Minggu, 06 Juli 2014
Resume Chapter 5
Asumsi
tentang pengaruh adaptasi eksternal
Model
yang paling berguna untuk mengidentifikasi konten dimensi budaya organisasi
diturunkan dari psikologi sosial dan dinamika kelompok. Semua kelompok dan
organisasi menghadapi dua permasalahan tipikal :
1. Kelangsungan
hidup di dalam dan adaptasi dengan lingkungan eksternal
2. Integrasi
proses internal dalam menjamin kapasitas untuk terus bertahan dan menyesuaikan
diri.
Dengan
kata lain, dari sudut pandang evolusi, kita perlu mengidentifikasi pengaruh
yang dihadapi kelompok dari saat asal mulanya sampai dengan tahap maturity dan
decline. Proses pembentukan budaya identik dengan proses pembentukan kelompok,
dengan inti sari kekelompok an atau identitas kelompok menghasilkan pola
berbagi asumsi, yang disebut dengan budaya kelompok. Tanpa sebuah kelompok,
tidak akan ada budaya, dan tanpa berbagi asumsi, beberapa tingkat minimal
budaya, itu hanya kumpulan orang, bukan sebuah kelompok.
Pendekatan
untuk mengidentifikasi elemen dan dimensi budaya secara fundamental berbeda dengan
yanag dilakukan ahli antropologi, karena kita mencoba memahami tidak hanya
budaya yang ada tetapi juga pembentukan, evolusi dan destruksi budaya tersebut.
Beberapa permasalahan adaptasi dan kelangsungan hidup eksternal.
1. Misi
dan strategi
Memperoleh
pemahaman bersama tentang misi inti, tugas utama, fungsi manifest dan laten
2. Tujuan
Mengembangkan
konsensus tentang tujuan, yang berasal dari misi inti
3. Sarana
/Upaya
Mengembangkan
konsensus tentang sarana dan upaya yang digunakan untuk mencapai tujuan, seperti
struktur organisasi, divisi tenaga kerja, sistem reward dan sistem otoritas
4. Pengukuran
Mengembangkan
konsensus pada kriteria yang digunakan untuk mengukur seberapa baik kelompok
memenuhi tujuan, seperti sistem informasi dan kontrol
5. Perbaikan
Mengembangkan
konsensus pada perbaikan yang tepat atau memperbaiki strategi yang digunakan
jika tujuan masih belum tercapai.
Asumsi
bersama tentang misi, strategi dan tujuan
Sebuah kelompok atau
organisasi harus mengembangkan sebuah konsep yang dianut tentang pokok permasalahan
kelangsungan hidupnya, yang biasanya berasal dari misi inti, tugas utama atau
“alasan untuk menjadi” . Dalam banyak organisasi bisnis, pada umumnya berkisar
pada kelangsungan hidup ekonomi dan perkembangan yang melibatkan pemeliharaan
hubungan baik dengan stakeholder
perusahaan, antara lain : investor dan stockholder,
suplier material yang diproduksi, manajer dan pegawai, komunitas masyarakat dan
pemerintah dan yang terakhir adalah konsumen yang bersedia membayar produk atau
jasa.
Banyak studi tentang
organisasi telah menunjukkan kunci pertumbuhan dan kelangsungan hidup jangka
panjang adalah menjaga kebutuhan konstituen agar tetap seimbang, dan misi
organisasi sebagai seperangkat keyakinan tentang kompetensi pokok dan fungsi
dasar di masyarakat, biasanya merupakan pencerminan keseimbangan tersebut
(Donaldson dan Lorsch, 1983; Kotter dan Heskett, 1992; Porras dan Collins,
1994). Sebuah kesalahan jika berpikir total fokus pada salah satu konstituen
karena semua konstituen secara bersama-sama membentuk lingkungan dimana
organisasi akan sukses.
Meskipun misi pokok
atau tugas utama biasanya dinyatakan dengan konstituen tunggal, misalnya
pelanggan, tetapi banyak organisasi mempunyai fungsi ganda sebagai pencerminan dari
banyaknya stakeholder. Sehingga ada beberapa fungsi ini merupakan justifikasi
publik, sedangkan lainnya “latent” atau tidak disebut. Misalnya, fungsi
manifest sistem sekolah adalah mendidik. Tetapi segala sesuatu yang terjadi di
sekolah menyarankan beberapa fungsi laten, seperti : menjaga anak-anak dari
jalanan dan pasar tenaga kerja sampai mereka cukup umur dan mempunyai keahlian,
untuk mengelompokkan generasi selanjutnya sesuai dengan bakat dan keahliannya
di masyarakat, memungkinkan berbagai macam pekerjaan terkait dengan sistem
sekolah untuk menyesuaikan dan memelihara otonomi profesional. Dalam memenuhi
fungsi-fungsi tersebut, pemimpin serta anggota organisasi harus menyadarinya
demi kelangsungan hidup organisasi. Misi pokok menjadi pengaruh kompleks
multifungsional, dan beberapa fungsi harus tetap laten untuk menjaga wujud
identitas organisasi. Dalam organisasi bisnis, fungsi laten meliputi penyediaan
pekerjaan di komunitas tempat bisnis berada, penyediaan sumber daya ekonomi
pada masyarakat dalam bentuk barang dan bahan mentah yang dibeli, dan
penyediaan bakat manajerial yang digunakan dalam aktivitas.
Misi berhubungan
langsung dengan strategi. Organisasi membuat rencana untuk memenuhi fungsi
manifest dan laten, meliputi keputusan tentang produk dan jasa yang merupakan
pencerminan identitas organisasi.
Berdasarkan uraian di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu elemen yang paling sentral dari
budaya adalah asumsi yang dibagikan anggota organisasi tentang identitas mereka
dan misi atau fungsi pokok. Hal ini tidak selalu disadari tetapi dapat muncul
jika menelisik keputusan stratejik yang dibuat organisasi.
Asumsi
bersama tentang tujuan yang berasal dari misi
Konsensus dalam misi
pokok dan identitas tidak secara otomatis menjamin anggota organisasi mempunyai
tujuan umum atau berbagai subkultur secara tepat sejalan untuk memenuhi misi.
Faktanya, dasar subkultur di organisasi tanpa disadari bekerja dengan tujuan
berbeda dengan beberapa elemen misi. Untuk mencapai tujuan konsensus, kelompok
membutuhkan berbagi asumsi tentang dasar logistik operasional yang dapat
menggerakkan sesuatu yang abstrak seperti misi menjadi tujuan konkrit dalam
mendesain, manufaktur dan menjual produk atau jasa dalam biaya yang disepakati
dan batas waktu. Misi dan strategi bisa jadi tahan lama, sedangkan tujuan harus
dirumuskan untuk yang akan dilakukan tahun depan, bulan depan, dan esok hari. Tujuan
mengkonkretkan misi dan memfasilitasi keputusan tentang sarana/upaya. Dalam
proses, perumusan tujuan juga sering mengungkap isu yang tidak terpecahkan atau
kurangnya konsensus subkultur tentang isu-isu yang lebih dalam.
Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa tujuan dapat ditetapkan pada beberapa tingkat abstraksi dan
di dalam horison waktu yang berbeda.
Asumsi
bersama tentang sarana untuk mencapai tujuan : struktur, sistem dan proses
Beberapa elemen penting
budaya organisasi adalah asumsi dasar bersama tentang bagaimana menyelesaikan
segala sesuatu, bagaimana mencapai misi dan bagaimana sampai pada tujuan.
Pemimpin organisasi biasanya menanamkan struktur, sistem dan proses yang jika
sukses, menjadi bagian dari budaya.
Keahlian, teknologi dan
pengetahuan yang dimiliki oleh kelompok dalam usahanya untuk bertahan di
lingkungannya menjadi bagian dari budaya kelompok tersebut jika ada konsensus
pada keahlian seperti apa dan bagaimana menggunakannya.
Dalam mengembangkan
sarana untuk mencapai tujuan, banyak pengaruh internal yang harus dihadapi oleh
kelompok. Permasalahan eksternal tentang divisi struktur tenaga kerja harus
mengenal siapa yang mempunyai otoritas. Sistem kerja kelompok menentukan ikatan
dan aturan keanggotaan. Kepercayaan dan bakat umum pemilik dan pemimpin
kelompok menentukan fungsi mana yang dominan ketika kelompok berkembang.
Kesimpulannya, sebagai
bentuk asumsi budaya di sekitar sarana agar dapat mencapai tujuan, asumsi pasti
akan melibatkan masalah internal tentang status dan identitas yang menyoroti
kompleksitas analisis sarana dan permasalahan
seputar usaha untuk merubah organisasi untuk mencapai tujuan. Konsensus
terhadap sarana yang digunakan menciptakan kebiasaan perilaku dan banyak
artefak yang pada akhirnya diidentifikasi sebagai manifestasi yang tampak dari
budaya.
Asumsi
bersama tentang mengukur hasil dan mekanisme perbaikan
Semua kelompok dan
organisasi perlu tahu bagaimana hasil yang mereka lakukan sesuai dengan tujuan
dan secara periodik perlu diperiksa
untuk menentukan kinerja yang dilakukan sesuai dengan misi. Proses ini
melibatkan tiga area dimana kelompok perlu melakukan konsensus tentang apa untuk
mengukur, bagaimana cara mengukur dan apa yang harus dilakukan ketika butuh
perbaikan.
What to Measure
Saat kelompok
melaksanakan tugasnya, seharusnya mereka mempunyai kesepakatan tentang
bagaimana menilai kinerjanya untuk mengetahui apa yang perlu dilakukan jika
sesuatu berjalan tidak sesuai yang diharapkan.
Consensus on Means of
Measurement
Konsensus harus dicapai
dalam menentukan kriteria dan sarana sesuai dengan informasi yang dikumpulkan.
Dapat disimpulkan bahwa
keputusan organisasi tentang metode yang digunakan untuk mengukur aktivitas dan
pencapaiannya menjadi elemen sentral budayanya selama konsensus berkembang di
sekitar permasalahan ini. Jika konsensus gagal berkembang, dan subkultur yang
kuat terbentuk di sekeliling asumsi yang berbeda, maka organisasi itu akan
mengalami konflik yang dapat secara potensial menurunkan kemampuannya untuk
mengatasi lingkungan eksternal.
Asumsi
bersama tentang perbaikan dan perbaikan strategi
Area terakhir konsensus
yang krusial untuk adaptasi dengan lingkungan eksternal adalah apa yang harus
dilakukan jika perubahan dibutuhkan dan bagaimana untuk membuat itu berubah. Kegiatan
perbaikan yang efektif membutuhkan konsensus untuk mengumpulkan informasi eksternal, bagaimana mendapat
informasi pada bagian yang tepat dimana organisasi dapat melakukannya dan bagaimana
mengubah proses produksi internal untuk mau menerima informasi baru tersebut.
Organisasi bisa menjadi tidak efektif jika kurang konsensus pada bagian manapun
dalam pengumpulan informasi dan pemanfaatan siklus (Schein, 1980).
Jika informasi sudah
ada di tempat yang tepat, dimengerti dan dilakukan, masih ada permasalahan
untuk mencapai konsensus tentang langkah apa yang akan diambil. Misalnya, jika
produk gagal dipasarkan, apakah organisasi memecat manajer pemasaran, menguji
kembali strategi pemasaran, menilai kembali kualitas riset dan proses
pengembangan, membentuk tim dari semua fungsi untuk menyelidiki kegagalan atau
menyapu kegagalan dan secara diam-diam memindahkan orang ke pekerjaan lain?
Proses perbaikan tidak
terbatas pada area permasalahan. Jika perusahaan mendapatkan tanda
kesuksesan, mungkin perusahaan
memutuskan untuk berkembang pesat atau mengembangkan strategi secara hati-hati,
atau mengambil keuntungan cepat dan resiko yang tetap kecil. Konsensus dalam
hal ini menjadi krusial untuk efektivitas, dan jenis konsensus yang dicapai
adalah satu determinan “style” perusahaan.
Setelah tindakan perbaikan diambil,
informasi baru harus dikumpulkan untuk menentukan apakah hasil yang dicapai
sudah meningkat atau belum. Merasakan perubahan di lingkungan, mendapatkan
informasi pada tempat yang tepat, mencerna informasi tersebut, dan
mengembangkan respon yang tepat merupakan bagian dari siklus pembelajaran yang
tak ada hentinya yang pada akhirnya mencirikan bagaimana organisasi tertentu
mempertahankan efektivitasnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar