Kesuksesan
jangka panjang organisasi untuk memenuhi tujuan strategis bergantung pada
kemampuan dalam mengelola kinerja karyawan dan memastikan pengukuran kinerja
selaras dengan kebutuhan organisasi. Manajemen kinerja menjadi isu yang
strategis dan umpan balik kinerja menjadi hal penting dalam organisasi agar
sistem manajemen kinerja dapat dipahami dan diterima oleh karyawan serta
memberikan informasi yang berguna. Umpan balik kinerja mencakup pertukaran
informasi yang berguna untuk aktivitas perencanaan kerja di masa depan.
Proses
manajemen kinerja dapat dikonseptualisasikan menjadi satu yang terhubung dalam
tiga periode yaitu menggunakan data masa lalu (past) untuk menetapkan tujuan, rencana dan sasaran untuk saat ini (present) memungkinkan untuk perencanaan,
tujuan, dan kesempatan berkembang untuk diterapkan dan masa depan (future) memperoleh pencapaian sasaran
strategis. Namun, terdapat beberapa isu strategis krits yang harus ditangani
untuk membentuk sistem manajemen kinerja yang efektif, yaitu:
Use of the System
Organisasi
menghadapi lima keputusan strategis dalam membentuk sistem manajamen kinerjam
sesuai ilustrasi Exhibit 10.3 (hal. 429), yang pertama yaitu penentuan tujuan
dari sistem dan bagaiman sistem akan digunakan. Penentuan tujuan dari sistem
ini sendiri terdapat lima tujuan mengapa sistem tersebut perlu diimplementasi
untuk menetapkan langkah selanjutnya dalam sistem, tujuan tersebut terdiri
dari:
ü Untuk
memfasilitasi pengembangan karyawan, dengan menilai inefisiensi dalam tingkat
dan keahlian kinerja organisasi dapat menentukan pelatihan dan pengembangan
yang dibutuhkan.
ü Untuk
menentukan kompensasi dan imbalan yang tepat, diperlukan penerimaan umpan balik
kinerja oleh karyawan sebagai penentu imbalan dan kompensasi yang mereka
terima.
ü Untuk
meningkatkan motivasi karyawan, proses formal yang membuat karyawan diketahui
dan dibanggakan dapat meningkatkan perilaku dan hasil yang berguna untuk
organsiasi.
ü Untuk
memfasilitasi keluhan legal, informasi masa lalu dapat menjadi dokumentasi atas
keluhan legal dari karyawan seperti pemecatan atas kinerja masa lalu yang
buruk.
ü Untuk
memfasilitasi proses perencanaan sumber daya manusia, data kinerja membuat
siap-siaga organisasi terhadap inefisiensi dalam seluruh level dan kekurangan
keahlian karyawan.
Who Evaluates
Siapa
yang menjalankan performance management system perlu memperhatikan siapa yang
menyediakan data kinerja. Evaluasi performa dilakukan oleh atasan langsung,
yang mengkomunikasikan pada karyawan penilaian performa oleh supervisor. Sistem
ini ditawarkan dengan kesempatan yang sangat kecil untuk input dan feedback
dari employee.
Supervisor
langsung juga biasanya tidak memiliki informasi yang cukuop untuk memberikan
feedback dan tidak cermat mengamati karyawan dari hari ke hari, sehingga tidak
cukup untuk memberikan penilaian performa secara akurat. Umum juga kini
supervisor tidak terlalu terjun ke dalam dimensi pekerjaan bawahannya.
