Rabu, 13 Agustus 2014

THIRD CULTURE KIDS : BIBIT POTENSIAL KANDIDAT EKSPATRIAT DI MASA DEPAN


1.      Latar Belakang
Kemampuan bersaing dalam pasar hiperkompetisi global sangat dibutuhkan bagi manajer yang memilih strategi diferensisasi untuk perusahaannya (Bartlett & Goshal, 1997). Persaingan di dunia bisnis global sudah sangat ketat hingga disebut hiperkompetisi. Cara untuk bertahan dalam persaingan adalah dengan menjalankan strategi yang tepat dan cermat melihat peluang-peluang melintas batas negara. Manajer yang sukses akan memposisikan dirinya dalam penggabungan kompetensi teknis, politis sosial, organisasional dan kultural, dimana fenomena ini juga ditemukan pada ekspatriat (Bartlett, 1986).
Untuk menembus pasar global, manajer perlu menempatkan orang-orang terbaiknya, dimana orang-orang ini kadang harus ditugaskan untuk pergi ke luar negri untuk menjalankan suatu tugas. Perusahaan internasional merencanakan para eksekutif ekspatriatnya, yang jumlahnya makin meningkat (Black and Gregersen, 1999). Sayangnya peningkatan jumlah permintaan orang-orang yang dikirim ke luar negri ini tidak diimbangi dengan jumlah suplainya (Selmer and Lam, 2003). Banyak perusahaan menyatakan bahwa menemukan orang yang memiliki cukup kemampuan yang dibutuhkan perusahaan untuk menjalankan tugas ke luar negri, dan hal ini adalah salah satu tantangan dalam dunia manajemen internasional (Caligiuri & Cascio, 1998) dan situasi tidak menguntungkan ini juga masih memunculkan kegagalan yang membahayakan (Franke & Nicholson, 2002) seperti banyaknya jumlah ekspatriat yang gagal, dan kembali ke negara asalnya lebih awal (Harzing & Pinnington, 2011) Kurangnya informasi jadi tidak mengagetkan bila para ekspatriat menjadi tidak lama tinggal dan kembali ke rumah lebih awal (Selmer & Lam, 2004).
Pemilihan manajer ekspatriat untuk penugasan mengalami berbagai sejarah panjang (Fish, 1999). Identifikasi model yang tepat untuk karakteristik personal dari kandidat yang dapat membantu mengembangkan kesempatan manajer untuk ‘bertahan’ selama penugasan (Tung, 1981). Ekspatriat yang dikirim untuk penugasan internasional harus menjalankan pekerjaannya untuk melaksanakan tugasnya, sehingga penyesuaian dengan atmosfer ‘asing’ bisa saja menjadi sangat krusial (Parker and McEvoy, 1993). Untuk meningkatkan tingkat keberhasilan penugasan internasional, manajer dapat mempersiapkan para kandidat untuk hidup dan bekerja di host country variabilitas global membutuhkan ekspatriat yang fleksibel dan mapu mengadaptasi praktik manajerial (Feldman & Bolino, 1999).
Memang tak bisa disangkal bahwa penugasan internasional membutuhkan berbagai keahlian kandidat untuk mendukung upaya tetap bertahan di negara lain. Beberapa studi bahkan mendukung pendekatan soft skill yang telah berkembang menjadi beberapa kategori seperti ; global awareness, corporate strategy, cultural empathy, cross-cultural team building, international negotiation skill, ethical understanding of conducting business in foreign countries, dan self confidence (Harvey & Novicevic, 2001).
Di sisi lain, riset dilakukan pada ekspatriat di Inggris dimana seorang ekspatriat ditemani setidaknya seorang anggota keluarga. Survei lain juga membuktikan 60% ekspatriat setidaknya akan ditemani seorang pasangan ke luar negri (Haslberger & Brewster, 2008). Apakah itu pasangannya, suami/istrinya, bahkan 50% diantaranya membawa anak-anaknya.
Anak-anak ekspatriat inilah yang juga ikut beradaptasi dengan lingkungan baru sekitarnya, dimana orang tuanya ditugaskan (Selmer & Lam, 2004), padahal mereka tidak ikut bekerja dan bertugas. Mereka ikut beraktivitas dengan lingkungan asing yang bukan negara asalnya, belajar bahasa negara setempat, dan bergaul dengan orang-orang dimana orang tuanya bertugas. Anak-anak ‘internasional’ ini disebut TCK yang kepanjangannya adalah Third Culture Kids.
Saat mereka tumbuh besar, mereka sangat toleran terhadap perbedaan dan keragaman budaya dan suku yang ada. Karena pada masa kecilnya mereka sudah terbiasa akan hal-hal yang berkaitan dengan pergaulan dengan orang asing yang notabene memiliki unsur-unsur budaya yang beraneka ragam.
Anak-anak TCK inilah yang di masa mendatang merupakan kandidat potensial dan stok calon ekspatriat yang ‘sudah siap pakai’ (Shelmer and Lam, 2004). Mereka kemudian tidak terpaku pada salah satu budaya tertentu, dan mengembangkan budaya ketiga (Useem, 2001). Para TCK ini merupakan bibit ekspatriat di masa depan yang ‘siap pakai’ dengan keunggulan kemampuan, keahlian, dan pengalaman untuk penugasan internasional di masa mendatang.
Bahasan mengenai anak-anak para ekspatriat ini belum banyak diteliti. Biasanya mereka hanya masuk dalam daftar tambahan (Selmer & Lam, 2004) bagian kompensasi yang tidak boleh dilupakan untuk para ekspatriat. Namun peran mereka untuk orang tau mereka, dan potensi mereka di masa depan belum banyak diperdalam.
Tulisan ini merupakan gabungan antara tiga jurnal yang berbeda, yang membahas mengenai anak-anak keluarga ekspatriat (Selmer & Lam, 2004) dari perspektif manajemen internasional kini (Haslberger & Brewster, 2008) dimana mereka merupakan bagian keluarga dari orang-orang yang dipilih melalui seleksi oleh manajemen yang bersaing secara global dan mengirim mereka untuk penugasan internasional (Harvey & Novicevic, 2001). Anak-anak tersebut (TCK) hidup dan tumbuh dengan lingkungan asing yang bukan merupakan lingkungan asli orang tua mereka, namun mereka juga merupakan bagian dari perhatian manajemen karena mereka bagian dari keluarga ekspatriat yang dikirim ke negara lain.
Riset Selmer & Lam, (2004) mencoba meneliti potensi mereka di masa mendatang dengan mengamati persepsi mereka di masa kini. Sehingga peluang suksesnya manajemen internasional bisa semakin besar dengan menemukan semakin banyak kandidat untuk dijadikan ekspatriat selanjutnya, termasuk anak-anak TCK ini.

