Selasa, 26 Agustus 2014
Resume Performance Management
Subordinate
Mengevaluasi kemampuan
leadership untuk menghadapai tantangan, membentengi karyawan dari politic dan
meningkatkan kompetensi karyawan. Perfoemance information yang diperolah dari
subordinates akan lebih akurate ketika sebuah oerganisasi yang mengutamakan
pengembangan daripada administrative.
Self
Informasi performance
dari self dapat digunakan sebagai pembanding dengan alat peneilei yang lain
juga dapat digunakan unutk mengetahui passion karyawan. Akan tetapi perlu
adanya jaminan kerahasiaan terhadap informasi ini dari karyawan lain.
Customer
Memerlukan biaya dan
waktu akan tetapi memiliki keakuratan terhadap penilaian karena ada interaksi
terhadap public terutama yang bergerak dalam bidang jasa.
Disagreement Across Source
Penilaian lebih dari satu
source dalam dimensi yang sama akan memunculkan kebiasan. Oleh karena itu perlu
pendefinisian yang jelas terhadap dimensi penilaian.
Model Of Rater Motivation
Supervisor menilai tinggi
ü Maximize reward
ü Encourage employee
ü Menghindari rekam jejak yang buruk
ü Menghindari konflik
ü Mempromosikan employee
ü Mempertimbangkan sebagai good leader
Supervisor menilai rendah
ü Shock therapy
ü Menegur pegawai nakal
ü Mengusir pelan – pelan
ü Membuat rekam jejak yang buruk
Minggu, 24 Agustus 2014
Pull and Push Spply Chain Management
A.
INTRODUCTION
Sebagai
pemahaman dasar,
supply chain management
berkaitan dengan adanya hubungan efisiensi dari suppliyer, manufactirers, warehouse dan store. Tantangan dari supply
chain management adalah mengkoordinasikan keseluruhan aktivitas supply chain sehingga dapat meningkatkan
kinerja perusahaan seperti mengurangi biaya, meningkatkan kualitas pelayanan,
mengurangi bullwhip effect dan
memiliki kepekaan terhadap perubahan. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan
dalam supply chain management adalah
:
· Beraneka
macam strategi supply chain management seperti
push, pull dan push-pull strategy
· Kerangka
kerja atas kesesuaian produk dan industri dengan supply chain management
· Supply chain management didasarkan
atas permintaan
B.
PUST, PULL, AND PUSH-PULL SYSTEM
B.1. Pengertian
Strategi supply chain
management secara tradisional sering dikategorikan menjadi dua macam, yaitu
strategi push dan pull. Namun demikian dalam
perkembangannya kemudian dikenal adanya push-pull
strategy, yang secara singkat
dijelaskan sebagai berikut :
1.
Push –Based Supply Chain
Dalam push–based supply chain, keputusan
produksi dan distribusi didasarkan atas perencanaan jangka panjang, sehingga
pabrik didasarkan atas perkiraan permintaan atas pesanan yang diterima dari
pengecer. Atau dengan pengertian lain push–based
supply chain adalah aksi untuk mengantisipasi kebutuhan dengan proses
manajemen sebagai upaya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya risiko stoke-out.
2.
Pull-Based Supply Chain
Dalam pull–based supply chain, produksi
dan distribusi didasarkan atas permintaan sehingga lebih dikoordinasikan dengan
permintaan konsumen real daripada
perkiraan permintaan. Atau dengan kata
lain, push–based supply chainadalah
akdi dalam melayani perintaan sehingga proses produksi yan berjalan dengan
mempertimbangkan adanya inventory/persediaan
kekecil mungkin. Perbedaan
pull system dan push system yaitu bahwa sistem manufaktur push membutuhkan
ketersediaan inventori untuk mendukung kelancaran proses produksi, sedangkan
sistem manufaktur pull menghendaki ketiadaan inventori karena dipandang sebagai
beban biaya.
Dengan memahami kedua strategi supply chain management tadi maka
dapat dipahami keuntungan dan kerugian dari keduanya, yang kemudian dapat
diambil keuntungan dari kedua strategi tersebut yang kemudian dapat dikenal
dengan push-pull strategy.
3.
