BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Landasan Teori (Kajian Teori)
Kultur organisasi adalah kunci
kesuksesan pelayanan jasa yang dilakukan perusahaan. Kultur organisasi terjadi
pada ranah yang informal, tersembunyi dari ‘paksaan’ perusahaan. Aktivitas ini
mungkin memiliki pengaruh yang lebih besar pada perilaku dan produktivitas
karyawan daripada formalitas yang tertulis pada pedoman dan aturan
(Parasuraman, 1987). Proses penyampaian jasa, yang dilakukan contact employee
merupakan bagian dari interaksi yang dilakukan antara karyawan dan pelanggan,
yang mendominasi evaluasi layanan jasa dari pelanggan.
Seorang karyawan, utamanya
dalam perusahaan jasa yang berhadapan langsung dengan pelanggan, adalah cermin
citra perusahaan dan penyalur langsung ‘produk’ yang dihasilkan perusahaan
(Suprenant dan Solomon, 1987; Zeithaml dan Bitner, 1996), karena sikap karyawan
yang melakukan kontak langsung dengan pelanggan berpengaruh pada kepuasan dan
kualitas jasa (Parasuraman, 1987).
OCB adalah singkatan dari
Organizational Citizenship Behavior diartikan sebagai pengaruh kualitas jasa
yang disampaikan pada pelanggan (Bienstock, 2003), dan riset ini berfokus pada
praktik jasa yang dilakukan organisasi, human resource practice dan service
encounter practice berpegaruh pada kepuasan karyawan yang melakukan kontak
langsung dengan pelanggan, yang kemudian berpengaruh terhadap OCB.
Human Resource Management
Practice yang baik, memungkinkan kepuasan kinerja yang didapat oleh karyawan.
Mereka dengan senang hati akan menjalankan pekerjaannya dan meluapkan ide-ide
yang mereka miliki dengan sukacita saat mereka puas akan pekerjaannya. Human
Resource Management Practice ini akan dibahas pengaruhnya pada OCB secara
langsung, dan secara tidak langsung akan berpengaruh pula pada employee OCB,
melalui kepuasan kerja karyawan. Employee job satistaction yang berpengaruh
apabila karyawan merasa puas akan pekerjannya, maka nilai OCBnya pun akan
meningkat.
Saat konsumen berhadapan
langsung dengan contact employee, adalah saat yang disebut sedangkan service
encounter. Pelayanan prima dengan kualitas terbaik bisa memberikan penilaian
yang baik dari pelanggan. Praktik service encounter yang baik juga akan
berpengaruh pada employee OCB dan juga pada kepuasan karyawan yang kemudian
telah dibahas pula pengaruhnya pada OCB seperti pada human resource management
practice.
Terkadang, perusahaan tidak
terlalu banyak menetapkan formalitas yang tebal dalam standar aturan dan
pedomannya, sehingga bisa memberikan luang bagi karyawan untuk memunculkan ide
yang sangat bermanfaat dilaksanakan bila ada situasi service encounter genting
yang tidak tercover (Morrisson, 1996). Hal inilah salah satu usaha perusahaan
dengan tujuan supaya karyawan tidak merasa terkekang, namun mampu menyelesaikan
masalah secara brilian dengan caranya. Tentunya, cara penyelesaian dari ide
karyawan tersebut haruslah positif dan tidak merugikan perusahaan dan inilah
yang disebut OCB.
Perusahaan sangat perlu
menerapkan OCB dalam kinerja organisasinya. OCB, sangat bermanfaat apabila ada
suatu masalah saat terjadinya service encounter dimana pedoman yang dibuat
perusahaan tidak lagi mampu mengcover penyelesaiannya. Karena OCB pada
hakikatnya adalah inisiatif dan ide yang dimiliki oleh karyawan yang berasal
dari dirinya sendiri (Bienstock et al., 2003) untuk memunculkan solusi untuk
penyelesaian masalah yang dia kembangkan sendiri.
Penelitian ini berdasarkan
Gonzales dan Garaso (2006), yang memiliki variabel independen yang mempengaruhi
kepuasan dan OCB yang lebih banyak. Namun, dalam penelitian ini, sengaja hanya
diambil dua variabel bebas yang akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dan
OCB karena disesuaikan dengan konteks responden yang akan dijadikan obyek dalam
penelitian ini. Responden yang dipilih sesuai konteks penelitian ini adalah
contact employee yang berhadapan langsung dengan konsumen saat terjadinya
sevice encounter.
Responden yang merupakan
contact employee dalam penelitian ini seluruhnya merupakan Pegawai Negeri Sipil
yang bekerja di institusi pendidikan perguruan tinggi sebagai staf atau
karyawan yang berhadapan langsung dengan konsumen yang merupakan para
mahasiswa. Sudah menjadi rahasia umum di negeri ini bahwa orang-orang dengan
atribut PNS yang menjadi staf atau karyawan atas seleksi yang dilakukan
besar-besaran oleh pemerintah yang berwenang, memiliki kinerja dan
produktivitas yang rendah, serta kualitas layanan yang buruk (KOMPAS, 2007-
diakses 10 Mei 2012).
Responden para PNS ini yang
menjadikan tulisan ini menarik, karena dengan produktivitas dan tuntutan kerja
yang rendah, mampu tidaknya mereka kepuasan terhadap pekerjaannya dan
memunculkan perilaku OCB yang mampu menyelesaikan masalah dengan caranya
sendiri meski minim reward dari atasan. Setelah responden pertama menjawab
kuesioner, maka atasan dari para staf dan karyawan terkait akan menilai OCB
yang dilakukan oleh bawahannya. Disinilah yang menarik karena ada tidaknya
hubungan pengaruh dalam variabel-variabel yang akan dibahas dalam bab 2, karena
kuesioner diisi oleh dua pihak yang berbeda.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang masalah yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka dapat
ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah
Human Resource Management Practices berpengaruh terhadap
Employee Job Satisfaction ?
2.
Apakah Service Encounter
Practices berpengaruh terhadap Employee Job Satisfaction ?
3.
Apakah Human Resource
Management Practices berpengaruh terhadap Employee Organization Citizenship
Behavior ?
4.
Apakah Service Encounter Practices
berpengaruh terhadap Employee Organization Citizenship Behavior ?
5.
Apakah Employee Job
Satisfaction berpengaruh terhadap Employee Organization Citizenship Behavior ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin
dicapai oleh penulis adalah :
1.
Mengetahui
apakah Human Resource Management Practices berpengaruh terhadap Employee Job
Satisfaction.
2.
Mengetahui
apakah aktivitas Service Encounter Practices
berpengaruh terhadap Employee Job Satisfaction
3.
Mengetahui
apakah Human Resource Management Practices berpengaruh
terhadap Employee Organization Citizenship Behavior
4.
Mengetahui
apakah Service Encounter Practices berpengaruh terhadap
Employee Organization Citizenship Behavior
5.
Mengetahui
apakah Employee Job Satisfaction berpengaruh terhadap
Employee Organization Citizenship Behavior
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian
ini, penulis berharap agar penelitian ini dapat memberikan manfaat terutama
untuk:
1.
Manfaat
bagi penulis
Melalui penelitian ini, penulis dapat mengetahui
pengaruh optimalisasi Human Resource Management Practices dan Service Encounter
Practices berpengaruh terhadap Employee Job satisfaction, yang akhirnya juga
mempengaruhi Employee Organizational Citizenship Behavior selama proses service
encounter antara contact employee dan pelanggan. Selain itu dapat memberikan
kesempatan penulis untuk mengembangkan ilmu yang telah diterima selama
pendidikan dan praktek lapangan.
2.