Penilaian
performa juga menjadi proses yang subyektif yang bisa saja berasal dari
kesalahan perseptual supervisor. Personal bias dan politik organisasi juga
berpengaruh dalam penilaian hasil dan peringkat yang diterima karyawan dari
supervisornya. Bentuk eror ini diantaranya :
û Halo Effect
Rater
membolehkan satu sifat, hasil, atau anggapan positif atau negatif untuk
memperngaruhi pengukuran
û Streotyping / Personal Bias
Rater
membuat penilaian performa berbasis karakteristik karyawan dibanding
performanya
û Contrast Error
Employee
dinilai berdasarkan penilaian karyawan lain
û Recency Error
Evaluasi
bias dari kejadian atau perilaku yang baru saja terjadi saat evaluasi dilakukan,
tanpa mempertimbangkan apa yang sebelumnya terjadi
û Central Tendency Error
Evaluator
menghindari penilaian peringkat perfiotma terlalu tinggi dan terlalu rendah
dalam menilai karyawan yang berada pada level prestasi menengah
û Leniency / Strictness Error
Karyawan
dinilai secara umum berdasarkan standar keseluruhan
Ada
beberapa alasan juga mengapa supervisor enggan meningkatkan atau menurunkan
peringkat karyawan. Empati supervisor bisa saja meningkatkan peringkat yang
diberikan pada karyawan yang mengalami kesulitan dengan suatu hal tertentu.
Misalnya supervisor yang melihat bawahannya sebagai ancaman pada pekerjaan
supervisor bisa saja menurunkan rating yang dia berikan pada anak buahnya itu.
Supervisor memang cenderung menempatkan tanggung jawab pada performa rendah
pada karyawannya.
Performance
feedback dari subordinates dapat meningkatkan wawasan secara interpersonal dan
cara manajerial karyawan dan memberikan umpan organisasi dalam mengarahkan
karyawan pada kebutuhan developmental, utamanya bagi karyawan yang berpotensi
tinggi.
Evaluasi
diri bisa dilakukan secara mandiri, yang memungkinkan karyawan menilai
performanya sendiri, hal ini memberikan beberpa keuntungan bagi organisasi ;
- Bisa
menjadi motivasi
Karyawan
bisa termotivasi karena ini memungkinkan karyawan untuk berpartisipasi dalam
keputusan penting yang akan berpengaruh terhadap kelanjutan karirnya
- Bisa
membuka wawasan
Penilaian
secara menyeluruh dari performa yang diberikan supervisor atau rekan akan
menghabiskan waktu untuk dimatai dan mempengaruhi hubungan antar karyawan
Popularitas
dan penggunaan penilaian 360 derahat memang meningkat beberapa waktu
belakangan. Meskipun harus menggunakan sistem multirate, mengumpulkan data
performa ini memiliki kelemahan juga yaitu menghabiskan biaya yang mahal dan
proses yang kompleks dalam menganalisa data untuk memberikan feedback yang
sangat berarti bahi kelangsungan karir karyawan kedepannya.
What to evaluate
Evaluasi
pegawai dapat menggunakan dasar karakteristik (traits), perilaku (behaviors)
atau hasil (results/outcome) yang
mereka capai. Pengukuran berdasarkan karakteristik berfokus pada kemampuan umum
dan karakter pegawai. Pengukuran ini meliputi dimensi seperti loyalitas pada
perusahaan, kerajinan dan kemampuan dalam bersosialisasi. Penilaian berdasarkan
karakteristik digunakan oleh organisasi untuk menentukan kesesuaian pegawai
dengan budaya organisasi. Pengukuran ini masih terbatas nilai kegunaannya,
karena subyek pengukuran adalah sifat atau karakter individu sehingga tidak
dapat digunakan sebagai dasar penilaian kinerja secara kuat.
Pengukuran
berdasarkan perilaku berfokus pada apa yang dilakukan pegawai dengan menilai
perilaku spesifik pegawai. Faktor yang dinilai meliputi kemampuan individu
untuk bekerja sama dengan kolega, tepat waktu, kemauan untuk berinisiatif dan
kemampuan untuk bekerja dengan deadline. Pengukuran berdasarkan perilaku ini
sangat berguna sebagai umpan balik karena mengukur secara spesifik apa yang
dilakukan pegawai dengan benar atau yang seharusnya dilakukan secara berbeda.
Akan tetapi, terkadang pegawai sudah merasa yang dilakukan sudah benar,
sedangkan kinerjanya bisa saja tidak membuat perbedaan bagi organisasi terkait
dengan tujuan strategis organisasi.
