang melimpah saat bekerja dan menyelesaikan msalah yang ada dalam perusahaan yang tidak tercantum dalam prosedur.
MacKenzie dalam risetnya yang menyatakan employee yang mengikat OCB puas atas kinerjanya dan berterimakasih pada organisasi serta membalasnya dengan kepuasan atas pengalaman yang dimilikinya. Mereka akan menyediakan dirinya untuk berkontribusi pada organisasi sebaik yang mereka mampu. Maka, semakin tingginya kepuasan terhadap kinerjanya, maka semakin tinggi pula OCB yang didapatkan.

3.2.2 Hipotesis dan Model Penelitian
3.2.2.1 Hipotesis Penelitian
H1 : Human Resource Management Practices berpengaruh terhadap Employee Job Satisfaction
H2 : Service Encounter Practices berpengaruh terhadap Employee Job Satisfaction
H3 : Human Resource Management Practices berpengaruh terhadap Employee Organization Citizenship Behavior
H4 : Service Encounter Practices berpengaruh terhadap Employee Organization Citizenship Behavior
H5 : Employee Job Satisfaction berpengaruh terhadap Employee Organization Citizenship Behavior

3.2.2.2. Model Penelitian
________________________________________________________________________
Gambar 3.1 Model Penelitian


BAB 4
METODE PENELITIAN


4.1.         Pendekatan Penelitian
                Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang menitikberatkan pada pengujian hipotesis, menggunakan data yang terukur dan membuat prediksi serta mendapatkan makna dan aplikasi dari suatu masalah menjadi suatu hubungan kausalitas yang ingin dipecahkan sehingga didapat kesimpulan yang bisa digeneralisasikan (Singarimbun & Effendi, 1995:4). Tujuan penelitian kuantitatif lebih mengarah pada hasil generalisasi, menjelaskan fenomena secara lebih terukur, serta berbagai pembuktian.Dasar desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kausal. “Penelitian kausal mempelajari apakah suatu variabel menyebabkan atau menentukan nilai dari variabel lainnya” (Mc Daniel & Gates, 1999:59). Pendekatan kausal umumnya digunakan untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Penggunaan organisasi pelayanan di sebuah kampus yang mengorganisir layanan administrasi dan birokrasi perkuliahan yang langsung berhadapan dengan konsumen yang dalam konteks ini adalah para mahasiswa adalah lingkungan yang ideal untuk menguji penelitian ini. Pertama, karena hal ini menjadi sangat menarik dimana semua contact employee adalah para Pegawai Negeri Sipil Indonesia yang dikenal memiliki produktivitas rendah dengan pelayanan buruk (EQUATOR, diakses 9 Mei 2012). Kedua, Kuesioner diberikan pada dua jenis responden; pertama, para karyawan dan staf yang melakukan service encounter, dan kedua para manajer atau atasan dari karyawan-karyawan dan para staf terkait untuk melihat hubungan keduanya.

4.2.         Identifikasi Variabel
                Indriantoro & Supomo (2002:61) menyatakan bahwa “variabel merupakan representasi dari abstraksi fenomena-fenomena kehidupan nyata yang diamati (construct), yang dapat diukur dengan berbagai macam nilai yang berupa angka atau atribut yang menggunakan ukuran atau skala dalam suatu kisaran nilai”. Variabel perlu digunakan karena pertama, agar tidak menimbulkan kekaburan fokus penelitian dan menghilangkan kemungkinan salah penafsiran terhadap obyek yang menjadi fokus. Kedua, memudahkan pembuatan instrumen penelitian (Danim, 1997:72). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.    Variabel bebas adalah variabel yang dimanipulasi dan efek yang timbul nantinya diukur lalu dibandingkan (Malhotra, 1999:217). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Human Resource Management Practices – (HRMP) [X1] dan Service Encounter Practices – (SEP) [X2].
2.    Variabel intervening merupakan variabel bebas kedua untuk menentukan apakah kehadirannya berpengaruh terhadap hubungan antara variabel independen dan dependen. Variabel intervening dalam penelitian ini adalah Employee Job Satisfaction - (EJS) (Z).
3.    Variabel dependen yaitu variabel tergantung atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain yakni variabel yang diprediksi oleh satu atau beberapa variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu Employee Organizational Citrizenship Behavior [Employee OCB] (Y).