Bagi Dunia Akademis
Tulisan ini diharapkan agar dapat memberikan sumbangan
bagi dunia akademis, terutama di konsentrasi sumber daya manusia dan pemasaran,
Magister Sains Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga
Surabaya, dalam bahasan Organizational Citizenship Behavior (OCB) dalam proses
service encounter yang telah banyak dibahas dalam ranah Pemasaran, dalam
penelitian ini didiskusikan dalam sudut pandang Sumber Daya Manusia. Fenomena unik dan bahasan tentang hal ini
sangat luas serta masih banyak variabel yang mempengaruhinya. Selain itu,
tulisan ini juga diharapkan dapat menjadi referensi tulisan-tulisan lain yang
sejenis di masa yang akan datang, yang akan menyempurnakan penelitian tentang
fenomena ini.
3.
Bagi Praktisi
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi
manajer sumber daya manusia dan pemasar dalam menentukan pemberdayaan karyawan
yang berkontak langsung dengan pelanggan sehingga penelitian ini diharapkan
menjadi masukan dan informasi yang bermanfaat bagi manajer sumber daya manusia
berserta pemasar dalam menetapkan strategi mencapai kepuasan kerja karyawan
sekaligus mendapatkan kepuasan pelanggan dari kinerja prima karyawan.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan
skripsi ini dibagi dalam lima bab, dimana antara bab yang satu dengan yang
lainnya terdapat keterkaitan yang erat. Adapun sistematika penulisannya adalah
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bagian pertama berisi latar
belakang yang secara garis besar memuat hal-hal yang mengantarkan pada pokok
permasalahan, rumusan masalah yang menjadi dasar dilakukannya penelitian,
tujuan dan manfaat yang diharapkan dari penelitian serta sistematika penulisan
skripsi.
BAB II : TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Dalam bab kedua ini akan
diuraikan tentang konsep-konsep dan teori-teori yang berhubungan dan berkaitan
dengan topik permasalahan beserta variabel-variabel yang digunakan sebagai
landasan penelitian yang dirumuskan yaitu tentang pengaruh penggunaan nama
merek. Uraian tentang konsep dan teori ini diperoleh melalui studi kepustakaan
dari literatur, buku, jurnal, dan penelitian-penelitian terdahulu, kemudian
akan ditarik sebuah hipotesis dan model analisis.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ketiga akan menguraikan
tentang pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis, batasan pengertian,
ruang lingkup analisis, jenis dan sumber data, prosedur pengumpulan data,
penentuan sampel dan teknik analisis yang akan digunakan untuk menjawab
perumusan masalah.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian ini berisi tentang
gambaran umum mengenai obyek dan setting penelitian, kemudian deskripsi hasil
penelitian dan interpretasi peneliti mengenai data yang diperoleh dari hasil
eksperimen yang dilakukan dan dikaitkan dengan teori yang dijelaskan pada
bagian tinjauan pustaka.
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN
Bagian terakhir memuat
simpulan peneliti yang dibuat dengan membandingkan hasil penelitian dengan
teori-teori yang berkaitan dengan pokok permasalahan, implikasi manajerial,
serta memuat saran-saran yang berkaitan dengan obyek penelitian.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Human Resource Management Practice
Desain praktik sumber daya manusia harus disusun sesuai
kebutuhan jasa, dimana karyawan harus benar-benar paham apa yang mereka lakukan
dan mengapa mereka melakukan hal itu, dalam rangka memberikan layanan jasa
terbaik pada pelanggan (Gonzales dan Garaso, 2006). Mereka yang berkontak
langsung dengan pelanggan harus paham masalah teknis dan kemampuan
interpersonal (Rust et al, 1996), maka perlunya perusahaan mengorganisasi
karyawannya dengan sangat baik di segala lini, untuk memberikan performa
layanan jasa terbaik pada pelanggan.
Reward berdasarkan perilaku adalah cara positif untuk
menjamin performa layanan jasa yang baik yang menjadi prioritas utama sebuah
perusahaan jasa (Cone, 1989). Tentunya, perusahaan yang ingin memberikan
layanan terbaik harus menjamin bahwa perilaku positif yang mereka harapkan dari
tiap personel dihargai dengan baik (Gonzales dan Garaso, 2006). Hal ini juga
dinyatakan oleh Zeithaml et al, (1988) bahwa organisasi yang mampu membangun
kultur yang baik untuk para contact employee-nya, akan mendapat kemungkinan
mendapatkan persepsi positif dari segi kepercayaan dan empati lebih besar dari
pelanggan.
2.1.2 Service Encounter Practice
Shostack (1985)
mendefinisikan service encounter sebagai sebuah periode waktu dimana konsumen
berinteraksi dengan service. Definisi ini diperluas dan memasukkan interaksi
konsumen baik dengan customer contact employee, maupun mesin, system otomasi,
fasilitas fisik, dan berbagai provider servis yang disediakan. Kualitas
interaksi antara konsumen dan service provide selama service encounter
dangatlah penting karena disinilah level dimana konsumen menilai servis yang
diberikan perusahaan (Masad dan Crowston, 2003).
Selama
terjadinya service encounter, karyawan yang berkontak langsung dengan pelanggan
yang disebut contact employee harus memiliki tanggung jawab serta
kemampuan untuk ‘dekat dengan konsumen’ (Gonzales dan Garaso, 2006). Empowerment,
memungkinkan contact employee bersikap lebih santun saat berinteraksi
dengan pelanggan, mengembangkan respon cepat untuk memenuhi kebutuhan konsumen
dan untuk memunculkan ide untuk mengembangkan aktivitas customer service
(Morrison, 1996).
Empowerment diartikan sebagai derajat kebijakan mandiri
seorang employee untuk membuat keputusan harian mengenai aktivitas yang
berhubungan dengan pekerjaannya (Lashley, 1995). Aktivitas ini bisa dilakukan
saat customer treatment dimana contac employee harus memperhatikan kebutuhan,
keinginan, perilaku dan pilihan konsumen dengan seksama dan memberikan
inisiatif respon dari masing-masing konsumen untuk membuat tiap pelanggan
merasa spesial (Gonzales dan Garaso, 2006).
Dinyatakan
dalam banyak penelitian sebelumnya (O’Hara et al, 1991; Bowen and Lawler, 1992;
Sparrowe, 1994; Menguc, 1992), bahwa employee empowerment dan customer
treatment, yang merupakan aktivitas dalam dari service encounter memiliki
hubungan positif terhadap employee job satisfaction.
2.1.3 Employee Job Satisfaction
Locke (1976) mengartikan Employee Job Satisfaction
sebagai perasaaan senang yang dinyatakan dengan hasil dari nilai kerja seorang
karyawan. Dimana kepuasan kerja seorang karyawan akan memunculkan komitmen
terhadap organisasi, dan komitmen akan meningkatkan motivasi karyawan itu
sendiri. Motivasi terhadap komitment tersebut dibuktikan oleh Mackenzie et al.,
(1998) dapat meningkatkan kemampuan karyawan untuk berkontribusi dalam
pencapaian tujuan yang diharapkan perusahaan.
Variabel kepuasan kerja karyawan secara keseluruhan
dengan berbagai dimensinya; puas atas pekerjaannya, supervisor, gaji,
kesempatan dipromosikan, teman kerja dan konsumen (Brown and Peterson, 1993)
dinyatakan berpengaruh positif pada pengembangan employee OCB (Gonzales dan
Garaso, 2006).
2.1.4 OCB (Organization Citizenship Behavior)
Organizational Citizenship Behavior yang disingkat OCB
diartikan sebagai pengaruh kualitas jasa yang disampaikan pada pelanggan
(Bienstock, 2003). Disampaikan pertama kali dalam riset Bateman dan Organ
(1983), yang memberi penekanan pada bahasan identifikasi tanggung jawab dan
perilaku employee yang sering terabaikan
atau tidak terukur oleh penilaian kinerja dan performa pekerja namun
meningkatkan fungsi dan efektivitas organisasi.