Dasar
pengukuran ketiga yaitu hasil (result/output) yang berfokus pada pencapaian
spesifik atau hasil pekerjaan pegawai. Pengukuran ini meliputi jumlah unit yang
terjual, laba divisional, penurunan biaya, efisiensi atau kualitas. Tidak
seperti pengukuran berdasarkan karakteristik dan perilaku, pengukuran
berdasarkan hasil mengukur kriteria yang dapat diukur secara obyektif.
Pengukuran ini lebih bermanfaat bagi organisasi karena berhubungan langsung
dengan kinerja yang terkait dengan tujuan stratejik organisasi.
Beberapa
kelemahan pengukuran berdasarkan hasil antara lain :
1.
Sulit diukur pada beberapa tanggung
jawab pekerjaan tertentu
2.
Terkadang hasil di luar kontrol pegawai
3.
Berfokus pada hasil akhir dan
mengabaikan proses dimana hasil tersebut dapat dicapai
4.
Gagal ketika melalui beberapa area
kritis kinerja (teamwork, inisiatif
dan keterbukaan untuk berubah) untuk organisasi modern. Proses internal
diperlukan untuk melakukan perubahan internal, sehingga penilaian berdasarkan
hasil yang mengabaikan proses akan kurang fleksibel dalam menghadapi perubahan
lingkungan.
Ketiga
pengukuran tersebut di atas mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing,
sehingga keputusan apa yang dievaluasi bergantung pada keperluan organisasi
yang disesuaikan dengan tujuan strategis organisasi. Sebagai tambahan dasar
pengukuran selain karakteristik, perilaku dan hasil, salah satu pengukuran
didasarkan pada kompetensi kinerja yang ditunjukkan pegawai. Kompetensi sering
dikaitkan dengan tujuan strategis organisasi karena lebih kritis untuk mengukur
kinerja. Program penilaian kinerja berdasarkan kompetensi membutuhkan waktu
lama dan perlu dikomunikasikan secara jelas kepada pegawai dan terikat dengan
struktur reward organisasi. Kompetensi inti harus dibatasi jumlahnya untuk
mereka yang paling penting bagi keberhasilan organisasi, dan peluang yang
sesuai harus ditetapkan dimana karyawan dapat memperoleh dan membangun
kompetensi ini.
How
to Evaluate
Keputusan strategis
berikutnya yang harus diperhatikan dalam mendesain performance management
system adalah bagaimana menilai karyawan. Performance feedback dapat dilakukan
dalam permulaan yang absolute atau relative. Ukuran absolute mengevaluasi
karyawan secara ketat berdasarkan standart pekerjaan. Sedangkan ukuran relative mengevaluasi karyawan dalam
perbandingan dengan teman sekerja. Ukuran relative menempatkan karyawan ke
dalam beberapa kategori seperti 10%
teratas dalam unit kerja yang menerima outstanding evalution yang serupa
dengan apa yang diketahui dalam pendidikan sebagai tingkatan dalam sebuah
kurva.
Penilaian relative karyawan dapat menjadi sangat berguna dalam mengizinkan
organisasi untuk mengidentifikasi top performer secara keseluruhan, seperti
sekolah SMA yang menyediakan rangking klas untuk siswanya sebagai fasilitas
untuk masuk universitas. Akan tetapi apabila performance tidak didistribusikan
secara normal hasilnya cenderung menjadi data yang menyesatkan. Jika semua
karyawan adalah outstanding performer, beberapanya akan masih di rangking
secera rendah. Sebaliknya jika semua karyawan tidak sempurna dalam performance,
beberapanya akan di rangking secara terkemuka. Misalnya dalam runag kelas yang
disetting diasumsikan bahwa ada 30 siswa dalam rung kelas yang sedang
menjalankan ujian tengah semester. semua siswa scorenya 90 atau lebih, jika
performan dinilai dalam basis relative maka siswa akan dirangking dalam 30
urutan terbaik dalam 30 siswa. Pada saat ujian ahir semester grade tertingginya
adalah 55 maka siswa akan diurutkan dari rangking 1 sampai 30. Pengukuran
relative dapat dengan mudah memfasilitasi perbedaan persepsi dalam performance
ketika semua karyawan adalah superior. Meskipun mereka berguna dalam
mengidentifikasi karyawan terbaik mereka tidak seharusnya digunakan tanpa
penilaian tambahan yang mutlak dan rating yang secara spesifik menghubungkan
pada strategic yang objektif.