            Landasan Teori
1.1.1 Adolescence
Adolescence adalah masa dimana waktu ketika anak-anak tumbuh berkembang dari masa kanak-kanak melewati periode dimana jam biologis mereka pun berubah. Tubuh mereka berkembang secara fisik dan begitu pula dengan psikis mereka. Mereka berada di masa peralihan dan mulai masuk dalam kedewasaan. Ini adalah masa dimana terjadi perubahan mendalam seorang indovidu yang melibatkan transformasi sulit dari anak-anak menuju dewasa.
Masa peralihan ini terjadi pada umur 11 hingga 21 tahun, dan dibagi menjadi tiga periode (Connel et al., 1975) yaitu :
1)      Early Adolescence
Seseorang di masa ini akan belajar dan menemukan kecepatan dibandingkan sebelumnya, mengembangkan kemampuan mereka untuk menemukan sesuatu dan alasan akan hal tersebut (Seifert and Hoffnung, 2000)
2)      Middle Adolescence
Mereka akan mengembangkan pencarian kebebasan dan memulai menggali hati nurani mereka (Keats, 1997)
3)      Late Adolescence
Individu ini mulai mengamankan identitasnya dan meningkatkan kebebasannya dan mengatasinya dengan kemampuan mereka serta membuat keputusan. Mereka mampu untuk melihat lebih dalam dan mampu mendukung kemampuan yang lebih besar dalam ekspresi, berbicara, dan menunjukkan emosi yang lebih mapan (Terry, 1995)
Individu ini juga menunjukkan penerimaan yang lebih besar terhadap institusi sosial dan norma kultural dan mereka lebih perhatian terhadap peran masa depan mereka. Late adolenscents merupakan orang yang mampu menempatkan tujuan mereka dan mengikutinya. Mereka lebih sadar terhadap harkat dan martabat mereka dan meningkatkan self-esteem mereka yang kemudian juga menghargai orang lain (Sebald, 1992)

1.1.2 Expatriate Children
Biasanya, anak-anak para ekspatriat ini hanyalah dipandang sebagai dalam salah satu item yang tidak boleh dilupakan dalam daftar (Selmer & Lam, 2004). Mereka masih belum banyak diteliti lebih lanjut dan hanya sedikit penelitian yang mengamati anak-anak ‘internasional’ ini. Dimana mereka seharusnya tidak hanya menjadi penambah bagasi saat orang tua mereka melintasi batas negara, namun perhatian yang lebih mendalam perlu diberikan dalam segala aspak anak-anak ekspatriat ini (Stuart, 1992).
Pengalaman para anak ekspatriat berinteraksi dengan kultur lain bisa saja dipengaruhi oleh lingkungan yang berefek pada seluruh kehidupan mereka (Selmer & Lam, 2004).
1.1.3 TCK – Third Culture Kids
TCK atau third culture kids adalah anak-anak ekspatriat yang pernah hidup di lebih dari satu negara dan telah mempelajari lebih dari satu budaya yang berbeda (Useem, 2001). Mereka telah menyerap berbagai budaya dan norma perilaku dan membangun referensi yang berbeda dari berbagai sumber (Selmer & Lam, 2004).
Istilah third-culture-kids telah digunakan untuk mengga,barkan anak-anak yang menemani orang tua mereka ke komunitas lain (Useem, 2001). Mereka digambarkan sebagai individu yang menghabiskan tahun-tahun adolenscence mereka dalam budaya yang berbeda dengan kultur yang dimiliki orang tua mereka, mengembangkan hubungan dengan semua pihak yang ada dalam kultur tersebut dan tidak diklaim sebagai milik budaya tertentu (Fail, 1996).
Para TCK ini lebih toleran terhadap orang lain terutama pada orang tuanya. Ditemukan juga fakta bahwa pada anggota keluarga ekspatriat akan saling  mengandalkan dan mendukung satu sama lain saat hidup di tempat baru. Saling mengandalkan inilah yang membangun kepercayaan dan persahabatan antara para TCK beserta orang tuanya (Wheeler, 1998).
Para TCK ini merasa nyaman dimanapun mereka berada, namun di sisi lain mereka mungkin merasa bahwa rumah ada di berbagai tempat (Schaetti, 1999), sehingga kadang mereka mengalami masalah bila kembali ke rumah (Useem, 2001). Ini bisa saja disebabkan merena terbiasa menjalani kehidupan dengan bepergian dan menemui orang baru. Saat ada di rumah, mereka merasa harus tinggal dan menetap (Selmer & lam, 2004). Selama hidup mereka hidup dui luar negri, para TCK ini mungkin saja mengharapkan berkeliling dunia adalah cita-citanya di masa depan. Mereka akan mengembangkan gambaran mental mengenai karir apa yang akan mereka pilih nantinya. Para TCK ini ingin melanjutkan inspirasi pengalamannya dengan memilih karir mobilitas internasional dan menghindari tinggal menetap di sebuah tempat (Gerner and Perry, 2000).
Sebutan ‘cultural marginality’ dijelaskan sebagai memiliki pengalaman hidup di dua atau lebih kehidupan budaya (Park, 1928). Dengan demikian, istilah constructive marginality bisa dijelaskan sebagai “dynamic in-betweeness”.  Selmer dan Lam (2004) juga menyatakan bahwa anak-anak yang dulunya adalah TCK merupakan bibit rekrutmen yang potensial dan menjanjikan untuk menjadi kandidat ekspatriat di masa mendatang. Mereka adalah ‘stok siap pakai’ bagi manajer ekpatriat di masa mendatang.