Gonzales dan Garaso (2006) memberi contoh OCB: apabila
seorang karyawan pulang terlambat untuk menyelesaikan pekerjaannya meski tidak
diminta secara spesifik, atau misalnya seorang pekerja berinisiatif untuk
membantu rekan kerjanya yang mengalami kesulitan meski hal tersebut bukan
termasuk dalam deskripsi pekerjaannya.
Secara umum, OCB dibagi
menjadi dua bagian (Mackenzie et al., 1998):
1.
In-Role, yang mencakup
satisfaction, commitment, role perception, dan turnover
2.
Extra-Role yang meliputi aspek
performa ; perilaku prososial, perilaku spontanitas, perilaku kontekstual.
Namun akhirnya lebih banyak perhatian riset tertuju pada
extra-role behaviour (MacKenzie et al., 1998). Di sisi lain, apa yang dianggap
dalam kategori in-role dan extra-role behaviour bisa saja tidak konstan seiring
dengan berjalannya waktu, pekerja, organisasi, dan situasi (Gonzales dn Garaso,
2006). Akhirnya, antara in-role dan extra role disederhanakan dalam bentuk awal
susunan OCB yang ditangkap sebagai perilaku kerja yang merupakan salah satu
cara untuk melebihi pencapaian pengukuran tradisional berupa job performance,
namun sangat menjanjikan sukses organisasi jangka panjang (Van Dyne et al.,
1994).
Definisi perilaku OCB sangat banyak digambarkan oleh
perilaku service employee. Karakteristik pertama dari OCB adalah non-mandated.
Berbagai aspek dari servis membutuhkan perilaku tanpa mandat dari employee yang
bisa saja sangat penting dalam persepsi konsumen mengenai kualitas servis.
Perilaku service delivery melibatkan interaksi personal yang berkepanjangan,
mengembangkan hubungan pelanggan yang membantu employee memahami kebutuhan
konsumen lebih baik, dan yang terpenting membuat pelanggan merasa penting dan
diperhatikan (Bienstock et al., 2003).
Karakteristik kedua yang disampaikan Bienstock et al.,
(2003) yaitu Inisiatif, dimana perilaku benar-benar berasal dari inisiatif
employee sendiri, yang bermanfaat pada kepuasan pelanggan. Inisiatif ini sangat
bermanfaat dalam service recovery saat service failure. Dan atribut
karakteristik terakhir dari OCB adalah perilaku yang berkontribusi pada tujuan
terbaik organisasi, dimana saat berinteraksi dengan pelanggan. Karena pada
hakikatnya, OCB adalah perilaku yang tanpa manfaat yang jelas dan segera bagi
individu tapi bermanfaat begitu besar bagi organisasi (Morrison, 1996).
2.2 Kajian Empiris (Penelitian
Sebelumnya)
Gonzalez dan Garaso (2006), yang menjadi referensi utama dalam penelitian
ini membahas teori-teori yang sama konteks yang lebih lebar. Maksudnya, Selain
ada HRMP dan SEP seperti pada penelitian ini, mereka membahas mengenai Job Satisfaction dan OCB
yang dipengaruhi variabel yang lebih beragam. Mereka memiliki variable Service
Communication Leadership dan Service System Practice yang dihubungkan langsung
pada OCB.
BAB
3
METODE
PENELITIAN
3.1. Ringkasan Kajian Teori dan
Empirik
3.1.1 Ringkasan Kajian Teori
Contact Employee adalah orang-orang pertama yang berhadapan
langsung dengan pelanggan. Mereka mewakili perusahaan/organisasi dan membangun
kesan pertama yang dibuat konsumen. Saat performa mereka baik, konsumen akan
terkesan dan seluruh perusahaan mendapat apresiasi positif. Sebaliknya, bila
para contact employee ini tidak memberikan layanan terbaiknya di tiap performanya,
maka kesan negaitif diderita perusahaan/organisasi dari berbagai segi.
Pentingnya perusahaan membangun dan mentreatmen karyawannya untuk selalu
memberikan performa yang prima menjadi tuntutan utama di bahasan manajemen saat
ini, terutama di bidang yang menyentuh sektor jasa.
Dalam
penelitian ini, praktik SDM yang dimiliki perusahaan diteliti lebih lanjut
untuk melihat hubungan dan pengaruhnya terhadap kepuasan karyawan yang
melakukan kontak langsung dengan pelanggan. Sedangkan pengaruhnya pada OCB juga
dieliti, apakah praktik ini dapat memunculkan inisiatif mandiri dari karyawan.
OCB dan job satisfaction pelanggan, juga akan
diteliti lebih lanjut dari hubungannya dengan service encounter practice. Dari
sinilah pengaruh serupa seperti HRMP juga dipraktikkan, apakah karyawan
mendapat kepuasan dan mampu memunculkan perfoma beserta inisiatifnya saat
setelah terjadinya praktik service encounter.
3.1.2 Persamaan dan Perbedaan dengan
Penelitian Sebelumnya
Penelitian
sebelumnya oleh Gonzalez dan Garaso (2006), meneliti hal serupa namun dengan
konteks yang lebih lebar. Mereka membahas mengenai OCB dan Job satisfaction
yang dipengaruhi variabel yang lebih beragam. Selain ada HRMP dan SEP seperti
pada penelitian ini, mereka mengaitkan Service Communication Leadership dan
Service System Practice pada OCB.
Hal
yang berbeda dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu mengurangi
dua variabel yang dirasa tidak begitu sesuai dengansetting penelitian ini yaitu
di FEB Unair, yaitu variabel Service Communication Leadership dan Service
System Practice. Selai itu, tulisan ini mencoba meneliti kaitan HRMP dengan OCB
yang belum diteliti pada penelitian Gonzales dan Garazo (2006). Dengan
demikian, diharap penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan mengenai OCB beserta
variabel-veriabel yang mempengaruhinya.
3.2. Kerangka Konseptual
3.2.1 Hubungan Antarvariabel Penelitian
3.2.1.1 Human Resource Management
Practices terhadap Employee Job Satisfaction
Sangat
penting memahami bagaimana organisasi menjamin komitmennya terhadap OCB. Panduan untuk
organisasi dapat mendorong OCB dilaksanakan dengan baik, terutama bagi
organisasi yang ingin menggunakan OCB untuk meningkatkan kualitas layanan jasa.
Dari sinilah,
pengelolaan karyawan yang optimal berperan, dimana system Human Resource
Management yang baik bisa menciptakan kepuasan kerja karyawan karena mereka
mampu mengoptimalisasi diri di dalamnya (Gonzales and Garaso, 2006). Denagn
system yang baik, tentunya employee merasa nyaman dan tahu apa yang harus
dilakukan. Mereka mengerti urutan-urutan dan system yang ada sehingga memudahkan
mereka melakukan tugs mereka. Tentunya, pelaksanaan tugas menjadi lebih baik
bila merekapuas atas performa mereka karena sistam human resource yang tepat.
3.2.1.2 Service Encounter Practices terhadap Employee Job
Satisfaction
Saat
terjadinya service encounter, adalah saat-saat kritis yang sangat menentukan
penilaian pelanggan mengenai kualitas yang diberikan perusahaan. Praktik service
encounter yang memenuhi harapan, membuat pelanggan menikmati kepuasan dari
layanan tersebut. Terkadang, praktik ini terlah dijalankan sesuai prosedur,
namun dalam beberapa kasus berbeda membutuhkan penyelesaian yang tidak biasa.