Adanya salah satu yang popular dalam penilaian meskipun menjadi kontroversi
tetapi maksud dari relative assessment adalah dipaksakan menjadi sebuah
peringkat atau distribusi yang menempatkan karyawan ke dalam kelompok berdasarkan distribusi
skema. Pemilihan ini didasarkan pada teori ilmu social bahwa manusia cenderung
untuk didistribusikan secara normal. Force rangking secara ideal dapat membantu
membangun high performance organization dengan mengukur bahwa manager secara
jelas membedakan antara employee performance level.
Force rangking system
berargumen bahwa ini merupakan cara terbaik untuk mengidentifikasi high
performance employee dan bottom performer. Ini juga menyediakan data
berdasarkan keputusan kompensasi dan force manager untuk membuat dan
menjustifikasikan keputusan yang diambil oleh perusahaan yang akan mewajibkan
mereka untuk memberikan feed back. Force rangking juga membatu untuk mengatasi
permasalahan terhadap inflated review sebaik perbaikan yang dipersembahkan
ketika supervisor menilai setiap karyawan dalam kepuasan. Force rangking
mungkin menjadi controversial karena cenderung lebih efektif dalam organisasi
dengan tekanan yang lebih tinggi.
Mengukur
evaluasi
Ada beberapa format atau alat yang
akan digunakan dalam mengukur evaluasi yaitu graphic rating scale, weighted
checklist, behaviorally anchored rating scale, behavioral observation scale,
critical incident measure dan objective base measure.
1.
Graphic
Rating Scale adalah format desain performance
manajemen yang relative mudah untuk didesain, digunakan dan diupdate ketika
terjadi perubahan dalam job requirement karena didalamnya mencangkup skala yang
memberikan evaluator ukuran performance untuk sifatnya.
2.
Weighted
Checklist adalah format desain performance manajemen yang
menyediakan evaluator criteria yang specific dimana performance dinilai dan
dipertanyakan evaluator untuk meneliti criteria tersebut yang disetujui untuk
karyawan.
3.
Behaviorally
Anchored Rating Scale adalah format desain performance
manajemen dimana evaluator diberikan deskripsi yang spesifik tentang perilaku
sepanjang skala numeriknya dinilai dan dipertanyakan untuk menyeleksi perilaku
yang lebih sesuai untuk performance employee dalam jangka waktu evaluasi.
4.
Behavioral
Observation Scale adalah format desain performance
manajemen yang mengukur ketidak konisisten karyawan dalam employee performance
dengan cara mengukur frekuensi sepanjang skala.
5.
Critical
Incident Measure adalah format desain performance
manajemen dimana evaluator menyediakan contoh yang spesifik dari perilaku
kritis karyawan selama periode performance. Evaluator harus mencatat setiap
perilaku karyawan dan membuat catatm secara perioedik tentang perilaku karyawan
baik yang efektif maupun yang ineffektif.
6.
objective base measure adalah format desain
performance manajemen dimana karyawan bertemu dengan supervisor terlebih dahulu
selama beberapa waktu dimana performance itu akan dinilai.
Pertimbangan
lain
Beberapa faktor penting perlu
dipertimbangkan ketika akan mengembangkan sistem performance management yang
efektif. Pertama, organisasi perlu memastikan hubungan antara sistem
performance management dengan sistem pelatihan, pengembangan dan kompensasi.
Tujuan dan keberhasilan Pelatihan dan pengembangan harus tercermin dalam sistem
umpan balik kinerja. Kriteria yang dimaksud adalah seperti kinerja yang
dievaluasi harus selaras dengan sistem kompensasi atau penghargaan.
Bagaimanapun, banyak perusahaan telah
memiliki inisiatif yang strategis yang melibatkan perencanaan dan pertumbuhan
jangka panjang. Menuntut menggunakan kriteria tersebut tidak dapat mengukur
berdasarkan kinerja selama menggunakan periode masa lampau. Beberapa organisasi
memiliki pengelolaan kerja tim yang ditempatkan untuk bertanggungjawab terhadap
kinerja atas kelompok daripada pada tingkat individual.
Pertimbangan terakhir adalah derajat
standarisasi atau fleksibilitas dari sistem performance management.
Standarisasi sangat penting untuk mencegah job bias atau pernyataan terhadap
perlakuan diskriminasi. Fleksibilitas dalam sistem ini penting karena pekerjaan
memiliki perbedaan tingkat tanggung jawab dan akuntabilitas dan membutuhkan
perbedaan jenis dan percampuran beberapa keahlian (kemampuan teknik,
interpersonal atau administrasi).
Kenapa performance management systems
sering gagal
Meskipun performance management system menjadi
ha yang penting, banyak manajer dan eksekutif tidak melakukan umpan balik dari
performance. Proses tersebut biasanya memakan waktu dan tidak praktis sehingga
dapat membuat manajer tidak nyaman.
Pertama, Banyak manajer yang menjadi
kecil hati dikarenakan kompleksitas dalam proses. Data tentang performance
mungkin dapat menjadi subyek pada beberapa tingkat yang diteliti atau
membutuhkan koleksi data dalam jumlah yang besar yang harus dianalisis dan
perlu meringkasnya.
Kedua, kecuali jika proses performance
management menggunakan beberapa rencana dimana manajer dan subordinat
menggunakan data performance untuk seperangkat tujuan yang jelas terhadap
performance yang akan datang, yang akan berdampak pada kinerja anggotanya.
Ketiga, ketika keputusan mengenai gaji,
promosi dibuat berdasarkan performance management data, tuntutan mengenai
diskriminasi mungkin akan dilakukan oleh karyawan yang tidak merasa menerima
penghargaan secara wajar.
Keempat, banyak manajer merasa mereka
memiliki kontrol yang kecil kepada proses yang mereka serahkan kepada kinerja
subordinate.
Kelima, karyawan dan manajer mengeluhkan
kenyataan bahwa banyak performance management system sepenuhnya terpisah dati
sistem penghargaan dari organisasi.
Beberapa alasan banyak manajer menolak
atau mengabaikan performance management :
Ë Proses
terlalu kompleks
Ë Tidak
ada pengaruh atas job performance
Ë Kemungkinan
tantangan hukum
Ë Kurangnya
kontrol selama proses
Ë Tidak
adanya hubungan dengan penghargaan
Ë Kompleksitas
dan panjangnya bentuk
Beberapa strategi untuk memperbaiki
performance management system
ü Melibatkan
manajer dalam mendesaign sistem
ü Menjaga
manajer yang akuntabel tetap pada performa terbaiknya dan mengembangkan
subordinat mereka
ü Membuat
seperangkat harapan yang jelas terhadap performance
ü Seperangkat
tujuan yang jelas untuk sistem yang dibuat
ü Mengkaitkan
ukuran performance dengan penghargaan
ü Menambah
komitmen dari senior management
Setelah mengimplementasi strategi baru,
Chiemchanya memang membuat perusahaan lebih terfokus dengan membagi sistem
tugas. Antara tugas sales representatif dan THB lebih terstruktur dan sales
representatif tidak lagi mengemban semua tugas.
Biomed, bukan lima besar perusahaan
farmasi yang ada di pasar Thailand. Dengan strategi fokus yang mengurangi pasar
rumah sakit, pangsa pasar biomed makin mengecil. Dengan strategi fokus dan low
cost ini, diharapkan dapat mengoptimalkan konsumen yang ada di biomed.
0 komentar:
Posting Komentar