2.      Rumusan Masalah
Dari rumusan permasalahan dan teori diatas, muncul pertanyaan penelitian ;
RQ1 : Apakah para TCK memiliki persepsi yang berbeda ketika menjadi ‘internasional’ dibandingkan rekannya di negara tempat orang tuanya bertugas?
RQ2 : Apakah para TCK memiliki persepsi yang berbeda saat menjadi ‘internasional’ dibandingkan rekannya di negara asal orang tuanya?
RQ3 : Apakah para TCK memiliki preferensi dan konsekuensi mobilitas internasional yang berbeda dibanding rekannya di negara tempat orang tuanya bertugas?
RQ4 : Apakah para TCK memiliki preferensi dan konsekuensi mobilitas internasional yang berbeda dibanding rekannya di negara asal orang tuanya?

2.1 Metodologi
2.1.1 Sampel
Data dikumpulkan dari tiga sampel :
1)      Remaja ekspatriat Inggris yang hidup di Hong Kong
2)      Remaja lokal Hong Kong yang hidup di Hong Kong
3)      Remaja Inggris yang hidup di Inggris
Sampel didapat dari tempat-tempat basis remaja seperti sekolah, acara olah raga, pusat perbelanjaan berdasarkan rujukan dari anggota keluarga, teman dan kerabat. Termasuk generasi imigran yang pertama, hanya dibutuhkan responden yang lahir di Inggris raya dan Hong Kong untuk penelitian ini.


British Expatriate
Local HK
Local British
Laki - Laki
51
81 %
36
34%
26
29%
Perempuan
12
19%
70
66%
63
71%
Total responden
63
103
88
Usia Rata2 (th)
14,11
17,42
14,66
Stay in HK
34,82 bulan

Stay Abroad
28 orang
44%

ANOVA digunakan untuk analisa perbedaan ketiga kategori responden, termasuk usia dan gender sejak ditemukan adanya perbedaan karakteristik berdasarkan age dan jenis kelamin oleh Rotheram-Borus et al., (1998).


2.1.2 Instrumen
Instrumen yang digunakan diantaranya :
Persepsi menjadi internasional
Item
32 item
Dari
Hayden et al., (2000)
Skala
1 “strongly agree” – 5 “strongly disagree”
Indikator
1)      International Experience
2)      Open Midedness towards Other
3)      Respect and Tolerance of other
4)      Flexibility
5)      Own Cultural identity
International Mobily Preferences
Item
34 item
Dari
Gerner et al., (1992)
Skala
1 “strongly disagree” – 5 “strongly agree”
Indikator
1)      International Career Preference
2)      International Travel Preferences
3)      Family Relationship
4)      Foreign Language Interest
5)      Setting-down preference





3.      Pembahasan
            Hasil
Lima indikator pengukur skala “perception of being international” dan lima indikator yang diekstraksi dari skala “international mobility preferences and consequences”. Hampir semua variabel terinterkorelasi. Seperti yang diharapkan sebelumnya, ada korelasi negatif antara memilih untuk menetap dan fleksibilitas. (r=-0,24; p<0,01), open mindedness towards other culture (r=-0,17; p<0,01), international experience (r=-0,16; p<0,05) dan own cultural indentity (r=-0,12; p<0,05).
Perceptions of being international
Perbedaan istilah perceptions of being international dan tiga grup remaja yang dites melalui 5x3 analisis multivariat kovarians (MANCOVA) dengan dua signifikansi perbedaan latar belakang variabel umur dan gender sebagai kovariat. Sehingga dari hasil ini dipertegas RQ1 dan RQ2.
International mobility preferences and consequences
Sama dengan MANCOVA dengan umur dan gender sebagai kovariat yang digunakan untuk tes uji beda dalam international mobility prerferences and consequences. Hasil signifikan secara keseluruhan kembali dedeteksi pada ketiga grup remaja (F=18,21; p<0,001). ANCOVA mengindikasi between group bahwa ada perbedaan signifikan untuk semua indikator variabel ini yang membuktikan remaja ekspatriat Inggris  secara signifikan lebih besar dibanding dua rekannya yaitu remaja lokal Hong Kong dan remaja lokal Inggris. Hasil yang didapat remaja ekspatriat Inggris menunjukkan dukungan terhadap RQ3 dan RQ4.