Hal ini sangat memerlukan inisiatif individu dari contact employee yang
berhadapan langsung dengan pelanggan dengan memberikan ide-ide yang solutif.
Tentunya, permasalahan yang tidak umum adalah sesuatu yang sulit tapi juga
merupakan sebuah tantangan untuk diselesaikan. Sehingga apabila seorang contact
employee mampu memberikan ide briliannya dan melakukan inisiatif penyelesaian
yang tidak ada dalam prosedur, frontliner tersebut akan mendapatkan kepuasan
atas kinerja yang dilakukannya.
Tak dapat dipungkiri
bahwa karyawan yang melakukan performa yang sangat baik dengan menyelesaikan
sebuah permasalahan yang menantang utamanya ketika terjadinya praktik service
encounter akan sangat puas terhadap pekerjaannya.
3.2.1.3 Human Resource Management Practices terhadap Employee OCB
Human Resource Management Practice
memungkinkan organisasi menciptakan pertukaran dan interaksi social dengan
employee, yang mana employee akan lebih memperbesar kemungkinan untuk
menampilkan OCB yang mereka miliki (Morrison, 1998). Banyak perusahaan yang
tidak mampu mengelola praktik sumber daya manusianya, sehingga intensitas kemunculan
employee OCB sangat minim (Gonzales dan Garaso, 2006). Perlunya perusahaan
mengembangkan praktik sumber daya manusianya yang solutif dan membebaskan
karyawannya berkreasi untuk melakukan inisiatif penyelesaian masalah saat
terjadinya service encounter sangat dianjurkan
Praktik HRM,
dinyatakan dapat menciptakan interaksi hubungan organisasi dengan employee dan
dari hubungan inilah employee akan lebih mungkin menampilkan perilaku OCB.
Pendapat pendekatan organisasi mengenai Human Resource Management dalam
praktiknya adalah instrument yang memunculkan level OCB yang lebih tinggi
(Morrisson, 1996). Dimana praktik ini dapat meningkatkan kinerja karyawan dan
OCB mereka, sehingga berpengaruh pula pada peningkatan service quality yang
diharapkan perusahaan.
3.2.1.4 Service Encounter Practices terhadap Employee OCB
Proses service
encounter yang dilakukan contact employee harus mengambil keputusan untuk dekat
dengan pelanggan. Banyak kasus manajer yang tidak fleksibel dan personelnya
tidak memiliki kapabilitas untuk mencari solusi yang diperlukan dari level
masalah yang terjadi (Gonzales dan Garaso, 2006).
Inisiatif employee
untuk menyelesaikan masalah yang tidak tertera dalam panduan dengan menggunakan
ide dan solusi yang berasal dari dirinya sendiri sangatlah dinantikan oleh
organisasi. Terkadang organisasi memberikan sedikit peraturan (Morrison, 1996)
untuk memberikan kebebasan berkreasi untuk para employeenya, sehingga mereka
dengan leluasa memunculkan ide yang dapat menjadi solusi yang tidak tercantum dalam
prosedur.
Ide mandiri yang
dimunculkan oleh employee akan sangat bermanfaat untuk menyelesaikan solusi
saat service encounter, sehingga masalah yang dihadapi bias terselesaikan.
Praktik ini sangat berpengaruh terhadap employee OCB (Gonzales dan Garaso, 2006).
Karena inisiatif individu dari employee, dapat menguntungkan organisasi yang
sangat berkontribusi pada penyampaian jasa saat service encounter.
3.2.1.5 Employee Job Satisfaction terhadap Employee OCB
Karyawan yang merasa
puas terhadap pekerjaannya akan memberikan performa terbaiknya pada perusahaan
dan menumpahkan ide kreatifnya dengan senang hati. Ide kreatif ini bias
diwujudkan dengan inisiatif yang melimpah saat bekerja dan menyelesaikan msalah
yang ada dalam perusahaan yang tidak tercantum dalam prosedur.
MacKenzie dalam
risetnya yang menyatakan employee yang mengikat OCB puas atas kinerjanya dan
berterimakasih pada organisasi serta membalasnya dengan kepuasan atas
pengalaman yang dimilikinya. Mereka akan menyediakan dirinya untuk
berkontribusi pada organisasi sebaik yang mereka mampu. Maka, semakin tingginya
kepuasan terhadap kinerjanya, maka semakin tinggi pula OCB yang didapatkan.
3.2.2 Hipotesis dan Model
Penelitian
3.2.2.1 Hipotesis Penelitian
H1 : Human Resource Management
Practices berpengaruh terhadap Employee Job Satisfaction
H2 : Service Encounter Practices
berpengaruh terhadap Employee Job Satisfaction
H3 : Human Resource Management
Practices berpengaruh terhadap Employee Organization Citizenship Behavior
H4 : Service Encounter Practices
berpengaruh terhadap Employee Organization Citizenship Behavior
H5 : Employee Job Satisfaction
berpengaruh terhadap Employee Organization Citizenship Behavior
3.2.2.2. Model Penelitian
________________________________________________________________________
Gambar 3.1 Model Penelitian
BAB
4
METODE
PENELITIAN
4.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan
pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang menitikberatkan pada pengujian
hipotesis, menggunakan data yang terukur dan membuat prediksi serta mendapatkan
makna dan aplikasi dari suatu masalah menjadi suatu hubungan kausalitas yang
ingin dipecahkan sehingga didapat kesimpulan yang bisa digeneralisasikan
(Singarimbun & Effendi, 1995:4). Tujuan penelitian kuantitatif lebih
mengarah pada hasil generalisasi, menjelaskan fenomena secara lebih terukur,
serta berbagai pembuktian.Dasar desain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian kausal. “Penelitian kausal mempelajari apakah suatu variabel
menyebabkan atau menentukan nilai dari variabel lainnya” (Mc Daniel &
Gates, 1999:59). Pendekatan kausal umumnya digunakan untuk mencari hubungan
sebab akibat antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Penggunaan organisasi pelayanan di sebuah kampus yang mengorganisir layanan
administrasi dan birokrasi perkuliahan yang langsung berhadapan dengan konsumen
yang dalam konteks ini adalah para mahasiswa adalah lingkungan yang ideal untuk
menguji penelitian ini. Pertama, karena hal ini menjadi sangat menarik dimana
semua contact employee adalah para
Pegawai Negeri Sipil Indonesia yang dikenal memiliki produktivitas rendah
dengan pelayanan buruk (EQUATOR,
diakses 9 Mei 2012). Kedua, Kuesioner diberikan pada dua jenis responden;
pertama, para karyawan dan staf yang melakukan service encounter, dan kedua
para manajer atau atasan dari karyawan-karyawan dan para staf terkait untuk
melihat hubungan keduanya.
4.2. Identifikasi Variabel
Indriantoro & Supomo (2002:61)
menyatakan bahwa “variabel merupakan representasi dari abstraksi
fenomena-fenomena kehidupan nyata yang diamati (construct), yang dapat
diukur dengan berbagai macam nilai yang berupa angka atau atribut yang
menggunakan ukuran atau skala dalam suatu kisaran nilai”. Variabel perlu
digunakan karena pertama, agar tidak menimbulkan kekaburan fokus penelitian dan
menghilangkan kemungkinan salah penafsiran terhadap obyek yang menjadi fokus.
Kedua, memudahkan pembuatan instrumen penelitian (Danim, 1997:72). Variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.
Variabel
bebas adalah variabel yang dimanipulasi dan efek yang timbul nantinya diukur
lalu dibandingkan (Malhotra, 1999:217). Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah Human Resource Management Practices – (HRMP) [X1]
dan Service Encounter Practices – (SEP) [X2].
2.