4.3   Definisi Operasional
Untuk memperjelas definisi serta memudahkan di dalam pengukuran terhadap masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka diperlukan definisi operasional atas variabel-variabel tersebut. Definisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Definisi operasional masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
1.    Variabel bebas dalam penelitian ini ada dua :
a.       Human Resource Management Practices – (HRMP) [X1]
Didefinisikan sebagai Bagaimana organisasi mengelola sumber daya manusianya dengan menetapkan pendapat dan kondisinya dari hubungan antara employee dan employer (Rousseau dan Geller, 1994). Kuesioner variable ini akan diisi oleh karyawan dan staf. Variabel ini diukur dengan indikator dari Bowen dan Schneider, (1985) Organ (1988):
1.       Service Training – program pelatihan yang didesain untuk memberikan kebutuhan layanan yang spesifik, dimana contact employee harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mengapa mereka melakukan itu dalam rangka menyediakan layanan terbaik untuk pelanggan. Service training diukur dengan tiga item pertanyaan yang tercantum di lampiran kuesioner.
1)      Setiap staf dan karyawan menerima panduan dan pelatihan skill individu untuk memberikan layanan prima
2)      Anda menghabiskan banyak waktu dan upaya untuk menjalani training di tempat kerja Anda saat ini demi peningkatan kualitas pelayanan pada mahasiswa
3)      Selama sesi pelatihan, Anda bekerja giat dengan melakukan latihan untuk mengembangkan sikap yang baik dalam berhadapan dengan mahasiswa
2.       Servant Leadership - Servis standar yang ditetapkan oleh pimpinan dan style manajemen yang ada, yang berbasis melayani pelanggan. Servant Leadership diukur dengan enam item pertanyaan yang tercantum di lampiran kuesioner.
1)      Manajer selalu mengingatkan pentingnya kualitas layanan
2)      Manajer secara teratur meluangkan waktu ”turun ke lapangan” berjumpa langsung baik dengan mahasiswa maupun staf/karyawan yang bertemu langsung dengan mahasiswa
3)      Manajer memberikan masukan personalnya untuk menciptakan kualitas layanan yang prima bagi mahasiswa
4)      Manajer tidak hanya memberikan perintah, tapi juga menyediakan sumber daya dalam upayanya memberikan layanan prima
5)      Manajer menunjukkan kepeduliannya pada kualitas layanan dengan konstan melakukan proses layanan dari dirinya sendiri
6)      Manajer secara konstan menilai kualitas pelayanan yang diberikan staf/karyawan yang bertemu langsung dengan mahasiswa
3.       Service Rewards - Upaya positif berbasis perilaku yang dilakukan  dengan memberi penghargaan atas prestasi adalah untuk menjamin pelayanan prima yang merupakan prioritas organisasi. Service rewards diukur dengan tiga item pertanyaan yang tercantum di lampiran kuesioner;
1)      Staf dan karyawan bekerja untuk memberikan performa layanan prima pada mahasiswa
2)      Manajemen menyediakan insentif dan penghargaan tidak hanya untuk produktivitas tapi juga atas kualitas layanan prima yang diberikan pada mahasiswa
3)      Saat organisasi sukses memberikan pelayanan prima, organisasi ini merayakannya
b.      Service Encounter Practices – (SEP) [X2]
Shostack (1985) mendefinisikan service encounter sebagai sebuah periode waktu dimana konsumen berinteraksi dengan service. Service Encounter Practices diukur dengan dua indikator berdasarkan Lytle et al., (1998) dan Organ (1988);
1.       Employee Empowerment – Derajat kebijakan untuk membuat keputusan harian mengenai aktivitas terkait pekerjaan employee. Pertanyaan yang akan mengukur employee empowerment yaitu :
1)      Staf atau karyawan memiliki wewenang untuk melakukan aksi independen dalam upayanya memberikan layanan prima
2)      Staf atau karyawan diberi kebebasan untuk menjalankan idenya untuk mengoptimalkan pelayanan
3)      Saat terjadinya proses pelayanan, staf dan karyawan boleh menggunakan keputusan pribadinya untuk menyelesaikan problem pelayanan
4)      Peraturan dibuat demi kepentingan “mendekatkan diri pada mahasiswa dan memenuhi kebutuhan mereka”
2.       Customer Treatment – Kebijakan untuk selalu berupaya ‘dekat dengan pelanggan’ dengan memperhatikan kebutuhan pilihan dan sikap yang baik pada konsumen. Customer Treatment diukur dengan empat item pertanyaan yang tercantum di lampiran kuesioner.
1)      Anda selalu tersenyum, bersikap sopan dan penuh perhatian pada mahasiswa
2)      Staf dan karyawan peduli dan perhatian pada mahasiswa tepat seperti mereka butuhkan
3)      Anda bersedia melakukan cara baru untuk mengurangi problem ketidaknyamanan yang dialami mahasiswa
4)      Adanya komitmen dari Anda untuk memahami apa yang dibutuhkan mahasiswa
3.       Service Standards Communication
Standar servis dan komunikasi yang ditetapkan perusahaan untuk memberikan pelayanan prima pada pelanggan. Service Standards Communication diukur dengan tiga item pertanyaan yang tercantum di lampiran kuesioner.
1)      Anda tidak menunggu mahasiswa untuk melakukan komplain, tapi menggunakan standar internal untuk menyelesaikan problem sebelum menerima komplain
2)      Setiap staf dan karyawan memahami semua standar pelayanan yang telah ditetapkan
3)      Penilaian pengukuran performa pelayanan dikomunikasikan secara terbuka tanpa mempedulikan posisi maupun jabatan
2.    Variabel intervening dalam penelitian ini adalah Employee Job Satisfaction - (EJS) (Z). Employee Job Satisfaction sebagai perasaaan senang yang dinyatakan dengan hasil dari nilai kerja seorang karyawan (Locke, 1976). Berdasarkan indikator yang digunakan oleh Organ (1988), dengan lima item pertanyaan yang tercantum di lampiran kuesioner. Kuesioner variable ini akan diisi oleh karyawan dan staf.
3.    Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Employee Organizational Citrizenship Behavior [Employee OCB] (Y). OCB digambarkan sebagai tanggung jawab dan perilaku employee yang  sering terabaikan atau tidak terukur oleh penilaian kinerja dan performa pekerja namun meningkatkan fungsi dan efektivitas organisasi (Bateman dan Organ, 1983). Kuesioner variable ini akan diisi oleh atasan dari karyawan dan staf yang telah mengisi kuesioner dari tiga variabel sebelumnya. Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ini dikembangkan oleh Organ (1988);
1.       Altruism
Pernyataan karyawan tentang perilaku untuk membantu karyawan yang lain saat bekerja seperti rekan kerja atau pengawas tanpa ada paksaan pada tugas – tugas yang berkaitan dengan operasi – operasi organisasional. Altruism akan diukur dengan item pertanyaan :
1)      Menggantikan karyawan/staf lain yang tidak masuk atau istirahat.
2)      Membantu karyawan/staf lain yang pekerjaannya overload.
3)      Menjadi volunteer untuk mengerjakan sesuatu tanpa diminta.
4)      Membantu orang lain di luar departemen ketika mereka memiliki problem.
5)      Membantu mahasiswa dan tamu dengan penuh perhatian jika mereka membutuhkan bantuan.

