Selasa, 12 Agustus 2014

Case for Analysis : The Art Museum Gallery


University Art Museum adalah kebanggaan universitas, dimana setiap pengunjung akan selalu ditunjukkan kebesaran dan keunikannya. Bangunannya didirikan atas sumbangan alumni yang merupakan putra pimpinan universitas yang pertama pada 1912. Awalnya museum ini cukup kecil, dibanding universitasnya, yang hanya menyimpan koleksi tokoh mitologi kuno dan lukisan pra-rafaelit yang dianggap unik di Amerika.

Secara garis besar, kasus ini dibagi jadi empat periode kepemimpinan museum, antara lain:

1.       Anak Presiden Pertama Universitas – Pendiri Museum
Selama masa jabatannya, dapat diringkas sebagai berikut :
Ø  Menjabat tanpa dibayar
Ø  Menambah berapa koleksi, sebagian besar berasal dari hibah alumni dan universitas lain
Ø  Jarang melakukan pembelian untuk menambah koleksi museum
Ø  Koleksi yang dimiliki museum tidak teratur, karena berdasarkan pemberian
Ø  Tamu dibatasi hanya beberapa anggota universitas dan fakultas, dapat dikatakan hanya tamu pribadi universitas dan pendiri museum yang boleh masuk
Ø  Bekerja sebagai direktur museum hingga meninggal
Dari kepemimpinan Anak presiden pertama universitas, museum tidak banyak memiliki koleksi dan tertutup untuk umum, tidak banyak pengunjung yang datang. Keamanan museum beserta koleksinya pun terjaga.
Anak presiden pertama universitas pendiri museum ini akhirnya meninggal. Universitas menginginkan profesional untuk jadi direktur museum untuk menggantikan direktur sebelumnya. Dibentuk komite seleksi, sementara untuk pengelolaan museum diserahkan pada Mrs. Kirkoff, seorang graduate student take over yang tertarik mengenai museum dan telah menghabiskan banyak waktu di dalam museum.

2.       Mrs. Kirkoff
Komite Seleksi gagal menemukan pengganti direktur museum hingga 30 tahun pengabdian Mrs. Kirkoff. Akhirnya atas pengabdian dan pengalamannya, Mrs. Kirkoff yang telah lama mengetahui seluk beluk museum diangkat menjadi direktur museum selanjutnya. Berikut ringkasan periode kepemimpinan Mrs. Kirkoff :
Ø  Mrs. Kirkoff bukan professional seperti keinginan universitas. Dia adalah graduate student yang kebetulan telah lama mengabdi di museum.
Ø  Tidak memiliki gelar, hanya graduate student yang memiliki ketertarikan pada museum.
Ø  Setelah menduduki jabatan direktur dia merombak museum dengan mendata inventaris museum ke dalam katalog,
Ø  memperoleh hibah berupa koleksi-koleksi kecil dari alumni dan universitas sahabat.
Ø  Melakukan fund raising atau menggalang dana untuk museum,
Ø  Mengintegrasikan kinerja museum ke dalam universitas.
Ø  Membantu fakultas sejarah dengan meperkenankan penggunaan lantai 3 museum, karena terjadinya Perang Dunia 2.
Ø  Melakukan penataan ulang gedung, sehingga terintegrasi sebagai ruang kelas dan auditorium
Ø  Mengadakan pameran spesial, baik koleksi museum maupun pinjaman dari luar universitas
Ø  Selama kepemimpinan Kirkoff, museum membiayai diri sendiri tanpa bantuan universitas
Dalam periode Mrs. Kirkoff, museum menjadi tempat yang berkelas dan sekaligus multifungsi karena bisa digunakan untuk seminar. Setelah Mrs. Kirkoff pensiun, dia ingin museum dipimpin oleh profesional

3.       PhD Alumni
Almni yang seorang PhD ini hanya memimpin museum selama kurang dari tiga tahun. Selama masa kepemimpinannya, museum dapat dijelaskan sebagai berikut :
Ø  Museum lebih terpublikasi dengan baik, sehingga mendatangkan banyak pengunjung
Ø  Pada 1981, universitas mengambil alih kepemimpinan museum, tidak jelas apakah alumni PhD ini resign atau dipecat
Ø  Kondisi ketika diambil alih: kurang meriah, tetapi masih cukup ramai karena dia berhasil mendatangkan banyak pengunjung dengan kondisi museum yang ada