Variabel intervening
merupakan variabel bebas kedua untuk menentukan apakah kehadirannya berpengaruh
terhadap hubungan antara variabel independen dan dependen. Variabel intervening
dalam penelitian ini adalah Employee Job Satisfaction - (EJS) (Z).
3.
Variabel dependen yaitu
variabel tergantung atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain yakni
variabel yang diprediksi oleh satu atau beberapa variabel lain. Variabel
dependen dalam penelitian ini yaitu Employee Organizational Citrizenship
Behavior [Employee OCB] (Y).
4.3
Definisi Operasional
Untuk memperjelas
definisi serta memudahkan di dalam pengukuran terhadap masing-masing variabel
yang digunakan dalam penelitian ini maka diperlukan definisi operasional atas
variabel-variabel tersebut. Definisi operasional merupakan unsur penelitian
yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Definisi
operasional masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
1.
Variabel bebas dalam penelitian ini ada dua :
a.
Human
Resource Management Practices – (HRMP) [X1]
Didefinisikan sebagai
Bagaimana organisasi mengelola sumber daya manusianya dengan menetapkan
pendapat dan kondisinya dari hubungan antara employee dan employer (Rousseau
dan Geller, 1994). Kuesioner variable ini akan diisi oleh karyawan dan staf. Variabel
ini diukur dengan indikator dari Bowen dan Schneider, (1985) Organ (1988):
1.
Service
Training – program pelatihan yang didesain untuk memberikan kebutuhan layanan
yang spesifik, dimana contact employee harus mengetahui apa yang harus mereka
lakukan dan mengapa mereka melakukan itu dalam rangka menyediakan layanan
terbaik untuk pelanggan. Service training diukur dengan tiga item pertanyaan
yang tercantum di lampiran kuesioner.
1)
Setiap
staf dan karyawan menerima panduan dan pelatihan skill individu untuk memberikan
layanan prima
2)
Anda
menghabiskan banyak waktu dan upaya untuk menjalani training di tempat kerja
Anda saat ini demi peningkatan kualitas pelayanan pada mahasiswa
3)
Selama
sesi pelatihan, Anda bekerja giat dengan melakukan latihan untuk mengembangkan
sikap yang baik dalam berhadapan dengan mahasiswa
2.
Servant
Leadership - Servis standar yang ditetapkan oleh pimpinan dan style manajemen
yang ada, yang berbasis melayani pelanggan. Servant Leadership diukur dengan
enam item pertanyaan yang tercantum di lampiran kuesioner.
1)
Manajer
selalu mengingatkan pentingnya kualitas layanan
2)
Manajer
secara teratur meluangkan waktu ”turun ke lapangan” berjumpa langsung baik
dengan mahasiswa maupun staf/karyawan yang bertemu langsung dengan mahasiswa
3)
Manajer
memberikan masukan personalnya untuk menciptakan kualitas layanan yang prima
bagi mahasiswa
4)
Manajer
tidak hanya memberikan perintah, tapi juga menyediakan sumber daya dalam
upayanya memberikan layanan prima
5)
Manajer
menunjukkan kepeduliannya pada kualitas layanan dengan konstan melakukan proses
layanan dari dirinya sendiri
6)
Manajer
secara konstan menilai kualitas pelayanan yang diberikan staf/karyawan yang
bertemu langsung dengan mahasiswa
3.
Service
Rewards - Upaya positif berbasis perilaku yang dilakukan dengan memberi penghargaan atas prestasi
adalah untuk menjamin pelayanan prima yang merupakan prioritas organisasi.
Service rewards diukur dengan tiga item pertanyaan yang tercantum di lampiran
kuesioner;
1)
Staf
dan karyawan bekerja untuk memberikan performa layanan prima pada mahasiswa
2)
Manajemen
menyediakan insentif dan penghargaan tidak hanya untuk produktivitas tapi juga
atas kualitas layanan prima yang diberikan pada mahasiswa
3)
Saat
organisasi sukses memberikan pelayanan prima, organisasi ini merayakannya
b.
Service
Encounter Practices – (SEP) [X2]
Shostack
(1985) mendefinisikan service encounter sebagai sebuah periode waktu dimana
konsumen berinteraksi dengan service. Service Encounter Practices diukur dengan dua indikator berdasarkan Lytle
et al., (1998) dan Organ (1988);
1.
Employee Empowerment – Derajat kebijakan untuk membuat keputusan
harian mengenai aktivitas terkait pekerjaan employee. Pertanyaan yang akan
mengukur employee empowerment yaitu :
1)
Staf
atau karyawan memiliki wewenang untuk melakukan aksi independen dalam upayanya
memberikan layanan prima
2)
Staf
atau karyawan diberi kebebasan untuk menjalankan idenya untuk mengoptimalkan
pelayanan
3)
Saat
terjadinya proses pelayanan, staf dan karyawan boleh menggunakan keputusan
pribadinya untuk menyelesaikan problem pelayanan
4)
Peraturan
dibuat demi kepentingan “mendekatkan diri pada mahasiswa dan memenuhi kebutuhan
mereka”
2.
Customer Treatment – Kebijakan untuk selalu berupaya ‘dekat
dengan pelanggan’ dengan memperhatikan kebutuhan pilihan dan sikap yang baik
pada konsumen. Customer Treatment diukur
dengan empat item pertanyaan yang tercantum di lampiran kuesioner.
1)
Anda
selalu tersenyum, bersikap sopan dan penuh perhatian pada mahasiswa
2)
Staf
dan karyawan peduli dan perhatian pada mahasiswa tepat seperti mereka butuhkan
3)
Anda
bersedia melakukan cara baru untuk mengurangi problem ketidaknyamanan yang
dialami mahasiswa
4)
Adanya
komitmen dari Anda untuk memahami apa yang dibutuhkan mahasiswa
3.
Service Standards Communication
Standar servis dan komunikasi yang ditetapkan perusahaan untuk memberikan pelayanan
prima pada pelanggan. Service Standards Communication diukur dengan tiga item pertanyaan yang tercantum
di lampiran kuesioner.
1)
Anda
tidak menunggu mahasiswa untuk melakukan komplain, tapi menggunakan standar
internal untuk menyelesaikan problem sebelum menerima komplain
2)
Setiap
staf dan karyawan memahami semua standar pelayanan yang telah ditetapkan
3)
Penilaian
pengukuran performa pelayanan dikomunikasikan secara terbuka tanpa mempedulikan
posisi maupun jabatan
2.
Variabel
intervening dalam penelitian ini adalah Employee
Job Satisfaction - (EJS) (Z). Employee Job Satisfaction sebagai perasaaan
senang yang dinyatakan dengan hasil dari nilai kerja seorang karyawan (Locke,
1976). Berdasarkan indikator yang digunakan oleh Organ (1988), dengan lima item pertanyaan yang
tercantum di lampiran kuesioner. Kuesioner variable ini akan diisi oleh
karyawan dan staf.
3.
Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah Employee Organizational Citrizenship Behavior [Employee
OCB] (Y). OCB digambarkan sebagai tanggung jawab dan perilaku employee
yang sering terabaikan atau tidak
terukur oleh penilaian kinerja dan performa pekerja namun meningkatkan fungsi
dan efektivitas organisasi (Bateman
dan Organ, 1983). Kuesioner variable ini akan diisi
oleh atasan dari karyawan dan staf yang telah mengisi kuesioner dari tiga
variabel sebelumnya. Indikator
yang digunakan untuk mengukur variabel ini dikembangkan oleh Organ (1988);
1.
Altruism
Pernyataan karyawan tentang perilaku untuk membantu
karyawan yang lain saat bekerja seperti rekan kerja atau pengawas tanpa ada
paksaan pada tugas – tugas yang berkaitan dengan operasi – operasi
organisasional. Altruism akan
diukur dengan item pertanyaan :
1)
Menggantikan
karyawan/staf lain yang tidak masuk atau istirahat.