4.      Kesimpulan
            Kesimpulan
Ditemukan karakteristik grup yang berbeda dari efek kontrol usia dan gender, dibandingkan dengan grup remaja negara tujuan dan negara asal dalam persepsi mereka ‘menjadi internasional’ baik preferensi mobilitas dan konsekuensi. Penemuan ini mendukung riset sebelumnya mengenai kebudayaan ketiga yang dikembangkan Useem (2001).
Sampel remaja ekspatriat Inggris secara konsisten tampak menampilkan hal positif mengenai pengalaman pribadinya beserta constructive marginality. Studi pada grup remaja ekspartiat menampilkan persepsi pengalaman internasional yang lebih besar dibandingkan rekannya di negara tujuan dan negara asal orang tua mereka. Mereka lebih terbuka terhadap kultur lain, respek dan toleran pada yang lain, serta lebih fleksibel. Kunci seleksi kriteria ekspatriat adalah keluarga (Harvey, 1985) dimana keluarga ekspatriat sangat penting untuk mendapatkan dukungan dari keluarga dan pasangannya (Tung, 1987).
Dengan demikian, para remaja ekspatriat Inggris memang menunjukkan perbedaan dengan keduan rekannya. Mereka bisa memunculkan budaya baru yang lebih menghargai orang lain. Mereka sangatlah potensial untuk dijadikan ekspatriat bisnis di masa mendatang karena latar belakangnya.

