Minggu, 17 Agustus 2014

Case Study UAS : Beckton Dickinson An Assessment of Strategic Human Resource Management Profiling


Sejak 1988 saat SHRM profiling pertama dikenalkan pada Becton Dickinson dapat diimplementasikan dalam delapan lini divisi, dua staf fungsi, sektor diagnostik, dan level korporat. Di beberapa divisi sebuah profil tambahan telah dilaksanakan. Hampir semua profile ini diarahkan oleh manajer dalam perusahaan SDM dan fungsi strateginya.
Evaluasi SHRM berfokus pada sepuluh unit , delapan divisi dengan sektor diagnostik dan organisasi korporat yang telah mengalami sekali profile SHRM. Ada beberapa kesimpulan diantaranya :
ü  Pengalaman manajemen dan profile dengan semua SHRM profiles
ü  Wawancara dengan top manajemen dan anggota employee task force dengan asisten riset di tiap unit
ü  Kuesioner dilakukan pada Komite Organisasi (OC), ETF dan aryawan yang diwawancarai oleh ETF daari sepuluh unit. Seribu karyawan disurvey dan separuhnya merespon.
ü  Analisis hambatan implementasi strategi yang diidentifikasi oleh employee task force dalam sepuluh unit studi
ü  Feedback meeting dalam beberapa divisi dan pimpinan perusahaan dimana didiskusikan temuan-temuan dengan top managements team dan ETF
SHRM Profiling dimaksudkan untuk memungkinkan general manager dan laporan cepatnya untuk mengakses kemampuan organisasinya untuk mengimplementasikan dan mereformulasi strategi. Sebuah organisasi mampu untuk mengimplementasi strateginya ketika semua elemen organisasinya, strukturnya, sistemnya, staf, gaya, keahlian dan shared valuenya selaras dengan strategi.
Karyawan yang terlibat dengan implementasi strategi mengetahui kapan organisasi tidak selaras dengan strategi. Pengalamannya mengatakan bahwa halangannya adalah pengalaman ini menjadi poin organisasi dalam organisasi dimana membutuhkan perubahan untuk dicapainya keselarasan.
Tuntutan SHRM adalah analisis cermat seberapa jauh organisasi tergabung, pengembangan visi kedepan oleh manajemen mengenai bagaimana mereka mengelola dan mengorganisasi secara berebda san keterlibatan karyawan dalam implementasi visi tersebut. Partisipasi karyawan dalam mengidentifikasi halangan dan mengimplementasi visi diyakini sebagai kunci mendapatkan komitmen.
SHRM telah menjadi proses general untuk pengembangan organisasi dan manajemen di setiap level. Riset, dimaksudkan untuk mengidentifikasi pentingnya SHRM profiling yang sukses untuk informasi mengenai halangan yang belum didiskusikan sebelumnya demi implementasi strategi dan aksi manajemen berdasarkan data. Apabilakaryawan mengidentifikasi halangan dari profile, SHRM akan menguranginya dan tugas strategis akan diimplementasikan dengan lebih efektif, dimana ini jugamenjadi indikasi bahwa pemikiran bukanlah bukti kesimpulan, tetapi sebuah proses yang bekerja.

Penemuan diantaranya :
ü  Prioritas yang tidak jelas atau bertabrakan
ü  Kesulitan bagaimana tim top bekerja sama
ü  Gaya manajemen yang naik turun
ü  Koordinasi divisi dan interfungsional yang rendah
ü  Komunikasi vertikal yang kurang
ü  Defisiensi dalam pengembangan karir

®    Apakah SHRM menemukan isu relevan?
Dari wawancara dan kuesioner, menunjukkan dengan jelas dukungan berupa kesimpulan bahwa profiling SHRM menampakkan isu relevan untuk implementasi strategi
®    Apakah hasil SHRM ada dalam agemnda pengembangan?
Manajemen mengembangkan action plan untuk perubahan. Diskusi dengan  meeting timbal balik mengindikasi manajemen merasa Profiling yang dilakukan SHRM memiliki agenda perubahan yang bisa menjalankan bisnis
®    Apakah SHRM memacu perubahan organisasi secara aktual?
Wawancara dengan lima divisi dan observasi top manajgement sebagai profile internal dan eksternal menunjukkan bahwa tipe inisiatif perubahan bisa diatribusikan sebagai bagian dari keseluruhan SHRM

Karyawan merasa rendah diri untuk berubah. Ada perbedaan jumlah perkembangan pada tugas strategik dalam mengurangi ihalangan untuk implementasi strategi antara sepuluh unit pengimplementasi strategi.
Perubahan yang kecil atau tidak sama sekali terjadi dalam persepsi : dimana orang-orang dipromosikan pada skill dasarnya untuk mengelola orang lain dan karyawan dapat meningkatkan isu yang sulit dengan pengelolaan manajemen yang lebih baik. Kebijakan BD dan praktiknya meningkatkan budaya kerja yang tinggi atau perusahaan memiliki ketertarikan mengenai kesejahteraan dan kepuasan karyawan.
Karyawan juga merasa rendah diri terhadap perubahan dalam periode selama profiling SHRM karena banyak faktor dan SHRM tidak mampu untuk mengukur penambahan dan perubahan yang dirasakan. Karyawan merasa perubahan yang kecil atau tidak sama sekali dalam isu terkait kesejahterasaan dan motivasi, sedangkan mereka melihat lebih banyak perubahan dalam halangan implementasi strategi.