Push-Pull Supplay Chain
Idealnya dalam kegiatan supply chain managemen menggunakan pendekatn diantara push dan pull-based, dan kemudian hal ini dikenal dengan istilah push-pull boundary. Untuk lebih memahami
strategi ini, pertimbangan supply chain
time line didefinisikan sebagai waktu yang berada diantara pemesanan bahan
baku mentah, sebagai awalan dari time
line, dan mengrimkan pesanan kepada pelanggan sebagai akhir time line. Dalam prakteknya, “push” merupakan bagian dari supply chain management pada saat
sebelum dilakukan perakitan, sedangkan “pull” dimulai dari perakitan yang
didasarkan atas permintaan /pesanan
konsumen
![]() |
B.1. APLIKASI
Dengan memahami ketiga strategi supply chain managemen, maka kita dapat menentukan
strategi mana yang akan kita pilih sebagai strategi terbaik. Ynag dapat
digunakan debagai pertimbagna dalam menentukan pilihan strategi tersebut adalah
ketidakpastian permintaan (demand
uncertainty) dan skala ekonomi (economics
of scale). Semakin tingginya tingkat ketidakpastian permintaan maka
strategi yang digunakan adalah “pull”
dan sebaliknya jika tingkat ketidakpastian rendah maka strategi “push” yang digunakan.
Hal yang sama juga berlaku untuk skala ekonomi,
semakin tinggi tingkat kepentingan atas skala ekonomi dalam mengurangi biaya,
semakin tinggi nilai agregat demand, yang kemudian semakin tingginya tingkat
kepentingan atas pengelolaan supply chain
management didasarkan atas perkiraan jangka panjang, maka strategi yang
digunakan adalah push-based strategy.
Hal yang sama berlaku sebaliknya. Dengan mempertimbangkan tingkat ketidak
pastian permintaan dan skala ekonominya, pengklasifikasian jenis barang dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan kedUa hal
tersebut yag kemudian menentukan mana strategi suppy chain yang terbaik.
Pada dasarnya strategi push dan pull didasarkan
atas jenis produknya termasuk didalamnya kapan push-pull boundary dilakukan. Sebagai contoh untuk jenis perusahaan
komputer, push-pull boundary tejadi
pada proses perakitan, sedangkan perusahaan furnitur push-pull boundary terjadi pada proses produksi.
C.
STUDI KASUS (PT TOYOTA)
Keberhasilan Toyota menjadi salah satu
perusahaan kelas dunia memang tidak terlepas dari keunggulan operasional yang
dimiliki perusahaan tersebut. PT Toyota selalu menciptakan inovasi dengan
proses yang cepat dan fleksibel, yang juga memberikan apa yang diinginkan
pelanggan tepat waktu dengan kualitas yang tertinggi dan biaya yang terjangkau.
Keunggulan operasional pada Toyota ini yang dijadikan sebagai senjata
strategis. Keunggulan operasional tersebut sebagian didasarkan juga pada metode
yang dikembangkan oleh PT Toyota, yang kemudian di kalangan perusahaan manufaktur, biasa
dikenal dengan Toyota Production System
(TPS). Toyota Production System inilah yang memicu terjadinya transformasi global industri dunia.
Tujuan Toyota Production System
Terkesan
pada kenyataan betapa konsumen bebas memilih apa dan berapa yang mereka
inginkan, timbul idenya mengembangkan PULL SYSTEM. Dalam sistem ini, setiap
lini produksi menjadi supermarket bagi lini produksi berikutnya. Setiap lini
hanya akan mengganti item yang diperlukan atau dipilih oleh lini berikutnya
sehingga sistemnya sangat ramping (secara umum disebut sistem lean production). Selain
itu Toyota juga melakukan pengisian stok komponen atau hasil rakitan yang belum
jadi (sub-rakitan). Hal yang telah disebutkan tadi tercakup pada Toyota Production System yang diterapkan di Toyota. Inti dari Toyota Production System adalah peningkatan
produktivitas dan pengurangan biaya, sehingga mampu membuat mobil dengan
kualitas yang lebih baik, lebih murah, untuk keperluan pelanggan atau
masyarakat luas. Untuk mencapai kedua tujuan tersebut Toyota
memusatkan perhatian pada gagasan penghapusan segala jenis fungsi yang tidak
perlu dalam proses manufacturing dan
segala proses operasional. Untuk itu dibuat aktivitas yang sifatnya menyeluruh di dalam
perusahaan, dengan konsep menurunkan biaya
produksi dengan menghilangkan MUDA (pemborosan), MURA (ketidakteraturan), dan
MURI (beban berlebihan) secara menyeluruh, menggunakan cara pembuatan barang
yang bersifat rasional dan melakukan pengembangan teknik produksi yang lebih
efektif dan efisien.
Strategi Toyota Production System
Peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya
merupakan dua hal yang menjadi fokus dalam penerapan Toyota Production System. Beberapa strategi yang dikembangkan Toyota dalam upaya
mencapai dua tujuan tersebut adalah :
1.
Hanya membuat barang yang dapat dijual
Konsep
yang digunakan oleh Toyota diantaranya :
·
Takt
Time
Yaitu waktu yang diperlukan untuk
membuat satu unit, dari proses material, satu part/bagian, sampai proses assembly sebagai suatu produk
·
Just-in-time
Yaitu membuat (memproduksi) barang yang
diperlukan pada saat dibutuhkan dengan jumlah yang dibutuhkan saja. Konsep ini
berkembang dalam bidang produksi, pengaturan persediaan, transportasi, dll.