4.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya menggunakan persepsi yang didapat dari respondennya mengenai bagaimana ‘menjadi internasional’. Tidak diukurnya derajat ‘keinternasionalan’ meskipun bisa saja ada korelasi mengetahui itu, dan bagaimana ‘to be’ internasional dan ‘being’ internasional.
Selain itu, hanya satu grup remaja ekspatriat diamati di satu lokasi tunggal. Modernitas Hong Kong memang menawarkan hidup yang nyaman untuk para ekspatriat yang bisa saja menimbulkan bias pada hasil. Para remaja mungkin memiliki kecenderungan untuk bekajar dan dipengaruhi pengalaman apabila lokasi ekspatriat yang fasilitiasnya minim dari gaya hidup modern. 
4.3  Saran
Dari penelitian ini, didapatkan bahwa bila perusahaan ingin mencari kandidat ekspatriat untuk penugasan internasional, maka calon potensial dapat difokuskan dari TCK saat melakukan rekrutmen
Bagaimanapun, perusahaan internasional akan mengidentifikasi para pelamar berdasarkan banyak sedikitnya keuntungan yang bisa mereka dapatkan. Disinilah grup ekspatriat yang menawarkan organisasi keamanan dan jaminan mengenai penugasan internasional, grup ini adalah TCK. Yang memiliki karakteristik :
1)            Mereka lebih sadar mengenai perbedaan budaya dan bagaimana mengatasinya
2)            Mereka lebih banyak merasakan kehidupan berkarir dengan mobilitas internasional dengan kecenderungan untuk mengurangi menetap di satu tempat tertentu
Ekspatriat dewasa, telah melewati masa remaja mereka dengan kultur dan norma yang telah terbangun dari pelatihan dan simulasi perkuliahan (Gudykunst et al., 1996). Namun bukan berati orang-orang ini bukanlah pilihan kandidat yang potensial.
Para TCK ini secara alami telah tumbuh dan berkembang dengan mempelajari kehidupan nyata dari pengalaman lintas budaya mereka (Selmer & Lam, 2004). TCK adalah bibit rekrutmen yang paling menjanjikan untuk ekpatriat bisnis yang sukses. Mereka akan lebih mudah beradaptasi untuk penugasan internasional dan akan lebih mudah dilatih. Mungkin mereka akan butuh training tambahan untuk penugasan internasional di negara dimana mereka belum pernah menetap. Mereka juga masih butuh tambahan training di negara tempat dulunya mereka tinggal karena jeda waktu yang berlangsung sejak mereka meninggalkan negara terkait. Bahkan para TCK ini bahkan bisa dijadikan mentor bagi para ekspatriat dan inpatriat (Harvey & Buckley, 1997).
Sebagai contoh nyata, Presiden Amerika Serikat saat ini ; Barack Obama. Presiden kulit hitam pertama negara adidaya ini lahir dari lintas ras dan tumbuh di berbagai kultur. Ayahnya seorang Kenya dan Ibunya seorang Amerika, yang menjadikannya seorang Afroamerika. Si Berry kecil juga sempat tinggal di Indonesia. Ibunya menikah lagi dengan seorang Indonesia dan kemudian pindah ke Hawaii. Hawaii adalah salah satu daerah di Amerika yang sarat dengan kultur yang beragam karena berbagai orang di penjuru dunia berkunjung kesana, sehingga kehidupan multibudaya adalah hal biasa disana. Pengalaman hidup dalam berbagai budaya menjadikannya salah satu Presiden Amerika paling toleran terhadap ras dan budaya lain. Dengan menjabatnya Obama, warga Amerika kulit hitam yang dulunya terpinggirkan jadi lebih terperhatikan. Dia juga lebih menghargai perbedaan budaya dan persamaan hak kaum minoritas di Amerika.
Contoh lain bisa didapat dari Nirina Zubir, selebritis Indonesia yang di masa kecilnya hidup di berbagai negara karena pekerjaan ayahnya yang seorang diplomat. Dari kehidupan keluarganya, Nirina kemudian berinteraksi dengan berbagai budaya yang memungkinkan dirinya menguasai setidaknya menguasai lima bahasa asing, diantara bahasa-bahasa negara sesuai tempat ayahnya bertugas. Misalnya bahasa Mandarin, Madagaskar, Inggris (tentu saja) dan Prancis. Kemampuan ini membuatnya menjadi translator di berbagai acara kenegaraan, disamping profesinya sebagai selebritis.
Kemampuan yang didapat dari pengalaman ini tentu saja tidak dimiliki semua orang, sehingga yang dimiliki oleh anak-anak ini merupakan suatu hal yang berharga yang bisa bermanfaat bagi dunia bisnis di masa mendatang. Mereka bisa menjadi alternatif terbaik untuk kandidat ekspatriat dalam penugasan internasional dan merupakan bibit rekrutmen yang paling potensial dari kemampuan alami mereka, mengingat permintaan akan kandidat ekspatriat sangat minim dibandingkan tingkat suplainya.
Keluarga ekspatriat sebelumnya hanyalah dipandang sebagai salah satu item dalam daftar kompensasi yang tidak boleh dilupakan oleh perusahaan untuk para ekspatriatnya. Keluarga ini sangat mempengaruhi kinerja ekspatriat saat penugasannya. Namun dari penelitian ini ditemukan bahwa anak-anak ekspatriat itu memiliki potensi tersembunyi yang bermanfaat di masa mendatang. Hendaknya perusahaan tidak mengabaikan hal ini dan mengambil peluang di dalamnya, misalnya dengan memprospek mereka di masa mendatang atau membangun loyalitas mereka dari sekarang., supaya memudahkan perekrutan ekspatriat di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA


Black, J.S. and Gregersen, H.B. (2000), “High impact training: forging leaders for the global frontier”, Human Resource Management, Vol. 39 No. 2-3, pp. 173-84.

Caligiuri, P.M. and Cascio, W. (1998), “Can we send her there? Maximizing the success of western women on global assignments”, Journal of World Business, Vol. 33 No. 4, pp. 394-416.

Connell, W.F., Stroobant, R.E., Sinclair, K.E., Connell, R.W. and Rogers, K.W. (1975), 12 to 20: Studies of City Youth, Macarthur Press Pty Ltd, Sydney.

Fail, H. (1996), “Whatever becomes of international school students?”, International Schools Journal, Vol. 15 No. 2, pp. 31-6.

Feldman, D.C. and Bolino, M.C. (1999), “The impact of on-site mentoring on expatriate socialization: a structural equation modelling approach”, International Journal of Human Resource Management, Vol. 10 No. 1, pp. 54-71.

Fish, A. (1999), ``Selecting managers for crossborder assignments: building value into the process'', International Journal of Management Review, Vol. 1 No. 4, pp. 461-83.

Franke, J. and Nicholson, N. (2002), “Who shall we send? Cultural and other influences on the rating of selection criteria for expatriate assignments”, International Journal of Cross-Cultural Management, Vol. 2 No. 1, pp. 21-36.

Gerner, M.E. and Perry, F. (2000), “Gender differences in cultural acceptance and career orientation among internationally mobile and non-international mobile adolescents”, Schools Psychology Review, Vol. 29 No. 2, pp. 267-83.

Gudykunst, W.B., Guzley, R.M. and Hammer, M.R. (1996), “Designing intercultural training”, in Landis, D. and Bahgat, R.S. (Eds), Handbook of Intercultural Training, Sage Publications, Thousand Oaks, CA.

Harvey, M. (1985), “The executive family: an overlooked variable in international assignments”, Columbia Journal of World Business, Vol. 20 No. 1, pp. 84-92.

Harvey, M. and Buckley, M.R. (1997), “Managing inpatriates: building global core competency”, Journal of World Business, Vol. 32 No. 1, pp. 35-52.

Harvey, M. and Novicevic, M.M., (2001), “Selecting Expatriates for increasingly complex global assignments”, Career Development International, Vol.2 No.2, pp.69-86

Harzing, A-W & Pinnington, A.H., (2011), “International Human Resource Management” Third Edition. Sage Publications : Washington DC

Haslberger, A. and  Brewster, C., (2008), “The Expatriate Family : An International Perspective”, Journal of Managerial Psychology, Vol.23 No.3, 324-346

Hayden, M.C., Rancic, B.A. and Thompson, J.J. (2000), “Being international: student and teacher perceptions from international schools”, Oxford Review of Education, Vol. 26 No. 1, pp. 107-23.

Keats, D. (1997), Culture and the Child: A Guide for Professionals in Child Care and Development, John Wiley & Sons, London.

Park, R.E. (1928), “Human migration and the marginal man”, American Journal of Sociology, Vol. 33 No. 6, pp. 881-93.

Parker, B. and McEvoy, G.M. (1993), “Initial examination of a model of intercultural adjustment”, International Journal of Intercultural Relations, Vol. 17, pp. 355-79.

Rotheram-Borus, M.J., Lightfoot, M., Moraes, A., Dopkins, S. and LaCour, J. (1998), “Development, ethnic, and gender differences in ethnic identity among adolescents”, Journal of Adolescent Research, Vol. 13 No. 4, pp. 487-507.

Schaetti, B. (1999), “Phoenix rising”, online version, available at: http://globalnomads.association.com

Sebald, H. (1992), Adolescence: A Social Psychological Analysis, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ.

Selmer, J., Lam, H., (2004) “Third Culture Kids : Future Business Expatriates?” Personnel Review, Vol.33 No.4 pp. 430-445

Stuart, K.D. (1992), “Teens play a role in moves overseas”, Personnel Journal, Vol. 71 No. 3, pp. 71-8.

Terry, M. (1995), “The opportunity of adolescence”, available at: www.winternet.com/,webpage/adolescencepaper.html

Tung, R.L. (1981), “Selection and training of personnel for overseas assignments”, Columbia Journal of World Business, pp. 68-78.

Tung, R.L. (1987), “Expatriate assignments: enhancing success and minimising failure”, Management Executive, Vol. 1 No. 2, pp. 117-25.

Useem, R.H. (2001), “TCK ‘Mother’ pens history of field”, NewsLinks: The Newspaper of International School Services, available at: http://iss.edu/pages/kids.html


Wheeler, K.M. (1998), “Bilingualism and bilinguality: an exploration of parental values and expectations in an American-sponsored overseas school”, unpublished DEd thesis, Graduate School, The University of Minnesota, at Minneapolis St Paul, Minneapolis, MN.

0 komentar:

Posting Komentar