2.       Courtesy
Pernyataan karyawan tentang dedikasi kepada pekerjaan dan hasrat yang kuat untuk melebihi syarat – syarat  formal yang diharapkan perusahaan dalam aspek – aspek seperti ketepatan waktu, penggunaan sumber daya. Adapun courtesy akan diukur dengan item pertanyaan :
1)      Kehadiran dalam bekerja diatas ketentuan yang berlaku.
2)      Tidak melakukan istirahat yang berlebih selama waktu kerja.
3)      Menaati peraturan dalam organisasi.
4)      Menyelesaikan tugas sebelum waktu yang ditentukan.
3.       Sportsmanship
Pernyataan karyawan tentang kemauan untuk bertoleransi tanpa mengeluh, menahan diri dari aktivitas-aktivitas mengeluh dan mengumpat yang dapat menghambat maupun mengganggu kinerja organisasi langsung maupun tidak langsung. Sportsmanship akan diukur dengan item pertanyaan :
1)      Tidak menemukan kesalahan dalam organisasi.
2)      Tidak mengeluh tentang segala sesuatu
3)      Tidak membesar-besarkan permasalahan diluar proporsinya
4.       Civic Virtue
Pernyataan perawat mengenai keterlibatan dalam fungsi-fungsi organisasi, civic virtue akan diukur dengan item pertanyaan :
1)      Memberikan perhatian terhadap fungsi-fungsi yang membantu meningkatkan image organisasi.
2)      Memberikan perhatian terhadap pertemuan-pertemuan yang dianggap penting.
3)      Membantu mengatur kebersamaan secara subbagian.
5.       Concientiousness
Pernyataan perawat yang menyimpan informasi tentang kejadian-kejadian maupun perubahan-perubahan dalam organisasi.
1)      Mengikuti perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan dalam organisasi.
2)      Membaca dan mengikuti pengumuman-pengumuman organisasi.
3)      Membuat pertimbangan dalam menilai apa yang terbaik untuk organisasi
Seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert dengan empat skala. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau kelompok orang tertentu tentang fenomena sosial. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Demi kepentingan penelitian, digunakan empat skala ;
1 = STS                  ð Sangat Tidak Setuju
2 = TS                    ð Tidak Setuju
3 = S                       ð Setuju
4 = SS                    ð Sangat Setuju
_______________________________________________
Gambar 4.1 Ilustrasi Empat Skala Likert dalam Kuesioner