·
KANBAN
Dalam
pembuatan barang satu per satu, selain digunakan standar waktu “Takt Time” juga
diperlukan alat pengontrol produksi dan pengangkutan yang “Just-in-time”. Alat
kontrol / order ini disebut KANBAN. Tujuan
dari KANBAN adalah :
-
Menghindari atau menghilangkan MUDA dalam proses
produksi
-
Menggunakan waktu yang “Just-in-time”
KANBAN
sejalan dengan Pulling System (Sistem Tarik) di mana proses berikut mengambil
sejumlah barang dari proses sebelumnya sesuai dengan kebutuhan, sedangkan
proses sebelumnya hanya memproduksi sejumlah barang yang telah dikurangi oleh
proses berikutnya. Kegunaaan KANBAN diantaranya
sebagai instruksi untuk produksi dan transportasi, alat visual kontrol serta mencegah kelebihan produksi, mendeteksi elastisitas waktu proses.
2.
Membuat barang yang berkualitas tinggi
Konsep
yang digunakan diantaranya :
·
Built in
Quality
yaitu membuat
produk yang berkualitas. Dalam
proses selalu ditekankan anggapan bahwa proses berikut adalah pelanggan,
sehingga pekerja tidak bisa sembarangan meneruskan defect ke proses berikutnya
·
JIDOKA
Pada
waktu memproses dengan menggunakan mesin, jika timbul kelainan pada mesin atau
pada barang yang sedang diproses, maka perlengkapan mesin tersebut akan
mendeteksi kelainan yang timbul dan akan berhenti secara otomatis. Tujuan
JIDOKA diantaranya :
-
Membuat barang yang kualitasnya 100% baik
-
Mencegah rusaknya perlengkapan mesin
-
Penyederhanaan tenaga kerja (manpower), karena
tidak diperlukan orang untuk mengawasi jalannya mesin
·
POKAYOKE dan ANDON
Yaitu tindakan pencegahan agar defect
(cacat) tidak terulang
lagi.
3.
Membuat barang dengan biaya yang lebih murah
Konsep
yang digunakan diantaranya :
·
HEIJUNKA
Yaitu me-leveling-kan
barang (produk atau part) yang bervariasi, baik dalam jumlah maupun jenisnya.
·
Produksi Lot
Yaitu memproduksi
barang berdasarkan jenis bahan yang digunakan. Lot adalah besaran dari kumpulan
material dan part yang mempunyai tujuan tertentu
·
Standar Kerja
Yaitu
cara kerja atau alat yang menggabungkan perlengkapan mesin, barang, dan
manusia, secara baik untuk mencapai proses produksi yang efektif dan efisien.
Dengan penerapan Toyota Production System menunjukkan
bahwa Toyota akan mampu menata/mengatur bagaimana pekerjaan menjadi efisien sehingga
menciptakan corporate
excellence. Hal ini terbukti PT. Toyota telah mampu menyalip GM sebagai produsen
mobil terbesar di dunia. Adapun
konsep kerja
yang diterapkan PT. Toyota dalam meningkatkan proses bisnis adalah mampu
menghilangkan pemborosan waktu dan sumberdaya, membangun kualitas ke dalam sistem tempat kerja, menemukan
alternatif yang murah tetapi handal, menyempurnakan proses bisnis dan membangun budaya belajar untuk
peningkatan berkesinambungan.
Jumat, 22 Agustus 2014
Studi Kasus Amazon.com
Tom Taylor, Direktur Operasi Supply Chain Amazon.com Eropa harus
mengambil langkah perubahan terhadap Amazon untuk mempertahankan pertumbuhan di
Eropa. Amazon Eropa dihadapkan dengan beberapa pilihan perluasan:
1. Untuk meniru susunan lini produk luas yang ditawarkan Amazon di
AS.
2. Peluncuran Kegiatan
Marketplace baru.
3. Memperluas ke Negara-negara Eropa lainnya.
Atasan Tom telah menetapkan target baginya untuk membantu Amazon
Eropa mengejar ketinggalan dengan Amazon AS, dan diharapkan berhasil dalam
waktu 5 tahun mulai tahun 2004. Keputusan utama yang diperlukan Tom adalah
bagaimana mengkonfigurasi jaringan distribusi yang akan mendukung pertumbuhan
paling tepat Amazon Eropa. Fokus awal Tom di Eropa adalah mencari standarisasi
dan sinergi antara proses operasi di tiga negara berbeda di Eropa yang dilayani
Amazon Eropa. Selama ini, Amazon Eropa mengikuti model pemenuhan desentralisasi
yang tampaknya menawarkan kesempatan untuk rasionalisasi dan penghematan biaya.