4.       New Director
Dia memiliki konsep “community resource” dan “make the tremendeou artistic & scholarly resources of the museum fully available to the academic community as well as to the public”. Sempat terjadi salah paham konsep dgn universitas; Universitas menginginkan museum terbuka untuk publik, sedangkan prakteknya hanya anggota komunitas universitas yang boleh berkunjung. Direktur baru lalu melakukan berbagai aksi untuk museum;
Ø  Promosi kunjungan sekolah publik
Ø  Menghelat pameran populer dengan topik umum yang menarik
Ø  Mempromosikan via pameran travelling, bukan dengan brosur buatan universitas.
Akhirnya museum menjadi terlalu ramai, karena pengunjung umum terlalu bervariasi, muncul berbagai masalah;
û  Museum dipenuhi anak kecil sehingga terlalu bising kemudian muncul keengganan universitas
û  Dikhawatirkan mainan dan benda-benda yang dibawa pengunjung, utamanya anak-anak, bisa mengotori atau membuat koleksi museum menjadi rusak.
û  Mahasiswa menjadi tidak nyaman dalam belajar dan melakukan aktivitasnya karena museum menjadi terlalu ramai dan berisik.
û  Topik umum yang diselenggarakan di dalam museum terlalu melebar sehingga tidak fokus, seperti saat dihelat pameran Islamic Art, pembicara yang diundang terlalu politis menyampaikan idenya dan akhirnya menimbulkan ketidaknyamanan.

Kemudian dibentuk advisory comittee yang berujung resignation dan universitas dituding elitist dan snobbish. Lalu diadakan pemilihan dan terjadi debat diantara empat pihak dengan masing-masing pendapatnya ;
Ö Deandirector lama adalah orang yang salah
Ö Economist: director lama tidak salah secara personality, hanya melakukan yang harus dilakukan, dalam hal ini semua masyarakat bisa masuk, sehingga menjadi masalah bagi universitas karena tidak sesuai keinginan
Ö Senat: Museum ini udah sangat baik. Tidak harus membuka diri terlalu terbuka ke publik, karena tidak ada kontribusi kepada masyarakat luas, tapi tetap bisa melakukan sesuatu yang berbeda yang penting dan unik. Selain itu, museum sudah sangat integrated dengan universitas.
Ö Senior universitas : yang menjadi masalah bukan personality, tetapi problem manajemen karena tidak ada visi, misi, dan tujuan yang jelas dari museum.

Problem sebenarnya dari museum ini adalah apa yang ingin dicapai museum dan bagaimana solusinya untuk memajukan museum.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Solusi dari kami :

1.       Kami sependapat dengan pendapat Senior Universitas, yang beranggapan masalah bukan bersumber pada personaiti new director personality, tetapi problem manajemen karena tidak ada visi, misi, dan tujuan yang jelas dari museum.
Jika universitas menginginkan museum menjadi tempat yang kondusif sebagai museum sekaligus sebuah lokasi pembelajaran, maka hal ini harus dikomunikasikan dengan pengelola sehingga bisa dilakukan strategi yang tepat. Termasuk dalam strategi yang harus di jabarkan dengan jelas adalah tersebut adalah segmen yang ingin dituju museum yang nantinya akan menentukan kalangan mana yang akan mengunjungi museum. Visi dan misi museum, juga akan menentukan kegiatan mana yang bisa atau tidak bisa dilaksanakan di dalam museum. Sehingga museum memiliki lingkup kegiatan yang jelas, pengunjung yang terarah dan brand image museum pun terjaga, termasuk keamanan koleksi di dalamnya. Harus ada koridor yang jelas sebagai pedoman pengelola museum untuk kemajuan museum kedepan.