Penggunaan empat skala likert dengan alasan untuk memaksa responden menentukan jawaban sesuai keinginannya dan mengurangi keragu-raguan dalam diri mereka (Sutrisno, 1991), selain itu juga untuk mengurangi kecenderungan responden untuk memilih nilai tengah dan menimbulkan bias. Hadi (1991:20) menyebutkan alasan menghilangkan kategori jawaban di tengah antara lain:
1. Kategori undecided mempunyai arti ganda yaitu belum dapat memberi jawaban dan  bisa juga ragu-ragu atau netral. Kategori jawaban ganda tentu tidak diharapkan dalam suatu instrumen.
2.   Tersedianya jawaban di tengah akan menimbulkan kecenderungan menjawab ke tengah (central tendency effect), terutama mereka yang ragu-ragu.
3. Untuk mengetahui kecenderungan jawaban responden ke arah positif atau negatif. Skala ini nantinya dijumlahkan untuk mendapatkan gambaran mengenai perilaku.

4.4   Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang dibutuhkan dan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.    Data Primer
Jenis dari data primer dapat berupa opini subyek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan. Data primer itu sendiri merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data primer yaitu metode survey dan observasi (Indriantoro & Supomo, 2002:146-147).
2.    Data Sekunder
Menurut Indriantoro & Supomo (2002:147) jenis dari data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Data sekunder merupakan sumber atau penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).

4.5   Prosedur Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian
4.5.1          Penentuan Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2003:72), “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki obyek atau subyek itu. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan dan staf yang bekerja di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya.

4.5.2          Penentuan Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi yang terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Aaker (1998) menyatakan bahwa dalam penentuan jumlah sampel hendaknya ditentukan dalam jumlah yang cukup banyak, dan ketika sampel tersebut dibagi dalam beberapa kelompok maka jumlah minimal sampel adalah 100 atau lebih. Penelitian ini akan menggunakan sampel sebanyak 150 responden dari populasi yang telah ditentukan. Target responden yang dituju adalah karyawan dan staf yang bekerja di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya, utamanya yang bekerja sebagai contact employee yang berhadapan langsung dengan mahasiswa dan segala pihak non-karyawan dan staf yang berkepentingan beserta manajer atau atasan para staf dan karyawan terkait.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Non Probability Sampling, dimana elemen-elemen populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel (Indriantoro & Supomo, 2002:130). Penarikan sampel dilakukan dengan Purposive Sampling dan purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu bila dipandang orang tersebut cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2003:77-78).