Tom melihat potensi besar dalam membangun Jaringan Distribusi Eropa (European
Distribution Network/ EDN) dimana lokasi persediaan akan menjadi strategis,
bukan ditentukan oleh kondisi geografis.
Senin, 18 Agustus 2014
Case Study : Eweida British airliness
Dia mengatakan
itu cukup untuk Miss Eweida untuk menunjukkan - seperti yang dia lakukan -
bahwa ia ditempatkan di bawah kerugian tertentu yang timbul dari keyakinan
agamanya.
Dalam hal tidak
ada saran apapun bahwa mengenakan salib terlihat atau salib adalah bentuk yang
diakui secara umum mempraktekkan iman Kristen, masih kurang satu yang dianggap
(termasuk oleh pelamar sendiri) sebagai persyaratan dari iman.
Sebuah dokumen
dilihat oleh The Sunday Telegraph mengungkapkan bahwa menteri akan berpendapat
bahwa karena itu bukanlah sebuah "persyaratan" dari iman Kristen,
pengusaha dapat melarang pemakaian pekerja lintas dan karung yang bersikeras
melakukannya.
Tapi tidak ada
bukti bahwa orang Kristen menganggap persyaratan untuk memakai salib dan tidak
ada keluhan yang pernah dibuat oleh seorang karyawan Kristen tentang aturan.
QC juga
mengatakan kepada pengadilan bahwa, tidak seperti jilbab bagi perempuan,
mengenakan salib bukanlah "secara umum diakui" ibadah Kristen dan
tidak diperlukan oleh Kitab Suci. "Sebuah banyak orang Kristen yang besar
tidak bersikeras mengenakan salib sama sekali, masih kurang terlihat,"
katanya.
Kami
diperlakukan secara berbeda. Inggris adalah negara yang sangat toleran tapi
kita tampaknya lebih toleran terhadap beberapa kelompok dari yang lain dan saat
ini kita sama sekali tidak toleran terhadap orang-orang Kristen. Anda dapat
memiliki iman tetapi tidak menunjukkan hal itu.
Engsel Kasus
Strasbourg pada apakah hak asasi manusia hukum melindungi hak untuk memakai
salib atau salib di tempat kerja berdasarkan Pasal 9 dari Konvensi Eropa
tentang Hak Asasi Manusia : "Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir,
berkeyakinan dan beragama; hak ini termasuk kebebasan berganti agama atau
kepercayaan, dan kebebasan, baik sendiri atau dalam komunitas dengan orang lain
dan di depan umum atau swasta, untuk menjalankan agama atau kepercayaan , dalam
ibadah, praktek mengajar, dan ketaatan. "
Keempat orang
Kristen Inggris berpendapat bahwa tindakan majikan mereka melanggar artikel
sembilan dan 14 dari Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia, yang melarang
diskriminasi agama dan memungkinkan "kebebasan berpikir, berkeyakinan dan
beragama".
Mereka
mengatakan bahwa orang Kristen diberikan perlindungan kurang dari pemeluk agama
lain yang telah diberikan status khusus untuk pakaian atau simbol seperti
sorban Sikh dan gelang kara, atau jilbab Muslim.
David Cameron,
Perdana Menteri, bahwa ia akan mengubah hukum untuk melindungi ekspresi
keagamaan di tempat kerja, pengacara pemerintah bersikeras bahwa ada "perbedaan
antara lingkup profesional dan pribadi".
James QC Eadie,
bertindak untuk pemerintah, mengatakan kepada pengadilan Eropa bahwa penolakan
untuk memungkinkan perawat NHS dan British Airways untuk pekerja tampak memakai
salib di tempat kerja "tidak mencegah salah satu dari mereka menjalankan
agama secara pribadi", yang akan dilindungi oleh hukum hak asasi manusia.