2.       Pilihan figur profesional untuk mengelola museum adalah pilihan yang tepat dan mungkin alumni universitas khususnya fakultas Art & History bisa menjadi prioritas. Hal ini dilakukan untuk menghindari salah paham mengenai pandangan dalam mengelola museum, karena ‘orang dalam’ tentu lebih mengenal dan tahu tentang sejarah dan bagaimana awalnya museum terbentuk, hal ini cukup berguna untuk menyelaraskan tujuan universitas dan pengelola museum. Yang perlu diingat adalah, pencarian pengelola museum yang professional harus ditetapkan jangka waktunya, dan dialokasikan jadwal untuk pemilihan. Karena dikhawatirkan museum akan bernasib sama dengan era Mrs. Kirkoff, dimana selama 30 tahun mengabdi, status Mrs,Kirkoff tidak jelas dan baru diangkat menjadi direktur sesudahnya.

3.       Pengelolaan yang profesional harus diperjelas aturan mainnya, sehingga menjadi jelas peran masing-masing pihak untuk hak, kewajiban, dan wewenangnya, agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam organisasi.

4.       Secara struktur, nantinya pengelola museum tidak sepenuhnya berdiri sendiri seperti sebelumnya, hingga universitas mengalami salah paham akan koordinasi. Akan dibentuk steering committee antara universitas dan museum untuk memudahkan koordinasi dan mengawasi pengelolaan museum.

5.        Untuk pengembangan museum, universitas dan museum harus lebih berpartisipasi aktif agar tumbuh sense of belonging demi kemajuan museum. Rasa kebersamaan ini akan menunjukkan atensi terhadap museum dan pengelolanya. Termasuk didalamnya adalah penambahan koleksi dan katalog, juga kerja sama dengan pihak eksternal sehingga bisa memajukan museum, mengingat kontribusi museum juga sangat besar untuk kemajuan universitas dan fakultas sejarah yang berada dalam satu gedung dengan museum.

6.       Penataan dan penjadwalan operasional museum yang lebih baik. Dengan sistem operasi yang lebih baik, maka museum akan lebih terorganisir. Pendataan pengunjung, birokrasi dan prosedur pengunjung non-universitas yang sistematis. Penataan museum yang memungkinkan koleksi di dalamnya lebih aman, serta penjadwalan pengunjung yang teroganisir bisa memudahkan pengelola untuk menyambut para tamu yang ada. Koleksi yang dimiliki museum lebih terjaga keamanannya dan tamu yang datang merasa lebih nyaman.

7.       Penggalangan dana untuk museum. Dengan system pengelolaan yang lebih baik, hasil dari penggalangan dana akan terdistribusi dengan baik, seperti menggaji direktur dan pengelola lebih layak, mendatangkan lebih banyak koleksi, serta merenovasi museum. Penggalangan ini dilakukan dengan berbagai cara dan prosedur yang diperbolehkan serta sesuai dengan kebutuhan dan kesesuaian museum.

8.       Pendanaan dan pembukuan yang lebih baik memungkinkan direktur dan pengelola mendapat gaji yang lebih layak sehingga performa mereka dalam mengelola museum lebih prima. Income untuk museum dapat digunakan untuk keperluan museum sendiri dan tidak menutup kemungkinan museum dapat mendanai diri tanpa bergantung dari bantuan universitas.

Promosi dan edukasi yang diberikan oleh museum harus didesain sesuai dengan target pengunjung yang dituju. Penggunaan brosur melalui traveling agent bukan masalah asal pangsa pasar brosur travel yang akan berkunjung masih relevan dengan pengunjung museum dan telah terjadwal dengan prosedur yang ada. Brosur dari universitas pun juga diberdayakan selain itu juga dapat mempromosikan universitas. Media lain bisa digunakan misalnya internet, dan media massa asal harus sesuai dengan target pasar. Seperti pada point 1, dimana museum harus menjabarkan segmen mana yang harus dituju yang akan mendatangi museum, tidak sembarangan seperti sebelumnya. Sehingga image museum menjadi lebih jelas tanpa mengurangi minat dan kenyamanan pengunjung yang datang, disamping itu kondisi koleksi museum lebih terjaga.

0 komentar:

Posting Komentar