4.6   Prosedur Pengumpulan Data
Untuk membuktikan kebenaran jawaban yang masih sementara (hipotesis) maka peneliti melakukan pengumpulan data pada obyek tertentu. Pengumpulan data dilakukan melalui :
a)    Survei lapangan yaitu dengan menyebarluaskan kuesioner kepada responden sebagai sumber data primer.
b)   Studi kepustakaan, untuk memperoleh sumber data-data sekunder dan landasan teori yang sesuai topik penelitian.

4.6.1 Prosedur Desain Kuesioner
Untuk kuesioner yang mengukur variabel bebas Human Resource Practice, dan Service Encounter Practice dan mediasi (Employee Job Satisfaction), kuesioner akan diberikan kepada para staf dan karyawan FEB UNAIR. Sedangkan kuesioner yang mengukur variabel tergantung, yaitu Organizational Citizenship Behavior (OCB) akan ditujukan untuk manajer atau atasan dari karyawan dan staf-staf yang menjadi responden kuesioner sebelumnya. Manajer tersebut akan menilai perilaku OCB masing-masing karyawan yang telah mengisi kuesioner untuk tiga variabel sebelumnya.

4.7.     Teknik Analisis Data
Untuk mencapai tujuan penelitian serta pengujian hipotesis yang diajukan, maka data yang diperoleh selanjutnya akan diolah sesuai dengan kebutuhan analisis. Untuk kepentingan pembahasan, data diolah dan dipaparkan berdasarkan prinsip-prinsip statistik deskriptif. Untuk kepentingan analisis dan pengujian hipotesis digunakan pendekatan statistik inferensial.
Teknik analisis yang digunakan untuk menjawab hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Model Persamaan Struktural (Structural Equation Modelling atau SEM). SEM merupakan sekumpulan teknik-teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit secara simultan. Adapun langkah-langkah pembentukan model persamaan struktural (SEM) adalah sebagai berikut :
1.   Pengembangan model berbasis teori
             Langkah pertama dalam pengembangan model SEM adalah pencarian atau pengembangan sebuah model yang mempunyai justifikasi teoritis yang kuat. Setelah itu, model tersebut divalidasi secara empirik melalui komputasi program SEM. Dengan kata lain, tanpa dasar teoritis yang kuat, SEM tidak dapat digunakan. Hal ini disebabkan karena SEM tidak digunakan untuk menghasilkan sebuah model, tetapi digunakan untuk mengkonfirmasi model teoritis tersebut, melalui data empirik.


2.   Pengembangan diagram jalur
                   Langkah kedua dalam SEM adalah model teoritis yang telah dibangun pada langkah pertama akan digambarkan dalam sebuah diagram jalur. Diagram jalur tersebut akan mempermudah dalam melihat hubungan-hubungan kausalitas yang akan diuji. Hubungan kausalitas ini cukup digambarkan dalam sebuah diagram jalur dan selanjutnya bahasa program akan mengkonversi gambar menjadi persamaan, dimana persamaan akan menjadi estimasi.
3.   Konversi diagram jalur ke dalam persamaan
                   Langkah ketiga dalam SEM adalah mengkonversi spesifikasi model dalam bentuk persamaan. Persamaan yang dibangun akan terdiri dari :
a.       Persamaan-persamaan struktural (structural equations). Persamaan ini dirumuskan untuk menyatakan hubungan kausalitas antar berbagai konstruk.
b.      Persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement model). Pada spesifikasi ini peneliti menentukan variabel mana mengukur konstruk mana serta menentukan serangkaian matriks yang menunjukkan korelasi yang dihipotesakan antar konstruk atau variabel.    