2)
Membantu
karyawan/staf lain yang pekerjaannya overload.
3)
Menjadi
volunteer untuk mengerjakan sesuatu
tanpa diminta.
4)
Membantu
orang lain di luar departemen ketika mereka memiliki problem.
5)
Membantu
mahasiswa dan tamu dengan penuh perhatian jika mereka membutuhkan bantuan.
2.
Courtesy
Pernyataan karyawan tentang
dedikasi kepada pekerjaan dan hasrat yang kuat untuk melebihi syarat –
syarat formal yang diharapkan perusahaan
dalam aspek – aspek seperti ketepatan waktu, penggunaan sumber daya. Adapun
courtesy akan diukur dengan item pertanyaan :
1)
Kehadiran
dalam bekerja diatas ketentuan yang berlaku.
2)
Tidak
melakukan istirahat yang berlebih selama waktu kerja.
3)
Menaati
peraturan dalam organisasi.
4)
Menyelesaikan
tugas sebelum waktu yang ditentukan.
3.
Sportsmanship
Pernyataan karyawan tentang
kemauan untuk bertoleransi tanpa mengeluh, menahan diri dari aktivitas-aktivitas mengeluh dan mengumpat yang dapat
menghambat maupun mengganggu kinerja organisasi langsung maupun tidak langsung.
Sportsmanship akan diukur dengan item pertanyaan :
1)
Tidak
menemukan kesalahan dalam organisasi.
2) Tidak mengeluh tentang segala sesuatu
3)
Tidak
membesar-besarkan permasalahan diluar proporsinya
4.
Civic
Virtue
Pernyataan perawat mengenai keterlibatan dalam fungsi-fungsi organisasi, civic virtue akan diukur dengan item pertanyaan :
1)
Memberikan perhatian terhadap fungsi-fungsi yang
membantu meningkatkan image organisasi.
2)
Memberikan
perhatian terhadap pertemuan-pertemuan yang dianggap penting.
3)
Membantu mengatur kebersamaan secara subbagian.
5.
Concientiousness
Pernyataan perawat yang
menyimpan informasi tentang kejadian-kejadian maupun perubahan-perubahan dalam
organisasi.
1)
Mengikuti
perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan
dalam organisasi.
2)
Membaca
dan mengikuti pengumuman-pengumuman organisasi.
3)
Membuat
pertimbangan dalam menilai apa yang terbaik untuk organisasi
Seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala
likert dengan empat skala. Skala
Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau
kelompok orang tertentu tentang fenomena sosial. Jawaban setiap item instrumen
yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai
sangat negatif. Demi kepentingan penelitian, digunakan empat skala ;
1 = STS ð Sangat Tidak Setuju
2 = TS ð Tidak Setuju
3 = S ð Setuju
4 = SS ð Sangat Setuju
_______________________________________________
Gambar 4.1 Ilustrasi Empat
Skala Likert dalam Kuesioner
Penggunaan empat skala likert
dengan alasan untuk memaksa responden menentukan jawaban sesuai keinginannya
dan mengurangi keragu-raguan dalam diri mereka (Sutrisno, 1991), selain itu
juga untuk mengurangi kecenderungan responden untuk
memilih nilai tengah dan menimbulkan bias. Hadi (1991:20) menyebutkan alasan
menghilangkan kategori jawaban di tengah antara lain:
1.
Kategori undecided mempunyai arti ganda yaitu belum dapat memberi
jawaban dan bisa juga ragu-ragu atau
netral. Kategori jawaban ganda tentu tidak diharapkan dalam suatu instrumen.
2. Tersedianya jawaban di tengah akan
menimbulkan kecenderungan menjawab ke tengah (central tendency effect),
terutama mereka yang ragu-ragu.
3.
Untuk mengetahui kecenderungan jawaban responden ke arah positif atau negatif. Skala ini nantinya dijumlahkan untuk mendapatkan
gambaran mengenai perilaku.
4.4
Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang dibutuhkan dan digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1.
Data
Primer
Jenis dari data primer dapat
berupa opini subyek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi
terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan. Data primer itu sendiri
merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber
asli (tidak melalui media perantara). Terdapat dua metode yang dapat digunakan
untuk mengumpulkan data primer yaitu metode survey dan observasi (Indriantoro
& Supomo, 2002:146-147).
2.
Data
Sekunder
Menurut Indriantoro & Supomo
(2002:147) jenis dari data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan
historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan
dan yang tidak dipublikasikan. Data sekunder merupakan sumber atau penelitian
yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara
(diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).
4.5
Prosedur Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian
4.5.1
Penentuan Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2003:72), “populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya”. Populasi bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek
yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki
obyek atau subyek itu. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan dan staf
yang bekerja di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya.
4.5.2
Penentuan Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi yang terdiri atas sejumlah anggota
yang dipilih dari populasi. Aaker (1998) menyatakan bahwa dalam penentuan
jumlah sampel hendaknya ditentukan dalam jumlah yang cukup banyak, dan ketika
sampel tersebut dibagi dalam beberapa kelompok maka jumlah minimal sampel
adalah 100 atau lebih. Penelitian ini akan menggunakan sampel sebanyak 150
responden dari populasi yang telah ditentukan. Target responden yang dituju
adalah karyawan dan staf yang bekerja di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Airlangga Surabaya, utamanya yang bekerja sebagai contact employee yang
berhadapan langsung dengan mahasiswa dan segala pihak non-karyawan dan staf
yang berkepentingan beserta manajer atau atasan para staf dan karyawan terkait.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Non Probability Sampling,
dimana elemen-elemen populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk
terpilih menjadi sampel (Indriantoro & Supomo, 2002:130). Penarikan sampel
dilakukan dengan Purposive Sampling dan purposive sampling adalah
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu bila dipandang orang
tersebut cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2003:77-78).
4.6
Prosedur Pengumpulan Data
Untuk membuktikan kebenaran jawaban yang masih sementara (hipotesis) maka
peneliti melakukan pengumpulan data pada obyek tertentu. Pengumpulan data
dilakukan melalui :
a)
Survei
lapangan yaitu dengan menyebarluaskan kuesioner kepada responden sebagai sumber
data primer.
b)
Studi
kepustakaan, untuk memperoleh sumber data-data sekunder dan landasan teori yang
sesuai topik penelitian.
4.6.1 Prosedur Desain
Kuesioner
Untuk kuesioner yang mengukur variabel bebas Human Resource Practice, dan
Service Encounter Practice dan mediasi (Employee Job Satisfaction), kuesioner
akan diberikan kepada para staf dan karyawan FEB UNAIR. Sedangkan kuesioner
yang mengukur variabel tergantung, yaitu Organizational Citizenship Behavior
(OCB) akan ditujukan untuk manajer atau atasan dari karyawan dan staf-staf yang
menjadi responden kuesioner sebelumnya. Manajer tersebut akan menilai perilaku
OCB masing-masing karyawan yang telah mengisi kuesioner untuk tiga variabel
sebelumnya.
4.7. Teknik Analisis Data
Untuk mencapai tujuan penelitian serta
pengujian hipotesis yang diajukan, maka data yang diperoleh selanjutnya akan
diolah sesuai dengan kebutuhan analisis. Untuk kepentingan pembahasan, data
diolah dan dipaparkan berdasarkan prinsip-prinsip statistik deskriptif. Untuk
kepentingan analisis dan pengujian hipotesis digunakan pendekatan statistik
inferensial.