®    Seberapa banyak dukungan untuk SHRM disana?
Karyawan merasa antara beberapa dan kesepakatan besar diantara top team unit. Mereka berpikir bahwa beragam level dan bagian unit dibagi dalam komitmen pada SHRM dan melihat beberapa konsensus hanya diantara para manajer kunci mengenai kebutuhan akan SHRM.
®    Mengapa dukunga digabungkan
SHRM dipandang tidak terjangkau oleh level bawah. Seperti strategic profiling, para manajer ini mengasumsikan bahwa SHR adalah alat untuk mengindormasi manajemen sehingga mereka bisa menganalisa dan memutuskan. Apakah SHRM harus lebih daripada sebelumnya dari pertanyaan terbesar yang diajukan. Bebara bahkan berpikir bahwa profile SHRM melakukan terlalu banyak daripada yang dibutuhkan.
Survey membuktikan bahwa profile dan fungsi HR dianggap lebih relatif tidak terlibat dalam membantu divisi manajemen mengimplementasikan action plan. Dalam diskusi feedback meeting, beberapa mengira apakah HR harus dilibatkan dalam follow-up. Secara umum, item terkait follow-up lebih rendah dibanding item lain dalam proses SHRM. Ini konsesten dengan pengalaman parap profiler eksternal yang tidak sukses dalam meyakinkan manajemen akan kebutuhan follow-up untuk mendukung formasi tim.
Apa yang harus dilakukan dalam SHRM ?
ü  Adanya lack of clarity dan konsensus dimana SHRM harus menjadi organisasi generik yang meningkatkan proses untuk menemukan kembali organisasi dan prosesnya
ü  Sejarah BD dari profiling strategic dimana secara ekstrem membantu pengumpulan penerimaaan dari profiling SHRM yang juga menunjukkan bagaimana SHRM itu berbeda
ü  Arti yang tidak kuat mengenai menerjemankan strategi yang digeneralisasi oleh profiling meeting ke dalam proses pengembangan yang berkelanjutan dan perubahan. Hal ini disebabkan :
û  Tidak ada koneksi antara SHRM dan upaya pengembangan lain
û  Anggota ETF dan karyawan lain tidak terlibat erat dalam reinventing process, kebijakan dan praktik dalam merespon problem yang meningkat dari SHRM
û  SHRM kekurangan proses  metodologi dan redesain praktik  dan mengukur jalur perkembangan

KESIMPULAN dan JAWABAN


Dari penjelasan kasus diatas, muncul pertanyaan utama, “Apakah SHRM tetap dipertahankan keberadaannya? Apabila YA, apakah partisipasinya harus sukarela atau kewajiban? Apabila kewajiban, bagaimana top management bisa memantau tindak lanjut dari proses yang  muncul? Jika SHRM dipertahankan, apa yg perlu drubah atau ditingkatkan?”

Mari kita simak dahulu dari latar belakang Becton Dickinson (BD).
BD is a medical technology company that serves healthcare institutions, life science researchers, clinical laboratories, industry and the general public. BD manufactures and sells a broad range of medical supplies, devices, laboratory equipment and diagnostic products. BD is headquartered in the United States and has offices in more than 50 countries worldwide.

Beckton Dickinson bergerak di bidang medis, yang tentunya sangat dinamis dan membutuhkan energi yangg besar untuk bisa terus bertahan dan mengikuti percepatan perkembangan teknologi.

Dalam hal ini, proses yg bisa mendorong competitiveness perusahaan adalah terus menerus memperbaiki dan meningkatkan diri. Disinilah SHRM berperan; memberikan masukan, informasi dan data yang dapat digunakan untuk memperbaiki proses di dalam perusahaan sehingga perusahaan bisa terus memenuhi tuntutan pasar.
Jadi, untuk pertanyaan pertama, jawabannya adalah YA.

Dari hasil survey SHRM, terlihat ada ‘central tendency’ pada jawaban yang diberikan. Sebagaimana yg diungkap dari kritik terhadap SHRM, seperti ada yg keterkaitan yang hilang dalam data yang ditampilkan oleh SHRM. Tapi, walaupun begitu, SHRM sendiri dirasakan penting keberadaannya.

Jadi, salah satu yang bisa dilakukan adalah mewajibkan partisipasi, tapi prosesnya diubah. Misalnya dengan menjadikan responden survey Anonymous, yg mungkin bisa mendorong responden untuk mengatakan dengan lebih jujur, serta menghilangkan kekhawatiran akan disangkutpautkan dengan komentar negatif yang diberikan.

Karena SHRM adalah proses yg kontinyu, agar informasi, data, dan masukannya lebih besar ‘manfaatnya’, mungkin bisa dibuat per tema, bergantung dari area mana yang dirasakan mendesak untuk segera dibahas, daripada membahas seluruh area dan masukannya pun berkesan terlalu umum.

Modifikasi di bentuk skala pun bisa dilakukan, untuk meransang respon yang lebih jujur dan obyektif.

Salah satu kritik terhadap SHRM adalah terlihat ketidakmengertian di level karyawan akan keterkaitan SHRM dengan proses yang terjadi di level manajemen. Mungkin perlu kembali dilakukan sosialisasi atas proses yang terjadi dalam SHRM, sehingga semua karyawan bisa memahami bagaimana pentingnya SHRM bagi perusahaan.

Selain itu, daripada membentuk banyak ‘badan’ untuk mengumpulkan data, bisa saja dibuat badan gabungan dari unsur-unsur yg dirasakan penting (manajemen, karyawan, task force), sehingga bisa lebih efektif dan efisien. Badan ini akan jadi penanggung jawab atas terlaksana SHRM, sekaligus mengeluarkan rekomendasi pada manajemen dan penjelasan kepada karyawan.

Diharapkan dari penjelasan kesimpulan jawaban diatas, diharapkan profiling SHRM yang dilakukan oleh perusahaan bisa bersinergi dan selaras dengan strategi bisnis, sehingga action plan perusahaan bisa berperan penting untuk pencapaian target dan tujuan perusahaan.

0 komentar:

Posting Komentar