4.   Memilih matriks input dan estimasi model
      Perbedaan SEM dengan teknik-teknik multivariate lainnya adalah dalam input data yang digunakan dalam pemodelan dan estimasinya SEM hanya menggunakan matriks varians/kovarians atau matriks korelasi sebagai data input untuk keseluruhan estimasi yang dilakukannya.
      Observasi individual tentu saja digunakan dalam program ini, namun input-input itu akan segera dikonversi dalam bentuk matriks kovarians atau matriks korelasi sebelum estimasi dilakukan. Hal ini disebabkan karena fokus SEM bukan pada data individual tetapi pada pola hubungan antar responden.
      Ukuran sampel memegang peranan penting dalam estimasi dan interpretasi hasil-hasil SEM. Ukuran sampel sebagaimana dalam metode-metode statistik lainnya menghasilkan dasar untuk mengestimasi kesalahan sampling. Menurut Hair dalam Ferdinand (2002 : 47) ukuran sampel yang sesuai digunakan dalam SEM adalah antara 100 – 200. Bila ukuran sampel menjadi terlalu besar misalnya lebih dari 400 maka metode menjadi sangat sensitif sehingga sulit untuk mendapatkan ukuran-ukuran goodness-of-fit yang baik.
      Setelah model dikembangkan dan input data dipilih, selanjutnya dipilih program komputer yang dapat digunakan untuk mengestimasi modelnya. Teknik-teknik estimasi yang tersedia adalah :
a.  Maximum Likelihood Estimation (ML)                                                                    
b.  Generalized Least Square Estimation (GLS)
c.   Unweighted Least Square Estimation (ULS)
d.  Scale Free Least Square Estimation (SLS)
e.  Asymtotically Distribution-Free Estimation (ADF)
Selanjutnya untuk memilih tehnik analisis dengan mempertimbangkan ukuran sampel dapat dilihat pada Tabel 4.7 di bawah ini.
Tabel 4.7
Teknik Estimasi
Pertimbangan
Teknik yang Dapat Dipilih
Keterangan
Bila ukuran sampel adalah kecil (100-200) dan asumsi normalitas dipenuhi
ML
ULS dan SLS biasanya tidak menghasilkan uji c2, karena itu tidak menarik perhatian peneliti
Bila asumsi normalitas dipenuhi dan ukuran sampel sampai dengan antara 200-500
Ml dan GLS
Bila ukuran sampel kurang dari 500, hasil GLS cukup baik
Bila asumsi normalitas kurang dipenuhi dan ukuran sampel lebih dari 2500
ADF
ADF kurang cocok bila ukuran sampel kurang dari 2500
      Sumber : Ferdinand (2002)


5.   Kemungkinan munculnya masalah identifikasi
      Pada program komputer yang digunakan untuk estimasi model kausal ini, salah satu masalah yang akan dihadapi adalah masalah identifikasi. Problem identifikasi pada prinsipnya adalah problem mengenai ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik.
Problem identifikasi dapat muncul melalui gejala-gejala berikut ini:
a.       Standard error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat besar
b.      Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya disajikan
c.       Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varians error yang negatif
d.      Munculnya korelasi yang sangat tinggi antara koefisien estimasi yang didapat (misalnya lebih dari 0.9)