Teknik analisis yang digunakan untuk
menjawab hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Model Persamaan Struktural (Structural Equation Modelling atau SEM). SEM merupakan sekumpulan teknik-teknik statistik yang memungkinkan
pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit secara simultan. Adapun
langkah-langkah pembentukan model persamaan struktural (SEM) adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan
model berbasis teori
Langkah
pertama dalam pengembangan model SEM
adalah pencarian atau pengembangan sebuah model yang mempunyai justifikasi
teoritis yang kuat. Setelah itu, model tersebut divalidasi secara empirik
melalui komputasi program SEM. Dengan
kata lain, tanpa dasar teoritis yang kuat,
SEM tidak dapat digunakan. Hal ini disebabkan karena SEM tidak digunakan untuk menghasilkan sebuah model, tetapi
digunakan untuk mengkonfirmasi model teoritis tersebut, melalui data empirik.
2. Pengembangan diagram jalur
Langkah
kedua dalam SEM adalah model teoritis
yang telah dibangun pada langkah pertama akan digambarkan dalam sebuah diagram
jalur. Diagram jalur tersebut akan mempermudah dalam melihat hubungan-hubungan
kausalitas yang akan diuji. Hubungan kausalitas ini cukup digambarkan dalam
sebuah diagram jalur dan selanjutnya bahasa program akan mengkonversi gambar menjadi
persamaan, dimana persamaan akan menjadi estimasi.
3. Konversi
diagram jalur ke dalam persamaan
Langkah
ketiga dalam SEM adalah mengkonversi
spesifikasi model dalam bentuk persamaan. Persamaan
yang dibangun akan terdiri dari :
a.
Persamaan-persamaan struktural (structural equations). Persamaan ini
dirumuskan untuk menyatakan hubungan kausalitas antar berbagai konstruk.
b.
Persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement model). Pada spesifikasi ini peneliti menentukan
variabel mana mengukur konstruk mana serta menentukan serangkaian matriks yang
menunjukkan korelasi yang dihipotesakan antar konstruk atau variabel.
4. Memilih
matriks input dan estimasi model
Perbedaan
SEM dengan teknik-teknik multivariate
lainnya adalah dalam input data yang digunakan dalam pemodelan dan estimasinya SEM hanya menggunakan matriks varians/kovarians
atau matriks korelasi sebagai data input untuk keseluruhan estimasi yang
dilakukannya.
Observasi
individual tentu saja digunakan dalam program ini, namun input-input itu akan
segera dikonversi dalam bentuk matriks kovarians atau matriks korelasi sebelum
estimasi dilakukan. Hal ini disebabkan karena fokus SEM bukan pada data individual tetapi pada pola hubungan antar
responden.
Ukuran
sampel memegang peranan penting dalam estimasi dan interpretasi hasil-hasil SEM. Ukuran sampel sebagaimana dalam
metode-metode statistik lainnya menghasilkan dasar untuk mengestimasi kesalahan
sampling. Menurut Hair dalam Ferdinand (2002 : 47) ukuran sampel yang sesuai
digunakan dalam SEM
adalah antara 100
– 200. Bila ukuran sampel menjadi terlalu besar misalnya lebih dari 400 maka
metode menjadi sangat sensitif sehingga sulit untuk mendapatkan ukuran-ukuran goodness-of-fit yang baik.
Setelah
model dikembangkan dan input data dipilih, selanjutnya dipilih program komputer
yang dapat digunakan untuk mengestimasi modelnya. Teknik-teknik
estimasi yang tersedia adalah :
a. Maximum Likelihood
Estimation (ML)
b. Generalized Least Square
Estimation (GLS)
c. Unweighted Least Square
Estimation (ULS)
d. Scale Free Least Square
Estimation (SLS)
e. Asymtotically
Distribution-Free Estimation (ADF)
Selanjutnya untuk memilih tehnik analisis dengan mempertimbangkan
ukuran sampel dapat dilihat pada Tabel 4.7 di bawah ini.
Tabel 4.7
Teknik Estimasi
Pertimbangan
|
Teknik yang Dapat Dipilih
|
Keterangan
|
|
|
Bila ukuran sampel adalah kecil (100-200) dan
asumsi normalitas dipenuhi
|
ML
|
ULS dan SLS
biasanya tidak menghasilkan uji c2, karena itu tidak menarik perhatian peneliti
|
|
Bila asumsi normalitas dipenuhi dan ukuran sampel sampai dengan antara
200-500
|
Ml dan GLS
|
Bila ukuran sampel
kurang dari 500, hasil GLS cukup
baik
|
|
Bila asumsi normalitas
kurang dipenuhi dan ukuran sampel lebih dari 2500
|
ADF
|
ADF kurang cocok bila ukuran sampel
kurang dari 2500
|
|
Sumber : Ferdinand (2002)
5. Kemungkinan munculnya masalah identifikasi
Pada program komputer
yang digunakan untuk estimasi model kausal ini, salah satu masalah yang akan
dihadapi adalah masalah identifikasi. Problem identifikasi pada prinsipnya
adalah problem mengenai ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk
menghasilkan estimasi yang unik.
Problem identifikasi dapat muncul melalui gejala-gejala berikut ini:
a.
Standard error untuk satu atau
beberapa koefisien adalah sangat besar
b.
Program
tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya disajikan
c.
Muncul
angka-angka yang aneh seperti adanya varians error yang negatif
d.
Munculnya
korelasi yang sangat tinggi antara koefisien estimasi yang didapat (misalnya
lebih dari 0.9)
6. Evaluasi kriteria goodness-of-fit
Pada langkah ini kesesuaian model
dievaluasi, melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness-of-fit. Untuk itu tindakan pertama yang dilakukan adalah
mengevaluasi apakah data yang digunakan dapat memenuhi asumsi-asumsi SEM. Bila asumsi ini sudah dipenuhi,
maka model dapat diuji melalui berbagai cara uji yang akan diuraikan pada
bagian ini.
Asumsi-asumsi SEM :
1) Ukuran Sampel
Ukuran sampel yang harus dipenuhi
dalam pemodelan ini adalah minimum berjumlah 100 dan selanjutnya menggunakan
perbandingan 5 observasi untuk setiap estimated
parameter.
2) Normalitas
Sebaran data harus dianalisis untuk melihat apakah asumsi normalitas
dipenuhi sehingga data dapat diolah lebih lanjut untuk pemodelan SEM ini. Normalitas dapat diuji dengan
melihat gambar histogram data atau dapat diuji dengan metode-metode statistik.
Uji normalitas ini perlu dilakukan baik untuk normalitas terhadap data tunggal
maupun normalitas multivariate dimana beberapa variabel digunakan sekaligus
dalam analisis akhir.
3) Outliers
Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai
ekstrim baik secara univariat maupun multivariate yaitu yang muncul karena
kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda
dari observasi-observasi lainnya. Outlier pada
dasarnya dapat muncul dalam empat kategori :
a.
Outlier
muncul karena kesalahan prosedur seperti kesalahan dalam memasukkan data atau
kesalahan dalam mengkoding data
b.
Outlier
dapat saja muncul karena keadaan yang benar-benar khusus
yang memungkinkan profil datanya lain daripada yang lain, tetapi peneliti
mempunyai penjelasan mengenai apa penyebab munculnya nilai ekstrim itu.
c.
Outlier dapat
muncul karena adanya sesuatu alasan tetapi peneliti tidak dapat mengetahui apa
penyebabnya atau tidak ada penjelasan mengenai sebab-sebab munculnya nilai
ekstrim itu.
d.
Outlier dapat
muncul dalam range nilai yang ada, tetapi bila dikombinasi dengan variabel
lainnya, kombinasinya menjadi tidak lazim atau sangat ekstrim.
4)
Multikolinearitas dan
Singularitas
Dapat dideteksi melalui
determinan matriks kovarians. Nilai determinan matriks kovarians yang sangat
kecil memberi indikasi adanya problem multikolinearitas atau singularitas.
5)
Evaluasi atau kriteria goodness of fit
Setelah asumsi-asumsi SEM terpenuhi, selanjutnya dilakukan
pengujian kelayakan model. Untuk menguji kelayakan model yang dikembangkan
dalam model persamaan struktural ini, akan digunakan beberapa indeks kelayakan
model. Adapun indeks-indeks kelayakan serta kriteria yang akan digunakan dalam
melihat kelayakan model dapat dilihat pada Tabel berikut ;
Tabel 4.8
Goodness-of-fit
Indices
Teknik yang Dapat Dipilih
|
Keterangan
|
|
|
c2 – Chi – square
|
Diharapkan
kecil
|
|
Significance Probability
|
> 0.05
|
|
RMSEA
|
> 0.08
|
|
GFI
|
> 0.90
|
|
AGFI
|
> 0.90
|
|
CMIN/DF
|
> 2.00
|
|
TLI
|
> 0.95
|
|
CFI
|
> 0.95
|
|
Sumber
: Ferdinand (2002 : 61)
6)
Analisis direct effect, indirect effect dan total effect
Dalam penelitian ini juga akan dianalisis kekuatan hubungan atau
pengaruh antar konstruk baik hubungan langsung, tidak langsung maupun hubungan
totalnya. Efek
langsung (direct effect) adalah koefisien
dari garis dengan anak panah satu ujung dan terjadi pada dua konstruk yang
dihubungkan dengan garis anak panah satu arah.
Efek tidak langsung (indirect effect) adalah efek yang
muncul melalui sebuah variabel antara dan terjadi pada dua konstruk yang tidak
dihubungkan dengan garis anak panah satu arah. Efek
total (total effect) adalah efek dari
berbagai hubungan. Efek total merupakan gabungan antara efek langsung dengan
efek tidak langsung.
7)
Interpretasi dan Modifikasi
Model
Setelah estimasi model
dilakukan, penelitian masih dapat melakukan modifikasi terhadap model yang
dikembangkan bila ternyata estimasi yang dihasilkan memiliki residual yang
besar. Namun demikian, modifikasi hanya dapat dilakukan bila peneliti mempunyai
justifikasi teoritis yang cukup kuat, sebab SEM
bukan ditujukan untuk menghasilkan teori, tetapi menguji model yang
mempunyai pijakan teori yang benar atau baik. Oleh karena itu, untuk memberikan
interpretasi apakah model berbasis teori yang diuji dapat diterima langsung
atau perlu pemodifikasian, maka peneliti harus mengarahkan perhatiannya pada
kekuatan prediksi dan model yaitu dengan mengamati besarnya residual yang
dihasilkan. Apabila pada standardized
residual covariances matrix terdapat nilai diluar ring -2,58 > residual >2,58
maka model yang diestimasi perlu dilakukan modifikasi lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Bienstock, C., DeMoranville, C. and Smith, R. (2003),
“Organizational citizenship behavior and service quality”, The Journal of
Services Marketing, Vol. 17 No. 4, pp. 357-78.
Bowen, D.E. and Lawler, E.E. (1992), “The empowerment of service
workers: what, why, how and when”, Sloan Management Review, Vol. 33, pp. 31-9.
Brown, S. and Peterson, R. (1993), “Antecedents and consequences of
salesperson job satisfaction: meta-analysis and assessment of causal effects”,
Journal of Marketing Research, Vol. 30, pp. 63-77.
Cone, J. (1989), “The empowered employee”, Training &
Development Journal, pp. 97-108, June.
Danim, Sudarwan. 1997. Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Perilaku
: Acuan Dasar Bagi Mahasiswa Program Sarjana dan Peneliti Pemula. Cetakan
Pertama. Jakarta
: Penerbit Bumi Aksara.
EQUATOR HARIAN.
http://www.equator-news.com/utama/20110718/kinerja-pns-rendah- tata-ulang. diakses 9 Mei 2012.
Ferdinand, A. 2002. Structural Equation Model Dalam Penelitian
Manajemen: Dasar-dasar permodelan. Edisi Indonesia. Jakarta: FJex Media Komputindo Kelompok
Gramedia.
-------------. 2006. Structural Equation Modeling Dalam
Penelitian Manajemen. Edisi Keempat. Semarang
: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gonzales, J.V dan Garaso, T.G. 2006.
Structural relationship between organizational service orientation, contact
employee job satisfaction and citizenship behaviour. International Journal of
Service. Vol. 17. No.1. pp.23-50
Indiantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian
Bisnis : untuk Akuntansi dan Masnajemen. Edisi Pertama. Cetakan
Kedua. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta.
KOMPAS, Koran.
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/32876/1/Kinerja%20PNS-39.pdf,
diakses 10 Mei 2012
Lashley, C. (1995), “Towards an understanding of employee
empowerment in hospitality services”, International Journal of Contemporary
Hospitality Management, Vol. 7 No. 1, pp. 27-32.
Locke, E. (1976), “The nature and consequences of job satisfaction”,
in Dunnette, M.D. (Ed.), Handbook of Industrial and Organizational Psychology,
Rand McNally College Publishing Co., Chicago, IL, pp. 1297-349.
Masad,
N dan Crowston, K. 2003. Using The Service Encounter Model to Enhance Our
Understanding of Business-To-Consumer Transaction in an eEnvirontment. 16th
Bled eCommerce Conference e Transformation. Bled, Slovenia, June 9-11.
Mackenzie, S., Podsakoff, P. and Ahearne, M. (1998), “Some possible
antecedents and consequences of in-role and extra-role salesperson
performance”, Journal of Marketing, Vol. 62, pp. 87-98.
Menguc, B. (1996), “The influence of market orientation of the firm
on sales force behaviour and attitudes: further empirical results”,
International Journal of Research in Marketing, Vol. 13, pp. 277-91.
Morrison, E. (1996), “Organizational citizenship behavior as
critical link between HRM practices and service quality”, Human Resource
Management, Vol. 35, pp. 493-512.
Malhotra, Naresh K. 1999. Marketing Research : An Applied Research.
3th edition. Prentice Hall.
O’Hara, B.S., Boles, J.S. and Johnston,
M.W. (1991), “The influence of personal variables on salesperson selling
orientation”, Journal of Personal Selling & Sales Management, Vol. 11, pp.
61-7.
Parasuraman, A. (1987), “Customer-oriented corporate cultures are
crucial to services marketing success”, Journal of Services Marketing, Vol. 1
No. 1, pp. 39-46.
Rust, R., Zahorik, A.J. and Keiningham, T.L. (1996), Service
Marketing, Harper Collins College
Publishers, New York, NY.
Shostack,
L. (1985). Planning Service Encounter. In. J Czepiel dan M. Solomon dan C
Suprenant. (Eds.), The Service Encounter.
Lexington, MA: Lexington.
Solimun. 2002. Multivariate Analysis Structural Equation
Modelling (SEM) Lisreland Amos. Cetakan I. Malang
: Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya.
Sparrowe, R.T. (1994), “Empowerment in the hospitality industry: an
exploration of antecedents and outcomes”, Hospitality Research Journal, Vol. 17
No. 3, pp. 51-74.
Suprenant, C.F. and Solomon, M.R.
(1987), “Predictability and personalization in the service encounter”, Journal
of Marketing, Vol. 51, pp. 86-96.
Sugiono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV Alfabeta.
Sugiyono. 2003. Statistik Untuk Penelitian. Cetakan Kelima. Bandung : Alfabeta.
Zeithaml, V.A. and Bitner, M.J. (1996),
Services Marketing, McGraw-Hill,
New York, NY.
0 komentar:
Posting Komentar