Rabu, 02 Juli 2014
Case Study : Beckton Dickinson (E) An Assessment of Strategic Human Resource Management Profiling
Sejak 1988 saat SHRM profiling pertama dikenalkan
pada Becton Dickinson dapat diimplementasikan dalam delapan lini divisi, dua
staf fungsi, sektor diagnostik, dan level korporat. Di beberapa divisi sebuah
profil tambahan telah dilaksanakan. Hampir semua profile ini diarahkan oleh
manajer dalam perusahaan SDM dan fungsi strateginya.
Evaluasi SHRM berfokus pada sepuluh unit , delapan
divisi dengan sektor diagnostik dan organisasi korporat yang telah mengalami
sekali profile SHRM. Ada beberapa kesimpulan diantaranya :
ü Pengalaman manajemen dan profile dengan semua SHRM
profiles
ü Wawancara dengan top manajemen dan anggota
employee task force dengan asisten riset di tiap unit
ü Kuesioner dilakukan pada Komite Organisasi (OC),
ETF dan aryawan yang diwawancarai oleh ETF daari sepuluh unit. Seribu karyawan
disurvey dan separuhnya merespon.
ü Analisis hambatan implementasi strategi yang
diidentifikasi oleh employee task force dalam sepuluh unit studi
ü Feedback meeting dalam beberapa divisi dan
pimpinan perusahaan dimana didiskusikan temuan-temuan dengan top managements
team dan ETF
SHRM Profiling dimaksudkan untuk memungkinkan
general manager dan laporan cepatnya untuk mengakses kemampuan organisasinya
untuk mengimplementasikan dan mereformulasi strategi. Sebuah organisasi mampu
untuk mengimplementasi strateginya ketika semua elemen organisasinya,
strukturnya, sistemnya, staf, gaya, keahlian dan shared valuenya selaras dengan
strategi.
Karyawan yang terlibat dengan implementasi
strategi mengetahui kapan organisasi tidak selaras dengan strategi.
Pengalamannya mengatakan bahwa halangannya adalah pengalaman ini menjadi poin
organisasi dalam organisasi dimana membutuhkan perubahan untuk dicapainya
keselarasan.
Tuntutan SHRM adalah analisis cermat seberapa jauh
organisasi tergabung, pengembangan visi kedepan oleh manajemen mengenai
bagaimana mereka mengelola dan mengorganisasi secara berebda san keterlibatan
karyawan dalam implementasi visi tersebut. Partisipasi karyawan dalam
mengidentifikasi halangan dan mengimplementasi visi diyakini sebagai kunci
mendapatkan komitmen.
SHRM telah menjadi proses general untuk
pengembangan organisasi dan manajemen di setiap level. Riset, dimaksudkan untuk
mengidentifikasi pentingnya SHRM profiling yang sukses untuk informasi mengenai
halangan yang belum didiskusikan sebelumnya demi implementasi strategi dan aksi
manajemen berdasarkan data. Apabilakaryawan mengidentifikasi halangan dari
profile, SHRM akan menguranginya dan tugas strategis akan diimplementasikan
dengan lebih efektif, dimana ini jugamenjadi indikasi bahwa pemikiran bukanlah
bukti kesimpulan, tetapi sebuah proses yang bekerja.
Penemuan diantaranya :
ü Prioritas yang tidak jelas atau bertabrakan
ü Kesulitan bagaimana tim top bekerja sama
ü Gaya manajemen yang naik turun
ü Koordinasi divisi dan interfungsional yang rendah
ü Komunikasi vertikal yang kurang
ü Defisiensi dalam pengembangan karir
® Apakah SHRM menemukan isu relevan?
Dari wawancara dan kuesioner, menunjukkan
dengan jelas dukungan berupa kesimpulan bahwa profiling SHRM menampakkan isu
relevan untuk implementasi strategi
® Apakah hasil SHRM ada dalam agemnda pengembangan?