6.   Evaluasi kriteria goodness-of-fit
Pada langkah ini kesesuaian model dievaluasi, melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness-of-fit. Untuk itu tindakan pertama yang dilakukan adalah mengevaluasi apakah data yang digunakan dapat memenuhi asumsi-asumsi SEM. Bila asumsi ini sudah dipenuhi, maka model dapat diuji melalui berbagai cara uji yang akan diuraikan pada bagian ini.
      Asumsi-asumsi SEM :
1)      Ukuran Sampel
Ukuran sampel yang harus dipenuhi dalam pemodelan ini adalah minimum berjumlah 100 dan selanjutnya menggunakan perbandingan 5 observasi untuk setiap estimated parameter.
2)      Normalitas
Sebaran data harus dianalisis untuk melihat apakah asumsi normalitas dipenuhi sehingga data dapat diolah lebih lanjut untuk pemodelan SEM ini. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat diuji dengan metode-metode statistik. Uji normalitas ini perlu dilakukan baik untuk normalitas terhadap data tunggal maupun normalitas multivariate dimana beberapa variabel digunakan sekaligus dalam analisis akhir.
3)     Outliers
Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariate yaitu yang muncul karena kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi lainnya. Outlier pada dasarnya dapat muncul dalam empat kategori :
a.   Outlier muncul karena kesalahan prosedur seperti kesalahan dalam memasukkan data atau kesalahan dalam mengkoding data
b.   Outlier dapat saja muncul karena keadaan yang benar-benar khusus yang memungkinkan profil datanya lain daripada yang lain, tetapi peneliti mempunyai penjelasan mengenai apa penyebab munculnya nilai ekstrim itu.
c.    Outlier dapat muncul karena adanya sesuatu alasan tetapi peneliti tidak dapat mengetahui apa penyebabnya atau tidak ada penjelasan mengenai sebab-sebab munculnya nilai ekstrim itu.
d.   Outlier dapat muncul dalam range nilai yang ada, tetapi bila dikombinasi dengan variabel lainnya, kombinasinya menjadi tidak lazim atau sangat ekstrim.
4)     Multikolinearitas dan Singularitas
      Dapat dideteksi melalui determinan matriks kovarians. Nilai determinan matriks kovarians yang sangat kecil memberi indikasi adanya problem multikolinearitas atau singularitas.
5)     Evaluasi atau kriteria goodness of fit
       Setelah asumsi-asumsi SEM terpenuhi, selanjutnya dilakukan pengujian kelayakan model. Untuk menguji kelayakan model yang dikembangkan dalam model persamaan struktural ini, akan digunakan beberapa indeks kelayakan model. Adapun indeks-indeks kelayakan serta kriteria yang akan digunakan dalam melihat kelayakan model dapat dilihat pada Tabel berikut ;
Tabel 4.8

Goodness-of-fit Indices

Teknik yang Dapat Dipilih
Keterangan
c2Chi – square
Diharapkan kecil
Significance Probability
> 0.05
RMSEA
> 0.08
GFI
> 0.90
AGFI
> 0.90
CMIN/DF
> 2.00
TLI
> 0.95
CFI
> 0.95
                                Sumber : Ferdinand (2002 : 61)
6)     Analisis direct effect, indirect effect dan total effect
Dalam penelitian ini juga akan dianalisis kekuatan hubungan atau pengaruh antar konstruk baik hubungan langsung, tidak langsung maupun hubungan totalnya.                                                                 Efek langsung (direct effect) adalah koefisien dari garis dengan anak panah satu ujung dan terjadi pada dua konstruk yang dihubungkan dengan garis anak panah satu arah.
       Efek tidak langsung (indirect effect) adalah efek yang muncul melalui sebuah variabel antara dan terjadi pada dua konstruk yang tidak dihubungkan dengan garis anak panah satu arah. Efek total (total effect) adalah efek dari berbagai hubungan. Efek total merupakan gabungan antara efek langsung dengan efek tidak langsung.
7)     Interpretasi dan Modifikasi Model
             Setelah estimasi model dilakukan, penelitian masih dapat melakukan modifikasi terhadap model yang dikembangkan bila ternyata estimasi yang dihasilkan memiliki residual yang besar. Namun demikian, modifikasi hanya dapat dilakukan bila peneliti mempunyai justifikasi teoritis yang cukup kuat, sebab SEM bukan ditujukan untuk menghasilkan teori, tetapi menguji model yang mempunyai pijakan teori yang benar atau baik. Oleh karena itu, untuk memberikan interpretasi apakah model berbasis teori yang diuji dapat diterima langsung atau perlu pemodifikasian, maka peneliti harus mengarahkan perhatiannya pada kekuatan prediksi dan model yaitu dengan mengamati besarnya residual yang dihasilkan. Apabila pada standardized residual covariances matrix terdapat nilai diluar ring -2,58 > residual >2,58 maka model yang diestimasi perlu dilakukan modifikasi lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA



Bienstock, C., DeMoranville, C. and Smith, R. (2003), “Organizational citizenship behavior and service quality”, The Journal of Services Marketing, Vol. 17 No. 4, pp. 357-78.
Bowen, D.E. and Lawler, E.E. (1992), “The empowerment of service workers: what, why, how and when”, Sloan Management Review, Vol. 33, pp. 31-9.
Brown, S. and Peterson, R. (1993), “Antecedents and consequences of salesperson job satisfaction: meta-analysis and assessment of causal effects”, Journal of Marketing Research, Vol. 30, pp. 63-77.
Cone, J. (1989), “The empowered employee”, Training & Development Journal, pp. 97-108, June.
Danim, Sudarwan. 1997. Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Perilaku : Acuan Dasar Bagi Mahasiswa Program Sarjana dan Peneliti Pemula. Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara.
EQUATOR HARIAN. http://www.equator-news.com/utama/20110718/kinerja-pns-rendah-        tata-ulang. diakses 9 Mei 2012.
Ferdinand, A. 2002. Structural Equation Model Dalam Penelitian Manajemen: Dasar-dasar permodelan. Edisi Indonesia. Jakarta: FJex Media Komputindo Kelompok Gramedia.
-------------. 2006. Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen. Edisi Keempat. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gonzales, J.V dan Garaso, T.G. 2006. Structural relationship between organizational service orientation, contact employee job satisfaction and citizenship behaviour. International Journal of Service. Vol. 17. No.1. pp.23-50
Indiantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis : untuk Akuntansi dan Masnajemen. Edisi Pertama. Cetakan Kedua. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta.
KOMPAS, Koran. http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/32876/1/Kinerja%20PNS-39.pdf, diakses 10 Mei 2012
Lashley, C. (1995), “Towards an understanding of employee empowerment in hospitality services”, International Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol. 7 No. 1, pp. 27-32.
Locke, E. (1976), “The nature and consequences of job satisfaction”, in Dunnette, M.D. (Ed.), Handbook of Industrial and Organizational Psychology, Rand McNally College Publishing Co., Chicago, IL, pp. 1297-349.
Masad, N dan Crowston, K. 2003. Using The Service Encounter Model to Enhance Our Understanding of Business-To-Consumer Transaction in an eEnvirontment. 16th Bled eCommerce Conference e Transformation. Bled, Slovenia, June 9-11.
Mackenzie, S., Podsakoff, P. and Ahearne, M. (1998), “Some possible antecedents and consequences of in-role and extra-role salesperson performance”, Journal of Marketing, Vol. 62, pp. 87-98.
Menguc, B. (1996), “The influence of market orientation of the firm on sales force behaviour and attitudes: further empirical results”, International Journal of Research in Marketing, Vol. 13, pp. 277-91.
Morrison, E. (1996), “Organizational citizenship behavior as critical link between HRM practices and service quality”, Human Resource Management, Vol. 35, pp. 493-512.
Malhotra, Naresh K. 1999. Marketing Research : An Applied Research. 3th edition. Prentice Hall.
O’Hara, B.S., Boles, J.S. and Johnston, M.W. (1991), “The influence of personal variables on salesperson selling orientation”, Journal of Personal Selling & Sales Management, Vol. 11, pp. 61-7.
Parasuraman, A. (1987), “Customer-oriented corporate cultures are crucial to services marketing success”, Journal of Services Marketing, Vol. 1 No. 1, pp. 39-46.
Rust, R., Zahorik, A.J. and Keiningham, T.L. (1996), Service Marketing, Harper Collins College Publishers, New York, NY.
Shostack, L. (1985). Planning Service Encounter. In. J Czepiel dan M. Solomon dan C Suprenant. (Eds.), The Service Encounter. Lexington, MA: Lexington.
Solimun. 2002. Multivariate Analysis Structural Equation Modelling (SEM) Lisreland Amos. Cetakan I. Malang : Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya.
Sparrowe, R.T. (1994), “Empowerment in the hospitality industry: an exploration of antecedents and outcomes”, Hospitality Research Journal, Vol. 17 No. 3, pp. 51-74.
Suprenant, C.F. and Solomon, M.R. (1987), “Predictability and personalization in the service encounter”, Journal of Marketing, Vol. 51, pp. 86-96.
Sugiono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV Alfabeta.
Sugiyono. 2003. Statistik Untuk Penelitian. Cetakan Kelima. Bandung : Alfabeta.
Zeithaml, V.A. and Bitner, M.J. (1996), Services Marketing, McGraw-Hill, New York, NY.

0 komentar:

Posting Komentar