menunjukkan
bahwa majikan bisa mendiskriminasikan seseorang karena pendapat agama mereka
asalkan karyawan mampu meninggalkan pekerjaan mereka dan menemukan satu lagi
tempat lain . "Seorang majikan bisa memiliki kebijakan menolak untuk
mempekerjakan orang-orang Yahudi karena majikan lain akan mempekerjakan
mereka,"
Variasi dari
seragam standar yang telah dibuat oleh berbagai pengusaha untuk memungkinkan
memakai pakaian panjang atau sederhana yang karyawan ingin pakai karena alasan
agama. Ada juga telah ketentuan khusus dalam hukum untuk Sikh dikecualikan dari
persyaratan untuk mengenakan helm kecelakaan atau memakai pelindung tutup
kepala di situs bangunan. Penyesuaian dan pengecualian menunjukkan dengan cara
menyambut kesediaan dalam masyarakat ini untuk mengakomodasi agama praktik di
mana mungkin
Variasi dari
seragam standar yang telah dibuat oleh berbagai pengusaha untuk memungkinkan
memakai pakaian panjang atau sederhana yang karyawan ingin pakai karena alasan
agama. Ada juga telah ketentuan khusus dalam hukum untuk Sikh dikecualikan dari
persyaratan untuk mengenakan helm kecelakaan atau memakai pelindung tutup
kepala di situs bangunan. Penyesuaian dan pengecualian menunjukkan dengan cara
menyambut kesediaan dalam masyarakat ini untuk mengakomodasi agama praktik di
mana mungkin
Sebagaimana
telah ditunjukkan dalam pedoman yang dikeluarkan oleh Konsultasi, Penasehat dan
Badan Arbitrase (ACAS) pada efek dari Kesetaraan Kerja (Agama atau Kepercayaan)
Peraturan 2003, gaun pengusaha kode yang memiliki efek bertentangan dengan
persyaratan agama mungkin merupakan melanggar hokum diskriminasi tidak langsung
kecuali mereka dapat dibenarkan, misalnya, pada alasan kesehatan dan
keselamatan. Pedoman ACAS juga menunjukkan bahwa dibenarkan kebijakan dan
aturan tentang memakai perhiasan atau memiliki tato atau tanda lain mungkin
merupakan diskriminasi tidak langsung yang melanggar hukum.
Telah ada
beberapa kasus pengadilan di masa lalu yang timbul dari dampak pada gadis-gadis
Muslim dari aturan seragam sekolah dan dalam kasus pengadilan beberapa tahun
lalu itu memutuskan bahwa sekolah tidak bisa menolak mengakui anak laki-laki
Sikh mengenakan sorban. Namun, untuk masalah yang paling bagian dari jenis
telah diselesaikan setelah diskusi dan konsultasi dengan orang tua dan dengan
perwakilan iman masyarakat setempat.
Masalah keamanan
juga dapat mempengaruhi aspek-aspek lain dari kebijakan pada gaun dan memakai
simbol-simbol keagamaan, misalnya, pemakaian dari Sikh kirpan (pedang kecil) di
bandara dan di pesawat. Otoritas public perlu memastikan bahwa panduan yang
jelas selalu tersedia pada persyaratan ini baik dan bahwa komunitas iman yang
relevan dikonsultasikan dalam persiapan.
Masalah juga
bisa muncul dalam keadaan lain tentang pemakaian barang-barang yang
menutupi wajah
seseorang. Ada situasi yang sangat spesifik di mana hal ini dapat menyajikan
masalah tertentu, misalnya di mana orang tuli perlu bibir membaca apa yang
orang lain katakan. Keprihatinan yang lebih umum kadang-kadang diungkapkan oleh
orang-orang yang merasa bahwa menutupi wajah mengurangi atau menghambat interaksi
antara orang (meskipun orang lain tidak merasakan hal ini). Seperti
kekhawatiran perlu diungkapkan dengan sensitivitas. Mereka kemudian dapat
diperhitungkan sebagai satu faktor, tetapi hanya satu, dalam membentuk
keputusan individu tentang mengenakan bentuk gaun.
• Pemakaian di
depan umum gaun agama dan simbol dapat menjadi penting aspek identitas agama
individu dan diskusi tentang pemakaian ini harus setiap saat dilakukan dengan
cara yang sopan dan sensitif.
• Sebuah pilihan
untuk memakai pakaian agama dan simbol harus dihormati dimanapun
Faktor utama
lain seperti keamanan atau kesehatan dan keselamatan tidak datang ke
bermain. Ada
situasi di mana beberapa kompromi diperlukan. Namun, pembatasan - apakah karena
kebutuhan untuk membangun identitas pribadi atau karena persyaratan pekerjaan
tertentu atau pemakaian seragam di sesuai dengan kebijakan sekolah atau badan
hukum lainnya - hanya harus dikenakan di mana persyaratan ini jelas diperlukan
dan setelah sesuai konsultasi.
• penanganan
hati-hati dan sensitif isu terkait dengan pemakaian agama pakaian dan simbol
merupakan bagian dari komitmen yang lebih luas dari masyarakat kita untuk agama
kebebasan dan menghargai keanekaragaman bersama mengejar bersama tentang umum bahan
yg pekat
Root Cause Analysis
· Ketidakjelasan soal ‘uniform
policy’: alasan kenapa policy ini dikeluarkan (mungkin karena BA tidak ingin
terkesan di mata pelanggan, sebagai perusahaan yang mendorong/menolak religi
tertentu, dan bisa jadi karyawan kurang faham mengenai pentingnya policy ini
diikuti – bukan sekadar ‘you do what I told you’; bisa disebabkan karena kurangnya
sosialisasi (?), apa yg boleh, apa yg masih bisa ditolerir.
· Diversity training Seminar yg
dilakukan oleh BA terlihat tidak integrated dengan seluruh policy yg dimiliki
BA, sehingga menjadi kontraproduktif. Kalau integrated, seharusnya tidak muncul
pemahaman yg berbeda mengenai apa yg didukung oleh perusahaan dan apa yg
didorong untuk dilakukan. Di satu sisi, BA mencoba menekankan bahwa perusahaan
menghormati hak-hak minoritas (termasuk penggunaan symbol religi), tapi BA
tidak menjelaskan bagaimana aplikasinya saat ada policy lain (uniform policy)
yg jelas-jelas melarang penggunaan symbol religi.
· Pola pendekatan kasus Nadia yang
kurang tepat., BA tidak mempertimbangkan adanya ekses yang muncul dengan
memberikan suspensi pekerjaan terhadap Nadia, salah satunya keikutsertaan media
dalam memberitakan hal ini. Terlepas dari tuntutan Nadia yang ditolak oleh
hakim (lihat appendix 3), publik kadung menghakimi BA atas tindakannya kepada
Nadia; sebuah harga yang sangat mahal bagi perusahaan yg bergerak di bidang
jasa. Reputasi BA sebagai maskapai yang berkelas menjadi tercederai.
What BA should do differently:
· Me-review ulang semua policy yg
sudah dikeluarkan, membuat standard bahwa setiap policy harus dijabarkan alasan
dan penerapannya: apa yg boleh, apa yang tidak, dan apa yg masih ditolerir.
Policy ini kemudian disosialisasikan kepada seluruh karyawan. Jika dibutuhkan,
ada form kesediaan menaati policy yg ditandatangani oleh karyawan. BA
seharusnya hanya mengatur hal-hal yang benar-benar menentukan arah perusahaan,
dan menjadi lebih fleksible utk hal-hal lain yang hanya menjadi ‘asesoris’
dalam pekerjaan.
· Utk hal-hal yang berpotensi
menimbulkan ‘dispute’ seperti penggunaan symbol religi (contoh: kalung, bros,
cincin, dsb), dijelaskan sejauh apa toleransinya. Jika tidak memungkinkan,
solusi paling gampangnya adalah merubah seragam flight attendant (misalnya
menjadi berkerah tinggi), sehingga seragam bisa menyembunyikan asesoris seperti
kalung yang dipakai karyawan.
Seperti yang Darren Sherborne sampaikan, “BA’s
inflexible policy would prove costly, even if BA won the case”.
Minggu, 17 Agustus 2014
Case Study UAS : Beckton Dickinson An Assessment of Strategic Human Resource Management Profiling
Sejak 1988 saat SHRM profiling pertama dikenalkan
pada Becton Dickinson dapat diimplementasikan dalam delapan lini divisi, dua
staf fungsi, sektor diagnostik, dan level korporat. Di beberapa divisi sebuah
profil tambahan telah dilaksanakan. Hampir semua profile ini diarahkan oleh
manajer dalam perusahaan SDM dan fungsi strateginya.
Evaluasi SHRM berfokus pada sepuluh unit , delapan
divisi dengan sektor diagnostik dan organisasi korporat yang telah mengalami
sekali profile SHRM. Ada beberapa kesimpulan diantaranya :
ü Pengalaman manajemen dan profile dengan semua SHRM
profiles
ü Wawancara dengan top manajemen dan anggota
employee task force dengan asisten riset di tiap unit
ü Kuesioner dilakukan pada Komite Organisasi (OC),
ETF dan aryawan yang diwawancarai oleh ETF daari sepuluh unit. Seribu karyawan
disurvey dan separuhnya merespon.
ü Analisis hambatan implementasi strategi yang
diidentifikasi oleh employee task force dalam sepuluh unit studi
ü Feedback meeting dalam beberapa divisi dan
pimpinan perusahaan dimana didiskusikan temuan-temuan dengan top managements
team dan ETF
SHRM Profiling dimaksudkan untuk memungkinkan
general manager dan laporan cepatnya untuk mengakses kemampuan organisasinya
untuk mengimplementasikan dan mereformulasi strategi. Sebuah organisasi mampu
untuk mengimplementasi strateginya ketika semua elemen organisasinya,
strukturnya, sistemnya, staf, gaya, keahlian dan shared valuenya selaras dengan
strategi.
Karyawan yang terlibat dengan implementasi
strategi mengetahui kapan organisasi tidak selaras dengan strategi.
Pengalamannya mengatakan bahwa halangannya adalah pengalaman ini menjadi poin
organisasi dalam organisasi dimana membutuhkan perubahan untuk dicapainya
keselarasan.
Tuntutan SHRM adalah analisis cermat seberapa jauh
organisasi tergabung, pengembangan visi kedepan oleh manajemen mengenai
bagaimana mereka mengelola dan mengorganisasi secara berebda san keterlibatan
karyawan dalam implementasi visi tersebut. Partisipasi karyawan dalam
mengidentifikasi halangan dan mengimplementasi visi diyakini sebagai kunci
mendapatkan komitmen.
SHRM telah menjadi proses general untuk
pengembangan organisasi dan manajemen di setiap level. Riset, dimaksudkan untuk
mengidentifikasi pentingnya SHRM profiling yang sukses untuk informasi mengenai
halangan yang belum didiskusikan sebelumnya demi implementasi strategi dan aksi
manajemen berdasarkan data. Apabilakaryawan mengidentifikasi halangan dari
profile, SHRM akan menguranginya dan tugas strategis akan diimplementasikan
dengan lebih efektif, dimana ini jugamenjadi indikasi bahwa pemikiran bukanlah
bukti kesimpulan, tetapi sebuah proses yang bekerja.
Penemuan diantaranya :
ü Prioritas yang tidak jelas atau bertabrakan
ü Kesulitan bagaimana tim top bekerja sama
ü Gaya manajemen yang naik turun
ü Koordinasi divisi dan interfungsional yang rendah
ü Komunikasi vertikal yang kurang
ü Defisiensi dalam pengembangan karir
® Apakah SHRM menemukan isu relevan?
Dari wawancara dan kuesioner, menunjukkan
dengan jelas dukungan berupa kesimpulan bahwa profiling SHRM menampakkan isu
relevan untuk implementasi strategi
® Apakah hasil SHRM ada dalam agemnda pengembangan?
Manajemen mengembangkan action plan
untuk perubahan. Diskusi dengan meeting
timbal balik mengindikasi manajemen merasa Profiling yang dilakukan SHRM
memiliki agenda perubahan yang bisa menjalankan bisnis
® Apakah SHRM memacu perubahan organisasi secara
aktual?
Wawancara dengan lima divisi dan
observasi top manajgement sebagai profile internal dan eksternal menunjukkan
bahwa tipe inisiatif perubahan bisa diatribusikan sebagai bagian dari
keseluruhan SHRM
Karyawan
merasa rendah diri untuk berubah.
Ada perbedaan jumlah perkembangan pada tugas strategik dalam mengurangi
ihalangan untuk implementasi strategi antara sepuluh unit pengimplementasi
strategi.
Perubahan yang kecil atau tidak sama sekali
terjadi dalam persepsi : dimana orang-orang dipromosikan pada skill dasarnya
untuk mengelola orang lain dan karyawan dapat meningkatkan isu yang sulit dengan
pengelolaan manajemen yang lebih baik. Kebijakan BD dan praktiknya meningkatkan
budaya kerja yang tinggi atau perusahaan memiliki ketertarikan mengenai
kesejahteraan dan kepuasan karyawan.
Karyawan juga merasa rendah diri terhadap
perubahan dalam periode selama profiling SHRM karena banyak faktor dan SHRM
tidak mampu untuk mengukur penambahan dan perubahan yang dirasakan. Karyawan
merasa perubahan yang kecil atau tidak sama sekali dalam isu terkait
kesejahterasaan dan motivasi, sedangkan mereka melihat lebih banyak perubahan
dalam halangan implementasi strategi.
® Seberapa banyak dukungan untuk SHRM disana?
Karyawan merasa antara beberapa dan
kesepakatan besar diantara top team unit. Mereka berpikir bahwa beragam level
dan bagian unit dibagi dalam komitmen pada SHRM dan melihat beberapa konsensus
hanya diantara para manajer kunci mengenai kebutuhan akan SHRM.
® Mengapa dukunga digabungkan
SHRM dipandang tidak terjangkau oleh
level bawah. Seperti strategic profiling, para manajer ini mengasumsikan bahwa
SHR adalah alat untuk mengindormasi manajemen sehingga mereka bisa menganalisa
dan memutuskan. Apakah SHRM harus lebih daripada sebelumnya dari pertanyaan
terbesar yang diajukan. Bebara bahkan berpikir bahwa profile SHRM melakukan
terlalu banyak daripada yang dibutuhkan.
Survey membuktikan bahwa profile dan
fungsi HR dianggap lebih relatif tidak terlibat dalam membantu divisi manajemen
mengimplementasikan action plan. Dalam diskusi feedback meeting, beberapa
mengira apakah HR harus dilibatkan dalam follow-up. Secara umum, item terkait
follow-up lebih rendah dibanding item lain dalam proses SHRM. Ini konsesten
dengan pengalaman parap profiler eksternal yang tidak sukses dalam meyakinkan
manajemen akan kebutuhan follow-up untuk mendukung formasi tim.
Apa yang harus dilakukan dalam SHRM ?
ü Adanya lack of clarity dan konsensus dimana SHRM
harus menjadi organisasi generik yang meningkatkan proses untuk menemukan
kembali organisasi dan prosesnya
ü Sejarah BD dari profiling strategic dimana secara
ekstrem membantu pengumpulan penerimaaan dari profiling SHRM yang juga
menunjukkan bagaimana SHRM itu berbeda
ü Arti yang tidak kuat mengenai menerjemankan
strategi yang digeneralisasi oleh profiling meeting ke dalam proses
pengembangan yang berkelanjutan dan perubahan. Hal ini disebabkan :
û Tidak ada koneksi antara SHRM dan upaya
pengembangan lain
û Anggota ETF dan karyawan lain tidak terlibat erat
dalam reinventing process, kebijakan dan praktik dalam merespon problem yang
meningkat dari SHRM
û SHRM kekurangan proses metodologi dan redesain praktik dan mengukur jalur perkembangan
KESIMPULAN dan JAWABAN
Dari penjelasan kasus diatas, muncul pertanyaan utama,
“Apakah SHRM tetap dipertahankan keberadaannya? Apabila YA, apakah
partisipasinya harus sukarela atau kewajiban? Apabila kewajiban, bagaimana top
management bisa memantau tindak lanjut dari proses yang muncul? Jika SHRM
dipertahankan, apa yg perlu drubah atau ditingkatkan?”
Mari kita simak dahulu dari latar belakang Becton
Dickinson (BD).
BD is a medical technology company
that serves healthcare institutions, life science researchers, clinical
laboratories, industry and the general public. BD manufactures and sells a
broad range of medical supplies, devices, laboratory equipment and diagnostic
products. BD is headquartered in the United States and has offices in more than 50 countries worldwide.
Beckton Dickinson bergerak di bidang medis, yang tentunya
sangat dinamis dan membutuhkan energi yangg besar untuk bisa terus bertahan dan
mengikuti percepatan perkembangan teknologi.
Dalam hal ini, proses yg bisa mendorong competitiveness
perusahaan adalah terus menerus memperbaiki dan meningkatkan diri. Disinilah
SHRM berperan; memberikan masukan, informasi dan data yang dapat digunakan
untuk memperbaiki proses di dalam perusahaan sehingga perusahaan bisa terus
memenuhi tuntutan pasar.
Jadi, untuk pertanyaan pertama, jawabannya adalah YA.
Dari hasil survey SHRM, terlihat ada ‘central tendency’
pada jawaban yang diberikan. Sebagaimana yg diungkap dari kritik terhadap SHRM,
seperti ada yg keterkaitan yang hilang dalam data yang ditampilkan oleh SHRM.
Tapi, walaupun begitu, SHRM sendiri dirasakan penting keberadaannya.
Jadi, salah satu yang bisa dilakukan adalah mewajibkan partisipasi,
tapi prosesnya diubah. Misalnya dengan menjadikan responden survey Anonymous,
yg mungkin bisa mendorong responden untuk mengatakan dengan lebih jujur, serta
menghilangkan kekhawatiran akan disangkutpautkan dengan komentar negatif yang
diberikan.
Karena SHRM adalah proses yg kontinyu, agar informasi,
data, dan masukannya lebih besar ‘manfaatnya’, mungkin bisa dibuat per tema,
bergantung dari area mana yang dirasakan mendesak untuk segera dibahas, daripada
membahas seluruh area dan masukannya pun berkesan terlalu umum.
Modifikasi di bentuk skala pun bisa dilakukan, untuk
meransang respon yang lebih jujur dan obyektif.
Salah satu kritik terhadap SHRM adalah terlihat
ketidakmengertian di level karyawan akan keterkaitan SHRM dengan proses yang
terjadi di level manajemen. Mungkin perlu kembali dilakukan sosialisasi atas
proses yang terjadi dalam SHRM, sehingga semua karyawan bisa memahami bagaimana
pentingnya SHRM bagi perusahaan.
Selain itu, daripada membentuk banyak ‘badan’ untuk
mengumpulkan data, bisa saja dibuat badan gabungan dari unsur-unsur yg
dirasakan penting (manajemen, karyawan, task force), sehingga bisa lebih
efektif dan efisien. Badan ini akan jadi penanggung jawab atas terlaksana SHRM,
sekaligus mengeluarkan rekomendasi pada manajemen dan penjelasan kepada
karyawan.
Diharapkan dari penjelasan kesimpulan jawaban diatas, diharapkan
profiling SHRM yang dilakukan oleh perusahaan bisa bersinergi dan selaras
dengan strategi bisnis, sehingga action plan perusahaan bisa berperan penting
untuk pencapaian target dan tujuan perusahaan.
Langganan:
Postingan (Atom)