Manajemen mengembangkan action plan
untuk perubahan. Diskusi dengan meeting
timbal balik mengindikasi manajemen merasa Profiling yang dilakukan SHRM
memiliki agenda perubahan yang bisa menjalankan bisnis
® Apakah SHRM memacu perubahan organisasi secara
aktual?
Wawancara dengan lima divisi dan
observasi top manajgement sebagai profile internal dan eksternal menunjukkan
bahwa tipe inisiatif perubahan bisa diatribusikan sebagai bagian dari
keseluruhan SHRM
Karyawan
merasa rendah diri untuk berubah.
Ada perbedaan jumlah perkembangan pada tugas strategik dalam mengurangi
ihalangan untuk implementasi strategi antara sepuluh unit pengimplementasi
strategi.
Perubahan yang kecil atau tidak sama sekali
terjadi dalam persepsi : dimana orang-orang dipromosikan pada skill dasarnya
untuk mengelola orang lain dan karyawan dapat meningkatkan isu yang sulit
dengan pengelolaan manajemen yang lebih baik. Kebijakan BD dan praktiknya
meningkatkan budaya kerja yang tinggi atau perusahaan memiliki ketertarikan
mengenai kesejahteraan dan kepuasan karyawan.
Karyawan juga merasa rendah diri terhadap
perubahan dalam periode selama profiling SHRM karena banyak faktor dan SHRM
tidak mampu untuk mengukur penambahan dan perubahan yang dirasakan. Karyawan
merasa perubahan yang kecil atau tidak sama sekali dalam isu terkait
kesejahterasaan dan motivasi, sedangkan mereka melihat lebih banyak perubahan
dalam halangan implementasi strategi.
® Seberapa banyak dukungan untuk SHRM disana?
Karyawan merasa antara beberapa dan
kesepakatan besar diantara top team unit. Mereka berpikir bahwa beragam level
dan bagian unit dibagi dalam komitmen pada SHRM dan melihat beberapa konsensus
hanya diantara para manajer kunci mengenai kebutuhan akan SHRM.
® Mengapa dukunga digabungkan
SHRM dipandang tidak terjangkau oleh
level bawah. Seperti strategic profiling, para manajer ini mengasumsikan bahwa
SHR adalah alat untuk mengindormasi manajemen sehingga mereka bisa menganalisa
dan memutuskan. Apakah SHRM harus lebih daripada sebelumnya dari pertanyaan
terbesar yang diajukan. Bebara bahkan berpikir bahwa profile SHRM melakukan
terlalu banyak daripada yang dibutuhkan.
Survey membuktikan bahwa profile dan
fungsi HR dianggap lebih relatif tidak terlibat dalam membantu divisi manajemen
mengimplementasikan action plan. Dalam diskusi feedback meeting, beberapa
mengira apakah HR harus dilibatkan dalam follow-up. Secara umum, item terkait
follow-up lebih rendah dibanding item lain dalam proses SHRM. Ini konsesten
dengan pengalaman parap profiler eksternal yang tidak sukses dalam meyakinkan
manajemen akan kebutuhan follow-up untuk mendukung formasi tim.
Apa yang harus dilakukan dalam SHRM ?
ü Adanya lack of clarity dan konsensus dimana SHRM
harus menjadi organisasi generik yang meningkatkan proses untuk menemukan
kembali organisasi dan prosesnya
ü Sejarah BD dari profiling strategic dimana secara
ekstrem membantu pengumpulan penerimaaan dari profiling SHRM yang juga
menunjukkan bagaimana SHRM itu berbeda
ü Arti yang tidak kuat mengenai menerjemankan
strategi yang digeneralisasi oleh profiling meeting ke dalam proses
pengembangan yang berkelanjutan dan perubahan. Hal ini disebabkan :
û Tidak ada koneksi antara SHRM dan upaya
pengembangan lain
û Anggota ETF dan karyawan lain tidak terlibat erat
dalam reinventing process, kebijakan dan praktik dalam merespon problem yang
meningkat dari SHRM
û SHRM kekurangan proses metodologi dan redesain praktik dan mengukur jalur perkembangan
KESIMPULAN dan JAWABAN
Dari penjelasan kasus diatas, muncul pertanyaan utama,
“Apakah SHRM tetap dipertahankan keberadaannya? Apabila YA, apakah
partisipasinya harus sukarela atau kewajiban? Apabila kewajiban, bagaimana top
management bisa memantau tindak lanjut dari proses yang muncul? Jika SHRM
dipertahankan, apa yg perlu drubah atau ditingkatkan?”
Mari kita simak dahulu dari latar belakang Becton
Dickinson (BD).
BD is a medical technology company
that serves healthcare institutions, life science researchers, clinical
laboratories, industry and the general public. BD manufactures and sells a
broad range of medical supplies, devices, laboratory equipment and diagnostic
products. BD is headquartered in the United States and has offices in more than 50 countries worldwide.
Beckton Dickinson bergerak di bidang medis, yang tentunya
sangat dinamis dan membutuhkan energi yangg besar untuk bisa terus bertahan dan
mengikuti percepatan perkembangan teknologi.
Dalam hal ini, proses yg bisa mendorong competitiveness
perusahaan adalah terus menerus memperbaiki dan meningkatkan diri. Disinilah
SHRM berperan; memberikan masukan, informasi dan data yang dapat digunakan
untuk memperbaiki proses di dalam perusahaan sehingga perusahaan bisa terus
memenuhi tuntutan pasar.
Jadi, untuk pertanyaan pertama, jawabannya adalah YA.
Dari hasil survey SHRM, terlihat ada ‘central tendency’ pada
jawaban yang diberikan. Sebagaimana yg diungkap dari kritik terhadap SHRM,
seperti ada yg keterkaitan yang hilang dalam data yang ditampilkan oleh SHRM.
Tapi, walaupun begitu, SHRM sendiri dirasakan penting keberadaannya.
Jadi, salah satu yang bisa dilakukan adalah mewajibkan partisipasi,
tapi prosesnya diubah. Misalnya dengan menjadikan responden survey Anonymous,
yg mungkin bisa mendorong responden untuk mengatakan dengan lebih jujur, serta
menghilangkan kekhawatiran akan disangkutpautkan dengan komentar negatif yang
diberikan.
Karena SHRM adalah proses yg kontinyu, agar informasi,
data, dan masukannya lebih besar ‘manfaatnya’, mungkin bisa dibuat per tema,
bergantung dari area mana yang dirasakan mendesak untuk segera dibahas, daripada
membahas seluruh area dan masukannya pun berkesan terlalu umum.
Modifikasi di bentuk skala pun bisa dilakukan, untuk
meransang respon yang lebih jujur dan obyektif.
Salah satu kritik terhadap SHRM adalah terlihat
ketidakmengertian di level karyawan akan keterkaitan SHRM dengan proses yang
terjadi di level manajemen. Mungkin perlu kembali dilakukan sosialisasi atas
proses yang terjadi dalam SHRM, sehingga semua karyawan bisa memahami bagaimana
pentingnya SHRM bagi perusahaan.
Selain itu, daripada membentuk banyak ‘badan’ untuk
mengumpulkan data, bisa saja dibuat badan gabungan dari unsur-unsur yg
dirasakan penting (manajemen, karyawan, task force), sehingga bisa lebih
efektif dan efisien. Badan ini akan jadi penanggung jawab atas terlaksana SHRM,
sekaligus mengeluarkan rekomendasi pada manajemen dan penjelasan kepada
karyawan.
Diharapkan dari penjelasan kesimpulan jawaban diatas, diharapkan
profiling SHRM yang dilakukan oleh perusahaan bisa bersinergi dan selaras
dengan strategi bisnis, sehingga action plan perusahaan bisa berperan penting
untuk pencapaian target dan tujuan perusahaan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar